Mohon tunggu...
AyahArifTe
AyahArifTe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Ayah

Penulis dan mantan wartawan serta seorang ayah yang ingin bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Putus Cinta Biasa Putus Rem Mati Kita

20 Oktober 2021   16:42 Diperbarui: 29 Juni 2023   16:44 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dailysia.com - pinterest

Sudah lama Muji naksir Yuni. Tapi, ia tak berani mengungkapkan rasa sayangnya pada gadis pujaannya itu. Yuni, anak majikan Muji, memang manis. Kulitnya putih bersih. Orang-orang desa bilang kalau ia minum kopi, maka di tenggorokannya akan terlihat aliran kopi menuju perut, saking putih kulit Yuni.

"Yuni Shara mah lewat," puji Muji suatu hari ketika ia bercerita tentang Yuni pada karibnya, Anto.

"Tapi, nama depannya sama ya?" tanya Anto sambil matanya menerawang membayangkan wajah Yuni idaman Muji.

"Ya kebetulan aja, lur," jawab Muji yang sudah tiga tahun bekerja di perusahaan ayah Yuni.

"Trus, kenapa kamu gak berani lamar dia?" Anto bertanya polos dengan logat kental Jawa-nya, sepolos buku pelajaran anak sekolah yang di awal mata pelajaran baru.

"Heeeh pentol korek! Kamu tuh baru kenal aku kemaren ya?" sergah Muji. "Dia kan anak majikanku. Mana mungkin dia mau sama aku?"

"O iya yaaa ... " kata Anto sambil nyengir kuda -- persis Dono dari Warkop DKI.

Muji kemudian ambil hape-nya. Buka aplikasi WA.

"Toooo ... Antooo ... ini ... ini ... beneran gak yaaa???" Tiba-tiba Muji melotot melihat hapenya.

Anto mendekat dan lihat WA di hape Muji. "Wadduhhh ... ya bener tuuh, Jiii .. itu kan WA dari Yuni My Lovely Dream. Itu nama panjang Yuni?"

"Haddoohhh ... kamu tuh yaa ... " kata Muji sambil mendorong Anto hingga kawannya itu terduduk di bangku. "Aku simpan namanya di phonebook aku dengan nama kesayangan gitu lohhhh."

"Panjang umur ya dia ... jodoh nih berarti. Baru aja kita omongin dia, kan. Dia gak pernah loh kirim WA ke aku," ujar Muji sumringah.

"Ooo ... ngono, tohh," Anto manggut-manggut paham sambil membayangkan nama apa yang mau ia sematkan pada gebetannya juga. "Aku kasih nama 'Sari my bantal guling' aja kali ya?" bathin Anto. "Kan jadinya setiap malam aku bisa membayangkan aku meluk Sari terus .. hihihi."

"Yuuniiiiii ... tiidaaakkk ... hhuuaaaa ... " Tiba-tiba Muji teriak. Anto yang lagi melamun hampir jatuh dari bangku.

"Ono opo, Jiii? Jiii .. ono opooo? Jangan kayak gitulahh ... Jiii ... Aku kan cuma peluk guling doang ... bukan beneran ... "

"Duuh Tooo ... kamu ngomong apa siihhh ..? Ini lloohh .. baca deh ... ternyata WA dari Yuni isinya inii ... " Muji memberikan hapenya ke Anto sambil mengacak-acak rambutnya dan mata berkaca-kaca.

Anto baca pesan dari Yuni, ternyata dalam bentuk gambar yang isinya merupakan Undangan Pernikahan Yuni dan calon suaminya pekan depan. "Yacchh Jiii ... turut berduka ... eh, turut opo yoo kalo gini ... Duh ... yowiss ... mungkin Yuni bukan jodoh kamu, Jiii ... gak apa-apa laahh. Masih banyak cewek manis lain -- tapi jangan Sari, yooo ... hehe."

"Bodoooo amaattt!!! Sari ke laut aja!!!" ketus Muji.

"Yo iyoo iyyooo ... yowis ... jalan-jalan aja deh yuk ... kemana kek ... supaya kamu tenang ngono loohh," Anto berusaha kasih ide.

Muji langsung ambi jaket dan helmnya menuju motor yang ia parkir tak jauh dari tempat mereka duduk di warung ala cafe pinggir jalan.

"Eh, Jiii .. aku jangan ditinggal ngonoo lohh ... " Anto ikut berlari tergopoh-gopoh menyusul Muji.

"Bodddooo amaattt!!!" Muji masih ketus.

"Eh .. Jiii ... mending aku yang bawa motornya deh yoo. Biar aman ... " ucap Anto.

Muji yang sudah duduk di atas motor N-Max nya dengan mesin yang sudah meraung-raung berpikir sejenak.

"Yowis ... nih ... Tumben bener pikiran kamu!" ujar Muji sambil mundur ke bangku belakang motornya. Wajah Muji tertunduk. Anto sudah siap jalankan motor. Tapi, terhenti. Karena jalanan sedang macet rupanya.

"Jiii ... "

"Opo meneeh*?"

"Rem motor ini masih berfungsi kan?" tanya Anto.

"Ya pastilah!" Muji jawab dengan kesal. "Kamu jangan neko-neko** ya! Maksud kamu apaaa???"

"Itu loh, Jiiii!" Anto sambil menunjuk sebuah truk tak jauh dari mereka. "Itu tulisan di belakang truk itu loh, Jiii ... PUTUS CINTA SUDAH BIASA, PUTUS REM MATILAH KITA ... Aku belum siap matii, Jiiii."

* meneh : lagi

** neko-neko : ngada-ngada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun