Hujan, menghadirkan tatapan sepasang mata senja. Ada letupan-letupan bahagia di beranda. Bait-bait renjana, mencipta puisi cinta.
Hujan pula, menutup cerita di antara larik-larik duka. Betapa singkat bahagia membahana. Betapa pekat mendung-mendung luka meluruhkan nestapa.
Gelombang waktu memisahkan cerita. Nun jauh tanpa aksara. Puisi cinta terlilit benang-benang luka lama. Tanda tanya, hanyalah mimpi-mimpi bunga asa.
Saat waktu menghentak duka luka, ada fatamorgana melukis bianglala. Kegenitan pikiran sesaat menggulma. Ada tanya, akankah lupa?...Â
Baginya, puisi keabadian cinta menjawab keraguan-keraguan di titik-titik persimpangan tanda. Tak kan pernah lupa. Tak kan pernah binasa.
Puisi cinta, abadi dalam sanubari. Namun waktu, seringkali mencipta airmata. Duka luka, masih menganga. Apakah kau rasa juga?...