Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pakar

3 Juni 2021   21:14 Diperbarui: 3 Juni 2021   21:25 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wallpaperbetter.com

Aku melihat Himawan dalam kekaguman diam-diam, kagum dengan kecepatan jari-jarinya menekan tombol keyboard.

Punggungnya lurus, dengan siku di sisi tubuh, dia membuat apa yang dia lakukan terlihat gampang. Memang, dia adalah seorang pakar---tak salah lagi. Apa yang dia hasilkan adalah seni tingkat tinggi.

Aku memperhatikan wajahnya yang berkonsentrasi penuh. Himawan bahkan nyaris tidak berkedip. Dia begitu asyik dengan karyanya, itu memakannya. Latihan bertahun-tahun, studi intensif, semuanya menyatu menjadi tindakan penciptaan yang sempurna ini. Aku tahu, apa yang sedang dibutanya akan menjadi mahakaryanya.

Aku tahu dia adalah satu-satunya segera setelah bertemu dengannya. Matanya beradu pandang denganku, tetapi entah bagaimana tetap jauh, seolah terpaku pada sesuatu di cakrawala yang tidak bisa dilihat orang lain. Semakin aku mengenalnya, aku mengenali bakatnya dan menyadari bahwa cowok luar biasa ini akan menggunakan bakatnya untuk mengubah dunia.

Akhirnya, dia selesai. Bersandar di kursinya dan kembali ke dunia nyata. Jari-jarinya mengelus keyboard seolah-olah mendinginkan dari pekerjaan yang dia lakukan selama berbulan-bulan.

"Apakah sudah selesai? Akhirnya? Hampir tak bisa dipercaya," kataku terengah-engah, melangkah maju keluar dari bayang-bayang dan mencium bibirnya.

Dia mengangguk dan memutar laptop yang sedang dia kerjakan ke arahku.

"Akhirnya. Bagaimana jika kamu yang menyelesaikannya, Kat?"

Dengan tubuh gemetar, aku mengulurkan tangan dan menekan Enter. Layar berdengung, ratusan alamat email menggulir dalam sekejap. Lalu ribuan. Lalu jutaan.

Pada pagi hari, virus SatuJiwa ciptaan Himawan akan menyerang setiap badan pemerintah, bisnis, dan organisasi di planet ini. Virus yang akan merasuki jauh ke pusat data, menggerogoti daftar kontak, server, komputer individu. Menghancurkan semua yang disentuhnya.

Dunia akan bertekuk lutut. Hanya Himawan dan aku yang memiliki serumnya. Dan kami akan menahannya, sampai seluruh umat manusia memohon untuk itu. Kami akan memiliki semua yang kami inginkan atau butuhkan selama sisa hidup kami, tanpa pertanyaan.

Tidak ada yang berani melawan kami setelah ini.

Aku menciumnya lagi. Kekasihku, jenius yang mengubah dunia.

Menarik laci dari mejanya, dia mengeluarkan kamera dan memotretku di sebelah laptop yang menunjukkan baris kode.

"Untuk anak cucu!"

Kata-katanya riang, tetapi ada sesuatu di matanya yang belum pernah kulihat sebelumnya--setidaknya, tidak ditujukan padaku. Mata yang dingin. Otaknya yang brilian sedang melakukan perhitungan yang rumit.

Aku melihat ke layar. Virus SatuJiwa bekerja membuka ribuan rekening bank, mengosongkannya ke rekening-rekening baru. Aku tidak mengenali nama atau lokasi tempat jarahan kami disimpan.

"Terima kasih, Katrin. Ini sangat menyenangkan," katanya sambil melompat berdiri.

"Him---apa maksudmu? Kamu mau ke mana? Mereka tidak akan melacaknya kembali ke sini untuk---"

Tapi perasaan mual itu sudah mulai mengaduk isi perutku. Kilasan baris-baris kode dalam beberapa bulan terakhir melintas di benakku. Himawan mendaftarkan begitu banyak hal atas namaku.

Dia mengambil fotoku duduk di depan komputer saat aku mengagumi mahakaryanya di laptop. Himawan tidak pernah membiarkan aku mengambil fotonya.  Alasannya karena dia seorang "introvert".

Dia bergerak menuju pintu. Lututku mendadak goyah.

"Kamu tak boleh melakukan ini," bisikku.

Dia mengangkat bahu.

"Aku harus segera ke bandara. Tak banyak pilihan lain, Kat. Apa gunanya semua uang ini jika aku menghabiskan sisa hidupku menunggu untuk ditangkap?"

Dia membuka pintu. Terlalu jauh bagiku untuk menghajarnya sekarang.

"Lagi pula, kamulah yang menekan Enter."

Pintu yang dibanting membuat ruangan bergetar. Di kejauhan, terdengar sirene meraung-raung.

Bandung, 3 Juni 2021

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun