Adakah suara-suara yang tertinggal di telinga
Bersama sisa-sisa tempuh waktuÂ
Menemani dan mendengar bait kata perkata
Seperti temaram yang tak terkalahkan oleh rindu
.
Adakah sisa-sisa suara yang berkelindan di udaraÂ
Memuat nafas yang senantiasa bertanyaÂ
Adakah diujung langit membisikan keramaianÂ
Tanpa memecah kerumitan yang tersisa dalam bunyian
.
Kata perkata yang sempat ku kunjungiÂ
Kadang berakhir dengan diorama teka tekiÂ
Seperti rama-rama yang tertinggal oleh matahariÂ
Pada kuntum bunganya yang menyisakan sunyi
.
Cahaya itu akan mencapai permukaanÂ
Kerlip bagai ratusan kunang yang melepas lajangÂ
Dan diriku sebagaimana dirimu yang bertahanÂ
Menunggu cahaya yang datang dengan sulur yang tenang
.
Salah satu kelopaknya akan terbukaÂ
Memberi ruang untuk cahaya bersamanya
Namun tak dapat kuartikan rimbun daunÂ
Yang terlepas dari dahan setelah usai dipeluk tahunÂ
.
Dan sepertiga atau seperempat dari cahaya yang menyelinap masukÂ
Adalah kata-kata terakhir dari dingin yang mengetukÂ
Pintu dan telinga kita setelah hujanÂ
Derita dan kemalangan kita sesaat bertahan
.
Cahaya akan mencapai permukaanÂ
Menggenapi ruang dan kesedihanÂ
Bagai nyala api yang membakar rerumputanÂ
Yang mengeja setiap asap dan abu yang berisi ketakutanÂ
.
Manusia hanya suka menghitung kesusahannya; ia tidak suka menghitung kebahagiaannya.
Fyodor Dostoevsky, Catatan dari Bawah Tanah. 1864
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI