Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lebaran Tidak Mudik

22 Maret 2025   22:50 Diperbarui: 22 Maret 2025   23:29 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lebaran tidak mudik, sumber gambar Meta AI

Sambil berdiri tegak di depan pintu pondokan, Sabri melepaskan kepergian teman-temanya satu persatu. Ia berusaha menahan air mata yang ingin jatuh setiap kali melihat mereka meninggalkan pondokan.

Sudah lebih dari lima tahun Sabri dan teman-temannya tinggal di pondokan yang sama yang disediakan pihak perusahaan perkebunan sawit tempatnya bekerja di Sabah, Malaysia. Hampir setiap tahun selalu saja ada teman-temannya yang meninggalkan pondokan, baik untuk pulang selamanya karena kontrak kerjanya di perusahaan sudah selesai ataupun sekedar mudik saat menjelang hari raya Idul Fitri.

Sambil menahan perasaan melihat kepulangan teman-temannya, Sabri hanya bisa pasrah merenungi nasibnya saat ini yang tidak bisa mudik.  Ia hanya bisa bergumam dalam hati "Mereka adalah orang-orang yang beruntung. Karena selain tabungannya sudah cukup, mereka juga memiliki dokumen keimigrasian dan ijin kerja yang lengkap. Sementara saya, meski sekarang ini sudah memiliki cukup uang untuk membeli tiket perjalanan, tetapi tidak bisa mudik karena tidak memiliki paspor".

Masih jelas dalam ingatannya, sekitar 6 tahun lalu, ketika pertama kali tiba di Sabah untuk menjadi pekerja migran, sebenarnya ia memiliki paspor dan ijin kerja. Tapi karena tergiur ajakan temannya untuk berpindah ke perusahaan lain secara diam-diam dengan iming-iming gaji yang lebih besar, ia pun pindah kerja ke perusahaan yang lain. Sementara saat itu, paspornya masih dipegang majikan di perusahaan yang lama dan ia tidak berani memintanya.

Sejak itu, ia pun tidak memiliki paspor sebagai dokumen kewarganegaraan yang sah alias pekerja undocumented. Beruntung ia masih bisa bekerja di perusahaan sawit yang sekarang tanpa paspor, meskipun harus menerima gaji di bawah upah minimum. Ia pun bersyukur dapat pondokan bersama-sama pekerja lainnya.  

Sebagai pekerja undocumented, ruang gerak Sabri sangat terbatas, hanya di lingkungan perkebunan. Ia tidak berani keluar jauh dari perkebunan, apalagi ke kota karena khawatir bisa tertangkap razia imigrasi. Jika sampai tertangkap pihak imigrasi, maka akan ditahan di penjara dan depo imigrasi untuk beberapa waktu sebelum kemudian dideportasi ke Indonesia melalui pelabuhan laut Tawau ke Nunukan.

Jika sampai dideportasi ke Indonesia, kesempatannya untuk bisa kembali bekerja di perkebunan di Sabah sangat kecil sekali. Namanya akan masuk ke senarai hitam atau daftar hitam imigrasi. Sesuai ketentuan di Malaysia, seorang warga asing yang sudah masuk daftar hitam imigrasi baru bisa kembali setelah 5 tahun. Sementara bila harus menetap di kampung halamannya, belum tentu tersedia lapangan pekerjaan bagi dirinya.

Meskipun hatinya sedih karena tidak bisa mudik, Sabri tetap berupaya tegak.  Ia hanya bersikap pasrah dan tidak ingin terhanyut dalam lautan kesedihan. Ia kemudian menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi tantangan yang akan datang.

Setelah menarik nafas dalam-dalam secukupnya, Sabri menyadari bahwa lebaran tidak hanya tentang mudik, tetapi juga tentang bersyukur. Ia merasa bersyukur karena meskipun tidak bisa mudik dan merasakan suasana lebaran bersama keluarga, namun dirinya masih dapat membantu meringankan beban keluarga lewat penghasilannya yang dikirimkan secara berkala. Penghasilannya selama bekerja di Sabah, selain untuk keperluan keluarga seperti untuk membiayai sekolah anaknya, juga ditabung dan digunakan membeli tanah yang akan digunakan ketika ia kembali ke kampung halaman.

"Lebaran tidak harus tentang mudik. Lebaran tentang bersyukur dan berbagi dengan orang-orang yang kita cintai. Kita masih bisa berjumpa meski secara daring," kata Sabri kepada ibunya melalui video call.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun