Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kamp 13

17 Juli 2021   18:59 Diperbarui: 17 Juli 2021   20:19 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bersihkan sendokmu."

Gadis cilik itu, masih terbatuk-batuk dengan air mata mengalir di wajahnya dan darah memenuhi mulutnya, dengan patuh mengambil sendok dan menyekanya dengan serbet. Dia kemudian menyimpan potongan kain yang ternoda itu ke dalam saku jubahnya. Sirene berbunyi me-nandakan jam makan telah berakhir, dan seperti biasa terdengar ketukan di pintu. Seseorang di baliknya berte-riak, "Pengawas F3. Saya akan masuk untuk memastikan ransum pembagian telah dikonsumsi oleh keluarga yang tinggal di tempat ini."

Pintu terbuka. Sosok yang mengenakan jubah hitam dan sepatu bot yang berkilau masuk. Tudung kepalanya tidak sampai menutupi seluruh wajah, hanya mulutnya saja. Hidungnya melengkung seperti paruh elang dan mata abu-abu logam terlihat sempurna. Senapan mesin yang tersandang di bahunya seakan tak berarti apa-apa, tetapi semua orang di meja tahu bahwa dalam setengah detik, benda itu bisa berada di tangannya, mengirimkan peluru ke kepala mereka.

Matanya berpindah dari satu piring ke piring lainnya sementara gadis itu mencoba menahan batuknya dari balik tudungnya. Matanya berair karena tegang, dan dia bisa merasakan sepotong makanan masih tersangkut di tenggorokannya, memperburuk batuknya yang ditahan.

Rasanya, pemeriksaan ini seakan takkan pernah berakhir.

Pengawas berhenti lebih dulu di belakang mamanya. Dia mengambil piring dan melihatnya dengan hati-hati. Mamanya sedikit menegang karena merasakan kehadiran di belakangnya, tapi seperti biasa, dia tidak menunjukkan reaksi.

Sang Pengawas dengan puas meletakkan kembali pelat itu dan mengeluarkan nutrisimeter. Dia mengarahkan perangkat kecil putih itu ke dada mamanya dan menunggu. Dua bunyi bip, perempuan itu akan tetap hidup, tiga kali, dia tewas. Terdengar bunyi bip dua kali.

3555P akan hidup untuk melihat hari esok yang menyedihkan.

3556P diam-diam mengejang di bawah jubah merahnya yang tebal. Dia bisa merasakan tatapan mata gelap papanya yang kejam, meski dia tahu bahwa jika terbukti dia tidak makan makanan yang disediakan oleh pengelola Barak F dengan sukarela, kemungkinan terbaiknya adalah hukuman mati.

Pengawas melanjutkan mengukur suhu papanya ketika setetes darah jatuh ke piringnya. Darahnya, yang akan menjadi bukti yang digunakan untuk menghukum keluarganya.

Nutrisimeter Pengawas berbunyi bip dua kali, dan saat dia hendak menuju ke 3556P, sirene yang dipasang di tengah lapangan Barak F berbunyi nyaring. Suara yang keras dan menggelegar mengejutkan semua orang di ruangan kecil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun