Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kue Keberuntungan

10 September 2021   20:43 Diperbarui: 10 September 2021   20:48 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada akhir makan malam di restoran Cina langganannya, ketika pelayan membawakan tagihan, Ruben yang sedang bermurah hati berkat perutnya yang kenyang dan beberapa teguk baijiu, maka dia melambaikan tangan pada gadis itu. 

Dia tersenyum dan membungkuk saat menawarkan nampan plastik kecil yang berisi kuitansi, ditutupi dengan gundukan kecil kue keberuntungan yang dibungkus satu per satu, satu untuk setiap orang di meja.

Teman-temannya memprotes---pura-pura---saat Ruben mengeluarkan kartu kreditnya, tetapi dia mengabaikan mereka dan membagikan kue keberuntungan. Mereka masing-masing mengambil satu dan ketika baki plastik kembali ke arahnya, hanya ada satu yang tersisa.

Setelah dia menandatangani tanda terima kartu kredit, dan ketika semua orang bangun dari meja dan mengucapkan selamat tinggal, dia membuka kue keberuntungannya dan membukanya. 

Yang mengejutkannya, tidak ada potongan kertas kecil di dalamnya, tidak ada keberuntungan, tidak ada sama sekali. Salah satu temannya memperhatikan dan berkomentar, "wah, tanda-tanda nggak baik, Ben!"

Ruben hanya tertawa dan memasukkan potongan kue ke mulutnya.

"Mungkin karena gue udah tajir, gue nggak perlu udah nggak butuh lagi hoki dari kue...."

Tapi sepanjang perjalanan pulang ke apartemennya, dia memikirkan lagi tentang kue keberuntungan yang kosong. Dia belum pernah mendengar hal itu terjadi sebelumnya. Jelas hanya sebuah kesalahan dalam proses pembuatannya.

Lagi pula, keberuntungan manusia bukan ditentukan oleh potongan kertas dari kue-kue itu.

Tetap saja, ada sesuatu yang mengganggunya.

Ruben tidak percaya takhayul.

Dia tidak pernah berbalik karena seekor kucing hitam melintasi jalannya. Tidak ragu membuka payung saat masih berada di lobi gedung. Tidak khawatir berjalan di bawah tangga, dan tidak pernah sekalipun dia mengubah rencana hanya karena kebetulan hari Jumat tanggal tiga belas.

Tetapi ketika dia tidur malam itu, dia tidak bisa menghilangkan bayangan kue kosong dari benaknya.

Tidak ada keberuntungan. Apa artinya?

Dia berpikir keras. Karirnya baik-baik saja. Dua kali promosi dalam dua tahun di jalur menuju direksi. Rumahnya bagus. Oke, bukan rumah, tapi kondominium. Namun dia membelinya di bawah harga pasar dan dia dapat menjualnya untuk ditukar dengan rumah dalam beberapa tahun ke depan. 

Mobilnya model terbaru 380 Classic Beemer, dan kesehatannya prima. Mungkin menambah jadwal nge-gym akan lebih baik lagi.

Bahkan, situasi asmara sedang naik. Dia baru saja kencan kedua dengan si seksi imut rambut cokelat magenta dari HR dan mereka akan menonton film midnight akhir pekan depan.

Jadi, ada apa dengan omong kosong kue tidak beruntung? Dia memiliki lebih banyak keberuntungan daripada orang lain yang dia kenal. Kue keberuntungan itu salah, hanya itu.

Dalam tidurnya yang gelisah, dia bermimpi tentang lelaki Cina tua kecil, menggelengkan kepala dengan sedih ketika memandangnya. Berkali-kali dia terbangun. Seprai basah kuyup oleh keringatnya yang membanjir.

Dia bertanya-tanya apakah dia keracunan makanan. Setiap kali bangun, hal pertama yang dia pikirkan adalah kue keberuntungan yang kosong.

Pagi tiba dan Ruben merasa dirinya remuk, lemah dan lelah. Dia mencoba bangun untuk berangkat kerja, tetapi hampir semaput di kamar mandi.

Dia mengabarkan tidak masuk kerja karena sakit dan kemudian membuat teh lalu kembali tidur. Bangun tepat sebelum tengah hari, tidak merasa jauh lebih baik tetapi isi kepalanya telah lebih jernih, tahu apa yang harus dia lakukan.

Reben berganti pakaian dan pergi ke restoran Cina yang baru saja buka untuk makan siang. Dia berjalan masuk dan melangkah ke nyonya pemilik di belakang meja resepsionis. "Saya ingin membeli kue keberuntungan," katanya.

Si nyonya mengangkat alis dan menatapnya dari atas ke bawah, mengamati penampilannya yang berantakan.

"Kue keberuntungan gratis kalau membeli makanan," katanya perlahan.

Ruben menggelengkan kepala.

"Saya tidak butuh makanan," katanya, "Saya baru saja makan di sini tadi malam. Saya hanya ingin kue keberuntungan."

Keheningan menyelinap saat mereka saling menatap. Dia membaca pikiran si nyonya. Orang gila yang percaya takhayul. 

.... lalu si nyonya mengulurkan tangan perlahan ke belakang tanpa melepaskan tatapannya ke wajah Ruben sedetikpun, dan mengambil kue keberuntungan dalam bungkusan dan menyodorkannya. "Ini," katanya perlahan, "untuk Anda gratis."

Dia membuka bungkusnya dengan cepat dan membelah kue kecil.

Ada selembar kertas. Terima kasih, Tuhan!

Dia membukanya dan membaca, "Kamu akan melakukan perjalanan jauh."

Ruben menghela napas lega dan mendongak, tersenyum pada si nyonya yang masih mengawasinya seperti elang, siap untuk melontarkan jurus kung fu jika Ruben salah bergerak.

"Terima kasih banyak," katanya dengan suara serak, lalu berbalik dan berjalan keluar menuju hari yang cerah indah.

Dia sudah merasa lebih baik, percaya diri menghadapi dunia lagi sekarang setelah keberuntungannya dikembalikan.

Bandung, 10 September 2021

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun