Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

I Miss You but I Hate You

14 Februari 2016   23:56 Diperbarui: 15 Februari 2016   00:24 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi (koleksi pribadi)"][/caption]

Jungkir-balik Malik memikirkan Tatik. Rasa kangen yang tiga hari ini sudah di ubun-ubun, membuatnya seperti orang yang sudah pikun. Di kepalanya hanya Tatik seorang yang dipikirkan. Di matanya hanya ada Tatik yang terbayang. Memang begitulah kalau orang sedang kasmaran.

Sudah seminggu Malik tak lagi melihat Tatik. Baginya itu merupakan sesuatu yang pelik. Biasanya Malik selalu leluasa memandang Tatik yang sedang sibuk melayani pembeli, atawa kadang-kadang Tatik tampak duduk termangu karena kebetulan sedang sepi. Dari ruang kerjanya, bila jeda sesaat karena kehabisan kata-kata yang hendak ditulisnya, Malik selalu mengangkat wajahnya, dan tatapannya pun berpindah dari layar laptop ke arah kaca, lalu menembus ke luar... Nah, di seberang jalan itu dengan gerobaknya Tatik selu tampak. Antara  ruang kerja di kantornya dengan gerobak tempat jualan Tatik yang berada di seberang jalan itu jaraknya paling hanya sekitar sepuluh meteran.

Sejak dua bulan lalu Tatik jualan di seberang jalan. Berbagai jenis makanan yang digoreng, seperti bakwan, gehu (tauge yang dimasukkan ke dalam tahu), pisang molen, dan ketela. Semuanya digoreng. Minuman hangat pun, teh dan kopi disediakannya juga. Dan Malik menjadi salah seorang pelanggannya. Lewat TG (Telpon Genggam) Malik memesan segelas kopi dan lima buah bakwan kepada nomor yang tertera pada kaca gerobak penjual gorengan itu. Tidak lama kemudian seorang perempuan muda, yang selanjutnya dikenal dengan nama Tatik, muncul di pintu dengan nampan besar di kedua tangannya. Isinya pun bukan hanya pesanan Malik saja. Beberapa teman sekantornya pun banyak yang memesannya.

Saat perempuan muda itu mengantarkan pesanannya untuk pertama kalinya, Malik sudah dibuat terpesona ketika melihatnya. Meskipun hanyalah penjual gorengan, Tatik memiliki wajah yang cantik memang. Mengingatkan Malik hampir mirip dengan pesinetron Dian Sastro. Sungguh. Bentuk tubuhnya pun cukup proporsional. Hanya saja kulitnya sedikit sawo matang. Bisa jadi karena seringkali kena langsung sengatan terik matahari, ditambah debu jalan yang diterpa kendaraan yang berjalan kencang. Tapi itu tak jadi persoalan. Justru Tatik oleh teman sekantornya dijuluki Si Cantik Hitam Manis.

Malik menatap Tatik dengan mata terpana. Dia tidak banyak berkata-kata, dan yang keluar dari mulutnya hanya dua kata, “Terima kasih...” ketika Tatik meletakkan pesanannya di atas meja kerjanya.

Untuk ketiga kalinya Tatik mengantarkan kopi dan lima buah bakwan pesanannya, barulah Malik mempunyai kesempatan untuk berkenalan. Itu pun tidak secara langsung berkenalan sebagaimana biasanya sambil berjabat tangan lalu saling menyebut nama masing-masing. Melainkan karena entah gugup atawa memang mejanya terlalu sempit, saat piring kecil tempat bakwan akan ditaruh di meja, gelas kopi yang sudah diletakkan lebih dahulu tiba-tiba tersenggol piring tanpa disengaja. Gelas kopi pun terjatuh dan isinya tumpah hingga membasahi celana Malik juga. Tatik maupun Malik terkejut dengan insiden itu tentu saja.

“Aduh, maaf tidak disengaja, Pak” kata Tatik dengan gugupnya sambil mengambil saputangan dari kantong roknya. “Biar Tatik bersihkan. Sekali lagi maafkan Tatik, Pak. Sungguh tidak disengaja...”

“Nggak apa-apa... Nggak apa-apa,” sahut Malik sambil menjauhkan pahanya yang tampak akan dipegang untuk dibersihkan oleh perempuan itu. Lalu Malik mengambil tisu, dan melap noda kopi di celananya. Sementara dalam hatinya berkata, “O, jadi Tatik namanya...”. Sedangkan perempuan muda itu sendiri dengan wajah penuh sesal membersihkan tumpahan kopi yang menggenang di atas meja. Maka untuk sejenak dengan leluasa Malik dapat menikmati wajah itu tanpa diketahui oleh pemiliknya yang menunduk.

“Beruntung sekali lelaki yang jadi pacarnya,” bisik Malik dalam hatinya. “Tapi apakah sudah punya pacar atau belum ?” tiba-tiba Tatik mengangkat wajahnya. Kedua matanya menatap Malik yang berkedip-kedip.

“Sudah bersih. Tapi Kopinya biar saya ganti lagi, Pak. Permisi,” kata Tatik sambil beranjak pergi seperti tidak merasa ada apa-apa. Tapi Malik hanya mengangguk sambil tersenyum kecut. Dirinya masih dihinggapi rasa malu yang tak terhingga. Karena telah mencuri pandang dan menikmati keindahan wajah perempuan muda itu. Bak maling yang tertangkap basah saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun