Mohon tunggu...
Ario Aldi L
Ario Aldi L Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis ketika senggang, semakin banyak belajar semakin tidak tau apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kuda Setengah Manusia Setengah

22 Juni 2020   14:22 Diperbarui: 1 Juli 2020   01:10 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : pixabay.com


Ia dilarikan ke rumah sakit setelah beberapa hari waktunya yang lalu dihabiskan untuk ngobrol ngalur ngidul dengan saya, kata dokter ia hanya kelelahan dan kurang istiharat saja. Mendengar hal itu saya memang tau benar apa yang menjadi kebiasaan teman saya itu.

Terakhir saat saya berkunjung nafasnya tersengal-sengal dan berat tangannya tidak dapat seimbang katanya. Saat itu yang saya lakukan sama dengan teman-teman pada umumnya sewaktu berkunjung yaitu memberikan segelas air putih dan menenangkannya. 

Sepulang dari kunjungan itu rasanya kepalaku ingin pecah ditumbuk dari arah yang tak tau dari mana datangnya. Saya sangat mafhum dengan keadaannya saat ini meskipun hal ini terdengar kurang ajar.

Bagaimana sehari-hari ia menjalani aktivitas jarang tidur dan makan pilih-pilih dan mungkin itulah yang membuat kebutuhan nutrisi dalam tubuhnya tidak seimbang dan harus tidur selama beberapa waktu di rumah sakit. Saya bukan dokter atau apapun yang memiliki sertifikasi medis, tapi yang berdasarkan penafsiranku memang demikian.

Sebelum pulang saya mampir terlebih dahulu ditempat makan biasa dulu saya nongkrong dengan teman-teman saya, tapi kali ini saya sendirian. Memang temanku itu banyak mendapat label dipunggungnya bukan label musik ataupun label-label lainnya aka rebel, tentu bukan. Tapi yang paling menohok bagi saya adalah julukan manusia setengah kuda. 

Meskipun label itu tidak ditanamkan dipunggung dan mengerayangi isi kepala saya tapi agaknya saya merasa tersinggung. Bagaimana ia mencoba bertahan selama ini dan bagaimana lingkungannya menancapkan label itu adalah hal yang berbeda dari kebanyakkan yang orang katakan.

Ini bukan tentang baik atau buruk yang dikatakan para moralis, sebabnya saya cukup yakin setelah zaman nabi tidak ada orang di dunia ini yang memiliki hanya satu diantaranya saja dan tentu pasti keduanya dimana yang menjadi hakim adalah momentum. Memang sial terlahir di zaman edan seperti ini celetuknya saat berada di warung ini. 

"Saya memesan nasi dengan telur yang diaduk pak"

"Pakai cabai le?"

"Pakai pak, cuma standar saja"

"Standar itu berapa?"

"Ikut orang-orang saja pak"

"Tiga ya"

Di lain sisi terkadang saya mensyukuri apa yang ia alami saat ini. Saya tau ini tidak benar. Tapi karena terjatuhlah ia dapat belajar kembali. Belajar untuk melihat apa-apa saya yang tak mampu ia lihat ketika ia sedang sehat dan tidak menjaga kesehatannya dengan baik.

Semoga saat ia sembuh ia tidak membaca tulisan saya ini. Karena saya tidak tau respon apa yang akan ia berikan dan saya juga demikian tidak tau respon apa yang akan saya berikan setelah ia membaca tulisan ini. Tapi semoga saja ia memahami betul apa yang ingin saya sampaikan disini.

Jika kerapuhan ada bayangan yang mendampingi manusia ketika berada dihadapan sinar maka bersahabatlah dengan kerapuhan. Memangnya apa yang lebih baik daripada hidup dan menghidupi?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun