Pemuda itu memutar mata lalu kembali membuka buku. Gigi ayahanda lembut bergemeretak, memikirkan dosa apa yang ia lakukan di masa lalu hingga dewa memberinya seorang putra keras kepala seperti ini. Sejenak pria itu menarik nafas, jemarinya halus meremas pundak putranya.
"Baiklah, ayah tidak akan memaksa kalau kau tidak ingin menikahi Marina. Tapi kau harus segera memilih, nak. Lihat sekelilingmu. Gadis-gadis di ruangan ini semuanya menatapmu meski kau bersembunyi di sudut gelap ini."
"Mereka tidak melihatku, tapi apa yang akan diwariskan padaku." Jawab pemuda itu sembari membalikan lembar buku.
"Santos, lihat ayah!" Pintah si pria tua.
Pemuda itu memutar leher dengan malas menghadap ayahnya. Raut wajah tanpa emosi ia tampilkan sambil menebak nasihat yang akan keluar dari mulut orang tua ini. Kau bukan lagi anak-anak_ pikirnya.
"Kau bukan lagi anak-anak!" Seru pria itu membenarkan dugaan Santos, "Ayah berjanji pada ibumu agar tidak meninggalkan dunia ini tanpa melihatmu melanjutkan nama keluarga Qasillas."
"Akan kulakukan kalau waktunya sudah tepat, yah. Kau tidak perlu berteriak seperti itu." Ujar Santos tak ingin membuang waktu berdebat dengan ayahnya.
Sesaat puluhan mata melirik kearah mereka berdua, penasaran akan topik pertikaian mereka. Ayahanda tersenyum dingin pada para tamu seolah memberitahu kalau semuanya baik-baik saja. Sejenak kemudian ia lanjut bicara.
"Berjanjilah pada ayah, nak. Ajaklah satu saja wanita untuk menari denganmu malam ini. Lakukan demi jiwa ibumu di surga." Pria itu menatap wajah anaknya penuh harap.
Sejenak Santos menarik nafas. Ia memiringkan leher menghindari pandangan sang ayah. Ibu, kenapa kau tinggalkan aku dengan pria keras kepala ini?Â
"Iya-iya, aku janji, yah" ucapnya.