Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Moral Polyphony: Reconstructing Moral Phylosophy Beyond Rawls, Habernas, and Kohlberg

11 April 2025   17:15 Diperbarui: 13 April 2025   04:17 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Their works related to Islamic and Indonesian moral philosophy are used to enrich local and religious values in SMH, especially in the context of cultural dialogue and spirituality.

  1. Zygmunt Bauman

Postmodern Ethics (1993). Provides a view of fluid morality that resonates with ideas about value tension and ethical flexibility in the structure of the SMH.

  1. Tetsuro Watsuji

Rinrigaku (Ethics) (1937/1996). Proposing morality as a relationship between people in space and time, supports the development of SMH as a relational and contextual ethical framework.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun