.
Yang biru tak hanya kemalangan, puan
Ia tersisa di antara jendela yang mengecil
Bersama gema suara yang mengikat kehilangan
Seperti memendam ketakutan yang kerdil
.
Yang biru tak selamanya membisu, rindu
Dan juga tak selamanya tertawan dalam klise kealpaan
Yang meremang ketika malam mulai memanggilmuÂ
Pada titik cahaya yang diam-diam bersinar perlahanÂ
.
Dan biru tak pernah mengingkari dirimu, waktu
Walau cerita tak pernah lelah berbicaraÂ
Kerap kali berdusta membersihkan luka
Tak pernah kukenalkan dirimu pada satu tumpu ituÂ
.Â
Adakah lemari yang menumpuk jeramiÂ
Setelah seharian penuh diisi dan diselami
Oleh langit-langit penuh imaji dan simfoni
Yang membiru bersama iringan sunyi
.
Adakah terjaga padamu, biru
Potongan waktu yang kuselipkan di antara hitam rambutmuÂ
Kugapai dalam ingatan yang tak pernah tumpahÂ
Walau kadang musim tak pernah  berhenti bertuah
.
Dan biru adalah diriku
Yang tak pernah selesai mengenal dirimu
.
Hanya saja, jangan lupa, jika aku terbangun dan menangis,
itu hanya karena dalam mimpiku aku adalah anak yang tersesat,
mencari tanganmu di antara dedaunan malam....
Pablo Neruda, 100 Soneta Cinta. 1959
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI