Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Reog

2 Agustus 2022   21:42 Diperbarui: 4 Agustus 2022   20:30 2039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Seniman menampilkan tari Reog Ponorogo. (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF via kompas.com)

"Meski telah mengalahkan musuh terbesarku, aku tidak bisa memimpin kerajaan ini, sebab perjanjianku dengan dewa terkutuk itu membuat kerajaan Kediri harus berdiri tanpa seorang raja." Ujarnya tak menghiraukan penderitaan Riris.

"Namun perjanjian itu tidak berlaku untuk seorang ratu. Aku mempersembahkan tahta kerajaan Kediri pada kekasihku tercinta, Songgolangit. Berkat dirimu, hari ini aku akan kembali pada pelukannya." Ujarnya menatap Riris dengan tajam.

"Apa maksudmu?" Riris menoleh terengah-engah tak mengerti.

"Topeng reog yang kau bawakan padaku berisi dua hal. Kekuatan untuk menjelma menjadi Singolana, senjata ciptaanku serta jiwa kekasihku, Songgolangit. Keduanya kini berada dalam dirimu, Riris Anggara." Jelas si pria sembari tersenyum puas.

"Apa?"

"Aku berani bertaruh, kau pernah mengenakan topeng ini. Mungkin saat ingin keluar dari kuil itu. Kutu-kutu yang menyerang kalian tidak akan berani mendekatimu."

Riris tertegun. Itu benar. Topeng reog seperti memanggilnya saat ia terpojok di dalam kuil. Setelah memakainya, serangga itu berlari ketakutan seperti disiram air panas.

"Harusnya kau tidak melakukannya wanita bodoh." Si pria kembali menyentuh dahi Riris dengan telunjuknya. 

Serentak rasa sakit kembali menyerang berkali-kali lipat. Ia menjerit, seluruh tubuhnya bergetar bak tersetrum listrik. Pikiran Riris mulai kosong. Kesadaran perlahan meninggalkan dirinya.

Ia tidak ingin menderita lagi. Sudah cukup, ia ingin segera mati, meninggalkan Rangga.... 

Adik kecilnya akan hidup sendiri tanpa dirinya. Tidak, ia tidak boleh menyerah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun