Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percayalah

26 Juni 2020   20:26 Diperbarui: 26 Juni 2020   20:38 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

Anakku,

Pertempuran terbesar dalam hidup bukanlah sekadar konflik atau perang. Bukan bagaimana bertahan hidup. Bukan juga mendapatkan cinta, tapi menjaganya.

Perang dan pertempuran, konflik demi konflik, sudah kita menangkan sejak pertama adanya umat manusia.

Bukan saat manusia gua purba menculik seorang perempuan. Bukan ketika dinginnya malam menyatukan tubuh telanjang mereka dalam hangatnya kobaran birahi. Bukan saat matahari terbit dan cahaya fajar memupuskan semua ide romantis, pertempuran terbesar itu dimulai.

Ketampanan, harta berlimpah atau rayuan gombal yang melenakan tidak akan menyelamatkan seorang lelaki dalam pertempuran ini. Mobil impor, gaji besar, dan kemasyhuran tidak akan menyelamatkan manusia dari kesepian ditinggalkan pasangan. Rumah besar lengkap dengan kolam renang dan mini bar tidak akan menjadi obat ketika pintu hati ditutup.

Inilah saat-saat ketika kegelapan datang menyelimuti dan kelip api unggun di rongga gua tiada berarti. Inilah saat-saat ketika hati hancur dan jiwa berjalan menuju jurang dalam yang sama yang telah dilalui banyak lelaki sebelummu. Inilah saat-saat ketika perhatian dan kasih sayang lebih dibutuhkan untuk tetap hidup dibandingkan kehangatan matahari di musim dingin terdingin atau tetesan air sejuk oasis di gurun paling kerontang.

Bagaimana manusia bisa memenangkan pertempuran ini? Senjata apa yang harus digunakan? Baju zirah jenis apa yang dipakai untuk membela diri?

Anakku,

Inilah saat-saat ketika kamu sadar bahwa dirimu tiada arti sama sekali jika bukan karena pasanganmu. Inilah saat-saat ketika keberadaanmu sesungguhnya lilin yang berkelap-kelip ditiup badai waktu, dalam letusan besar yang disebut Big Bang, bahkan sebelum kehidupan bercampur aduk di planet kecil tercemar ini.

Dan kamu, gadis kecilku,

Inilah saat-saat ketika hatimu terluka karena hidupmu hampa tanpa satu hal yang membuat kita hadir untuk mencari dia di dunia ini.

Belahan jiwa.

Kita adalah jiwa-jiwa yang terbang melayang melalui kehampaan di atas batu yang berputar melalui ruang kosong yang tak berujung. Kita tak butuh lidah api atau Matahari untuk merasakan kehangatan atau kesejukan air telaga di tenggorokan.

Tidak, anakku. Kita manusia hanya saling membutuhkan.

Jadi jangan gunakan kepalamu untuk bertarung dalam pertempuran ini. Jangan biarkan dadamu dikuasai emosi atau amarahmu. Jangan gunakan kekuatan atau logikamu. Jangan gunakan tanganmu. Bahkan, jangan percaya pada kata hatimu. Meskipun jantungmu berdetak kencang semurni naluri hewan buas yang dipojokkan oleh kesepian dari keberadaan kita. Dan, seperti binatang buas yang tersudut berjuang untuk bertahan hidup, ketakutanmu tidak boleh menjadi senjatamu.

Tidak, anakku,

Inilah saatnya kamu mempercayai rasa sakitmu. Inilah saatnya kamu mempercayai kesepianmu. Percaya pada kerinduanmu akan belahan jiwa yang lain di dunia tandus gersang ini.

Dan percayalah bahwa dia juga akan merasakannya. Percayalah bahwa dia juga merasakan keterasingan dan pengabaianmu setajam kesepian yang kamu rasakan. Percayalah bahwa dia merasakan sakit sebanyak yang kamu rasakan karena merasakan kehilangan dia.

Musnahkan perasaan itu dan bercerminlah pada kehidupan yang dijalani oleh orang-orang di sekitar kita.

Percayalah bahwa semua merasakan kesakitan sepertimu. Percayalah bahwa kamu melukai mereka sama seperti kamu melukai dirimu sendiri, bahkan mungkin lebih lagi. Padahal, siapa pun yang telah merasakan cinta tertinggi, selayaknya harus mampu selamat dari titik nadirnya. Percayalah bahwa ketika kita jatuh di hadapan belahan jiwa, kita akan bisa bangkit untuk bersamanya.

Percayalah, anakku.

Kamu tidak sendirian dalam perang cinta yang tiada akhir ini. Kamu hanya kalah ketika kamu berhenti mencintai.

Jadi, anakku, 

Jangan pernah berhenti mencintainya.

Jakarta, 26 Juni 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun