Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salinan Digital

25 Mei 2021   19:34 Diperbarui: 25 Mei 2021   19:57 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi benihnya sudah ditanam. Kamu kehilangan sesuatu saat beralih ke digital. Satu dan nol. Saya menghabiskan malam itu menatap langit-langit dan bertanya-tanya apakah saya analog. Apa yang hilang dari salinan diri saya saat pergi ke kantor setiap pagi?

Saya menelepon Solusi Transportasi Logistika keesokan harinya. Gina, gadis yang menjawab panggilan saya, sangat manis dan seksi. Saya bertanya tentang proses digitalisasi.

"Terima kasih atas pertanyaan Anda, Pak. Kekhawatiran Anda menjadi perhatian penting bagi kami. Sinyal digital tidak hanya sejernih kristal tetapi juga sangat akurat."

"Tapi bukankah ada sesuatu yang hilang dalam salinan itu?" Saya tak menyerah.

"Meski ada, kehilangannya sangat kecil."

Itu lima tahun yang lalu. Dua ribu seratus dua puluh delapan teleportasi yang lalu, seorang putri dan seorang putra yang lalu, kanker prostat dan kemitraan yang lalu. Berapa banyak bagian "sangat kecil yang tak terlihat" dari diri saya yang lalu?

Saya memperhatikan hal-hal kecil. Dari lahir, telinga kiri saya memiliki tahi lalat yang sangat kecil, dan suatu hari bintik itu hilang. Saya mengabaikannya pada awalnya, karena potongan-potongan diri saya meluruhnya sedikit demi sedikit.

Saya telah kehilangan banyak hal. Gigi saya terlalu lurus. Dulu ada celah di antara gigi depan saya, tapi sekarang sudah hilang. Saya sekarang adalah salinan dari salinan dari sebuah salinan. Saya tidak bisa lagi merasakan rasa semangka buatan lagi. Ketika saya memasukkan permen tiga rasa ke dalam mulut saya, saya bisa merasakannya dan mencium baunya, tetapi tidak mencicipinya. Saya rasa saya juga kehilangan satu warna, tetapi ada begitu banyak warna sehingga saya tidak tahu yang mana.

Seberapa banyak bagian kecil jiwa? Bisakah itu dibulatkan menjadi satu atau nol?

Malam ini saya duduk di meja dapur, makan malam bersama keluarga saya dan mencoba mengingat nama putri saya. Memeras otak, menjelajahi ingatan demi ingatan dan hanya menemukan titik-titik kosong, bilangan pecahan yang mengalami pembulatan. Satu-satunya pikiran yang muncul di kepala saya saat menatap dengan bodoh ke seberang meja pada seorang gadis yang tidak lagi saya kenal adalah kebenaran sederhana yang nyata yang saya temukan satu dekade lalu, saat membeli teleporter.

Saya bukan diri saya lagi hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun