Ajakan tersebut membuat Amelia merasa senang, ia sudah lama mengharapkan bermain bersama orang lain, tidak sendiri lagi. Maka, tanpa berpikir panjang, Amelia mengangguk dengan antusias. Ia menarik tangan gadis itu ke dalam rumah. Mereka bermain bersama. Untuk pertama kalinya, Amelia tertawa lepas. Ia tak merasa sendiri.
***
Suara tawa dan ocehan khas anak kecil terdengar di kamar yang didominasi warna merah muda. Terdapat ranjang berukuran sedang, lemari yang lumayan besar, dan mainan-mainan seperti boneka, figura dan sejenisnya berserakan di lantai. Dua tahun berlalu. Amelia dan gadis itu—Nana—menjadi sahabat. Nana adalah satu-satunya yang bisa membuat Amelia tertawa seperti sekarang.
“Sang Pangeran berlari menyelamatkan Tuan Putri… pakai sepeda!”
Amelia tertawa terpingkal-pingkal. Ujung matanya mengeluarkan air, setelah tawanya reda, Amelia berucap,“Mana mungkin Pangeran naik sepeda?”
Nana menyengir konyol.
Keasyikan mereka terganggu saat mendengar ketukan pintu. Mama, Papa, dan perempuan berbaju biru masuk.
“Amelia sayang, mau ikut Mama dan Papa makan malam di luar?”
“Asyik! Boleh aku ajak Nana juga?”
Mama dan Papa saling pandang, tidak menjawab dan diam sesaat, membuat Amelia melunturkan senyumannya dan berkata dengan sedih, “Tidak boleh?”
“Boleh, sayang,” jawab Papa.