Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humor

Es Teh Manis Teteh Manis

31 Mei 2025   10:59 Diperbarui: 31 Mei 2025   10:59 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Es Teh Manis: Jika yang Manis Bukan Cuma Tehnya, Tapi Juga Si Teteh Penjualnya

Dunia Ini Penuh Harapan Palsu, Bahkan di Warung

Kita kira dunia ini penuh kejujuran dan kehangatan, ternyata penuh jebakan menu!

Liat aja, dari kecil kita udah dibohongin. Dulu kita kira "nasi goreng spesial" itu isinya emas batangan, ternyata cuma ditambahin sebutir telur dan dua iris sosis KW. Tapi kita diem, karena ya... yaudahlah, yang penting kenyang.

Kita hidup bukan cuma dibohongi mantan, bos! Tapi juga... sama nama-nama makanan!

Lo kira hidup lo berat gara-gara cinta tak terbalas?
Tunggu sampe lo pesen es teh manis di warung,
dan ternyata yang manis cuma tulisan di spanduknya ---
tehnya pait, es-nya kebanyakan, dan tetehnya judes.

"Gue kira yang jual es teh manis tuh si Teteh manis... ternyata yang nongol si Teteh jutek, bonus komentar, 'Bang, kalo gak jadi beli, minggir!'"

Dan ini bukan sekali dua kali.
Makanan-makanan di sekitar kita tuh banyak yang...,kayak gebetan: namanya manis, tapi ternyata nggak sesuai ekspektasi.

Bubur bayi? Kita takut, jangan-jangan ada bayi yang dibubur.

Nasi kucing? Apakah ini makanan untuk kucing? Atau makanan dari kucing?

Susu jahe? Sapi sekarang udah kawin silang sama rempah-rempah?

Bro, ini bukan warung biasa. Ini arena ilusi!

Tempat di mana makanan tidak hanya mengenyangkan...
tapi juga menyesatkan logika.

Makanya, mari kita bahas satu-satu.
Biar hidup kita gak cuma kenyang nasi,
tapi juga kenyang tawa, kejang logika, dan kadang... kesadaran.

Tapi klimaksnya baru terjadi waktu gue ke warung depan gang, lihat tulisan gede: "Sedia Es Teh Manis".
Langsung dong otak gue berfantasi:
"Ini pasti warungnya teteh manis, yang kalau nyajiin es teh sambil senyum, rambut diikat setengah, aroma parfumnya wangi-wangi vanilla cinta."

Gue masuk...
Yang keluar dari dapur: Teteh beralis horor, suara kayak mic masjid mendengung, dan tatapan yang bisa bikin tanaman layu.
Dan lo tau apa yang paling parah?
Es tehnya tawar.

Tawarnya itu bukan karena gulanya kurang. Tapi karena dia membawa luka batin.
Gue nyeruput sambil mikir,
"Yang manis di mana, Teh? Di mana???"

Makanya, saudara-saudara lapar sekalian...
Di zaman ini, jangan cuma waspada sama mantan yang suka bohong.
Waspadalah juga terhadap makanan yang namanya manis, tapi realitanya... lebih getir dari hidup anak kos akhir bulan.

2. Bubur Bayi: Kenapa yang Dibubur Bukan Bayinya?!

Mari kita mulai dengan logika dasar makanan.

Bubur kacang ijo: jelas, kacang ijo yang dibikin bubur.

Bubur ayam: ya... meskipun ayamnya nggak diblender sampe bubar jalan, minimal ayamnya ada, ditabur di atas nasi bubur. Masih nyambung lah.

Tapi...

"Bubur bayi"?!

Bro.
Ini bukan masalah makanan lagi. Ini masalah kemanusiaan!

Gue pertama kali lihat tulisan itu di gerobak oranye dengan stiker kartun lucu, tulisannya gede:
"BUBUR BAYI -- LEMBUT, BERGIZI, SEHAT"

Otak gue langsung panik.
"Ini bayinya dibubur?!"
Apakah ini menu dark web yang nyasar ke dunia nyata?

Gue langsung mikir ekstrim---apakah ini tribute ke zaman dulu waktu raja-raja Mesir suka makan aneh-aneh? Atau ini semacam ritual di pedalaman yang salah tempat?

Tapi waktu gue tanya ke penjualnya, dia bilang:

"Oh ini mah bubur buat bayi. Halus, nggak ada micin, sayur semua..."

Dan disitu gue merasa...
Tertipu oleh tata bahasa.

Loh, kalau bubur kacang ijo itu kacang ijo yang dibubur,
dan bubur ayam itu bubur yang dikasih ayam,
kenapa bubur bayi malah buat bayi?!

Kenapa bukan bayi yang dibikin bubur?!
(Eh, jangan---ini cuma nanya logika, bukan ngajak kriminal.)

Ini sama aja kayak ada menu "jus nenek", tapi ternyata itu jus untuk nenek, bukan jus dari nenek.
Kacau nggak tuh?

Jadi, demi keselamatan kita semua, mulai sekarang mungkin perlu ditambahkan keterangan:
"Bubur untuk bayi, bukan dari bayi."
Biar gak ada yang trauma waktu mau sarapan.

3. Susu Jahe: Jahe Mana Punya Susu?!

Lo semua pasti pernah lihat di warung, angkringan, atau abang-abang gerobakan ada tulisan:
"SUSU JAHE ANGET"

Dan setiap kali gue baca itu, muncul satu pertanyaan filosofis yang belum pernah dijawab sama Einstein, Stephen Hawking, apalagi Denny Cagur:

"Sejak kapan jahe punya susu?!"

Bayangin jahe, si akar pedas yang hidupnya keras, nyangkut di bawah tanah, tiap hari kehujanan, kepanasan, kegencet batu...
Lo pikir dia sempat punya kelenjar susu?

Dan jangan bayangin ekstrim dulu kayak sapi perah versi herbal. Enggak!
Jahe itu bukan mamalia, bro. Bahkan keluarga jauh pun bukan.

Tapi lo tau yang lebih lucu?
Waktu gue iseng nanya ke abang penjualnya,
"Bang, ini susu jahe, susunya dari jahe asli?"
Abangnya jawab sambil ketawa:
"Enggak lah, bang. Ini susu sapi dikasih jahe."

Gue diem.
Gue merasa... dikhianati.
Nama yang dikasih enggak jujur. Ini bukan susu jahe.
Ini susu sapi yang dicekokin jahe sampai dia gak bisa protes.

Analogi paling dekat?
Kayak mantan lo yang tiba-tiba bilang, "Aku berubah sekarang..."
Tapi pas dicek... yang berubah cuma gaya rambut. Isi hatinya? Masih sama, penuh rasa yang gak jelas.

Tapi yaudah, walau absurd, minuman ini tetap laris. Kenapa?
Karena meskipun secara biologis jahe gak mungkin punya susu,
dia bisa menghangatkan hati yang udah lama beku...
dan bikin lo lupa kalau realita kadang cuma soal persepsi---asal hangat, semua dimaafin.

4. Nasi Kucing: Bukan Kucingnya yang Dimakan, Tapi Logika Kita yang Dibuang

Mari kita telaah dulu dunia per-nasi-an:

Nasi Uduk --- ya jelas, itu nasi yang diuduk, alias dimasak pake santan dan rempah-rempah. Bukan nasi yang suka ngedumel. Logis.

Nasi Goreng --- ah ini sih simpel, nasi yang digoreng. Cukup jelas, gak bikin mikir berat, gak bikin overthinking kayak chat "ok" dari doi.

Tapi...

Nasi Kucing?!

Gue sempet bengong waktu pertama kali denger istilah ini.
Apa maksudnya? Apakah ini makanan premium dari kampung Wakanda buat para kucing istana?

Atau...
Lebih seremnya lagi...
Apakah ini nasi dengan topping daging kucing?
Seketika pikiran gue liar---apakah ini penyebab Popo, kucing tetangga, mendadak hilang?!

Tapi kenyataan menampar gue dengan pelan tapi sadis:
Nasi kucing itu cuma nasi seupil, dikasih sambal atau teri, dibungkus daun pisang.
Satu porsi = satu sendok doang.
Bukan buat bikin kenyang, tapi cukup buat bikin lapar lo jadi lebih sadar bahwa hidup ini keras.

Katanya sih, dinamain nasi kucing karena porsinya sekecil porsi makan kucing.
Tapi menurut gue...
Ini lebih cocok dinamain nasi buat orang putus cinta:
--- kecil, pedas, dan gak ada yang ngertiin.

Dan kalau lo bandingin sama nasi uduk yang gurih berempah, atau nasi goreng yang smokey berkarisma,
nasi kucing tuh kayak... anak magang di dunia per-nasi-an.
Dia ada, tapi gak dikasih tunjangan lauk.

Lucunya, nasi kucing ini paling sering lo temuin di angkringan.
Tempat yang bikin lo mikir:
"Gue lapar, tapi gue juga miskin. Apa yang bisa gue beli seharga recehan?"
Jawabannya?
Nasi kucing.
Lambang solidaritas rakyat jelata dan kucing-kucing liar seluruh Indonesia.

5. Warung Madura: Jual Apa Aja, Asal Bukan Orang Madura

Oke, sekarang kita bahas tempat belanja favorit rakyat sejuta umat: warung.

Warung sembako --- jelas, warung yang jual sembilan bahan pokok.

Toko furnitur --- yaudah, lo masuk, lo beli meja, kursi, lemari, ranjang, atau kadang liat-liat doang sambil mikir "mampunya beli bantal doang".

Tapi...

WARUNG MADURA.

Gue inget waktu pertama kali denger itu dari temen yang bilang,
"Eh, ke warung Madura yuk!"
Gue nanya:
"Lah, kita mau beli orang Madura?!"

Serius, dari segi tata bahasa, ini mencurigakan banget.
Kalo warung sembako jual sembako,
toko furnitur jual furnitur,
berarti logikanya...

Warung Madura...?
Jual orang Madura?
Hadeuh...

Tapi begitu sampe di warungnya,
ternyata mereka jual mie instan, sabun, air galon, pulsa, token listrik, korek api, senter, lakban, odol, beras, telur, gorengan, bahkan jas hujan lipat...

Bisa dibilang, warung ini kayak Google versi offline.

Lu masuk dengan niat beli sabun, keluar bawa balon gas, paku payung, dan kacamata renang.
Ngerti gak tuh?

Dan jangan lupakan jam operasionalnya --- 24 jam nonstop.
Gue gak tau mereka pake shift 12 makhluk atau jimat anti ngantuk.
Sumpah, bahkan waktu gue patah hati jam 3 pagi, warung Madura tetep buka.
Gue beli ciki dan air mata di sana.

Intinya begini:
Warung Madura bukan berarti jual orang Madura.
Tapi...
Warung yang biasanya dijaga orang Madura dan bisa menyelamatkan hidup lo di tengah malam.
Kayak superhero, tapi versi pake kaos oblong dan sandal jepit.

6. Kopi Tubruk: Kopi Berantem, Bukan Bercanda

Oke, mari kita mulai dengan pertanyaan filosofis:
Kenapa namanya kopi tubruk?
Apakah ini kopi yang diseduh... sambil ditubruk pake motor?

Atau kopi yang abis lo minum, lo jadi pengen nabrak mantan?

Let's compare with kopi-kopi yang lebih santun:

Kopi susu --- udah jelas, kopi dicampur susu. Harmonis, kayak pasangan yang belum disatukan utang.

Kopi latte --- elegan, lembut, kayak cowok yang bilang "aku hanya ingin membahagiakan kamu".

Lalu datanglah...
Kopi Tubruk.

Dari namanya aja udah kasar.
"Tubruk."
Itu kata kerja penuh dendam.
Kalo lo minum sambil melek, lo bakal mikir ini kopi hasil dari pertengkaran dua biji kopi yang saling nabrak di dalam gelas.

Prosedurnya pun brutal:

Air panas dituang langsung ke bubuk kopi.

Tanpa saringan.

Tanpa filter.

Tanpa perasaan.

Ini bukan kopi. Ini duel.
Tubruk di sini tuh bukan cuma gaya penyajian...
tapi filosofi hidup.

"Kalau hidup keras, ya kita tubruk balik!"
Begitu kata para peminum kopi tubruk sejati.

Dan jangan coba-coba aduk sampai bawah.
Karena kalo kena ampasnya,
itu bukan minum kopi lagi...
itu menelan masa lalu.

Dan yang minum kopi tubruk tuh biasanya tipe yang tangguh:

Kerja dari pagi sampe pagi.

Punya utang tapi tetap tersenyum.

Nonton sinetron sambil nyinyir, tapi tetap ngeronda malam.

Intinya, kopi tubruk itu kayak hidup orang Indonesia:
pahit, tapi bikin melek.

7. Ayam Geprek: Korban Kekerasan Dalam Perkulineran

Kita semua tahu hidup ini keras.
Tapi ternyata, ada yang lebih keras dari hidup:
Hidupnya ayam geprek.

Lo pikir setelah dipotong, digoreng, lalu disajikan udah cukup?
Nggak, bro.
Dia masih digeprek.
Digeprek pake ulekan batu.
Dipukul, ditumbuk, ditekan dengan penuh emosi.
Kayak...
balas dendam dari mbak-mbak dapur yang kesel karena abis diputusin lewat chat.

Bandingin sama saudaranya:

Ayam goreng --- cukup digoreng, udah. Ditaruh di piring, selesai.

Ayam bakar --- dibakar pelan-pelan, dikasih bumbu, kayak dipersiapkan untuk pernikahan adat.

Tapi ayam geprek?

Dia digeprek!
Udah jadi mayat, masih digebukin.
Ini bukan masakan...
Ini pelampiasan!

ue bayangin si ayam sebelum masuk dapur, dia udah pasrah:

"Oke, gue ikhlas digoreng..."
Lalu tiba-tiba:
"EH BELUM! LO BELUM DIGEPREK!!"

Kasihan banget gak sih?

Dan makin sadisnya lagi, tingkat kekerasannya bisa dipilih:

"Mau level sambal berapa, Mas? 1-10?"
Yang mana 1 udah bikin lidah kepanasan,
10 bikin lo melihat masa depan.

Tapi anehnya, kita semua suka.
Karena kadang... kita butuh makan sesuatu yang lebih menderita dari hidup kita sendiri.
Supaya kita merasa lebih baik.

Ayam geprek itu simbol semangat bangsa:
"Udah dihantam masalah? Gak apa-apa, asal bisa tetap renyah dan disajikan dengan sambal."

8. PO SADAR: Bus yang Bikin Lo Tersadar, Bukan Cuma Tersesat

Mari kita bahas satu moda transportasi penuh makna eksistensial:
Bus PO SADAR.

Pertama kali gue lihat bus ini, gue mikir:

"Wah, ini pasti bus buat orang-orang yang udah lelah berdosa."

Namanya tuh kayak nasihat spiritual dalam bentuk angkutan umum.
Bus lain: jurusan Bekasi-Bogor.
Bus ini: jurusan dosa ke tobat.

Bayangin:
Lo naik dari terminal Tangerang,
turun di Baranang Siang...
tapi hati lo turun di titik kesadaran.

"Pak, ini bus ke mana?"

"Ke Bogor, Mas. Tapi bisa juga... ke dalam diri sendiri."

Anekdot paling kocaknya,
ada satu orang gila yang naik Bus SADAR...
terus jadi waras.
Langsung turun, daftar kuliah, buka usaha, menikah, dan sekarang punya tiga anak.
Katanya:

"Saya gak tau kenapa. Pokoknya begitu naik... saya tersadar."

Dan bus ini cocok buat semua momen hidup:

Abis putus? Naik Bus SADAR.

Kerja gak dihargai? Naik Bus SADAR.

Tagihan numpuk, cicilan gak kelar? Naik Bus SADAR --- biar sadar kalau itu semua hasil gaya hidup, bukan kebutuhan.

Sopirnya juga beda.
Pas jalan, dia sambil muter lagu Islami, terus sesekali ngomong lewat mic:

"Saudara-saudara, dunia ini cuma sebentar, jangan rebutan bangku tengah."

Dan di belakang, ada tulisan:
"Tidak menerima penumpang yang belum sadar."

Keren banget gak tuh?

9. Penutup: Makanan Boleh Menipu, Tapi Hidup Jangan

Setelah melewati bubur yang membingungkan, nasi yang mengguncang logika, susu yang kehilangan arah, dan ayam yang jadi korban KDRT kuliner...
Kita sadar satu hal:

Nama makanan di Indonesia seringkali lebih menyesatkan dari status "teman tapi mesra."

Lo pikir lo tahu,
ternyata lo cuma ngira-ngira.

Lo kira bubur bayi itu bayinya yang dibubur? Salah.

Lo kira nasi kucing itu kucing yang dimasak? Ngeri amat.

Lo kira es teh manis bakal dijual sama teteh manis?
Ternyata?
Tetehnya galak, tehnya pait, hidup lo makin getir.

Dan itu baru dari warung!
Belum dari mantan yang bilang,"Aku baik-baik aja kok..." padahal udah nge-date sama yang lain.

Mungkin...
kita butuh Bus SADAR versi hati.
Transportasi yang bisa bikin kita move on bukan cuma dari Bogor ke Tangerang,
tapi dari ilusi ke realita.
Dari "dia cuma teman biasa"
ke "dia udah tunangan."

Tapi ya begitulah hidup...
Kadang lo mesen kopi tubruk, eh malah lo yang ditubruk kenyataan.
Kadang lo cari susu jahe, tapi yang ada malah pahitnya kehidupan.

Tapi setidaknya... kita masih bisa ketawa.
Karena kalau logika udah gak bisa jalan,
humor lah yang jadi GPS kita.

Jadi besok-besok kalau ke warung,
jangan cuma liat menu...
Liat juga kemungkinan dibohongin.

Dan ingat: Makanan boleh mengecoh nama,
Tapi jangan sampai kita mengecoh diri sendiri.

Sadar, sebelum digeprek kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun