Mohon tunggu...
Faiz Fauzi
Faiz Fauzi Mohon Tunggu... Penulis - - Sekbid Hikmah dan Kebijakan Publik PDPM Banyumas

Pegiat Filsafat Politik Islam

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Antara Gas dan Rem

25 Maret 2024   11:39 Diperbarui: 25 Maret 2024   11:39 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Salah satu rukun Islam yang populer dilaksanakan di bulan Ramadhan ini adalah puasa. Kewajiban yang satu ini begitu massif dilakukan dengan magnet ritual yang kuat di seluruh penjuru dunia tak terkecuali Indonesia. Ibadah yang bersifat individual ini mencipta tradisi yang dirayakan begitu lekat di penjuru negeri. Semua umat muslim seakan berlomba-lomba untuk tidak ketinggalan dalam menyokong tradisi berpuasa dengan segenap hal-ihwal yang menyertainya.

Melaksanakan puasa selain secara syariat bertujuan menggugurkan kewajiban, juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas iman dan spiritual manusia kepada Allah SWT, dengannya manusia menapak tangga sebagai bagian dari proses seumur hidup agar mencapai derajat insan yang bertakwa dan mempunyai derajat tinggi di hadapan-Nya. Kualitas ketakwaan seseorang dalam hal ini tidak bisa diukur oleh ilmu modern apa pun apalagi melalui ilmu yang sangat positivistik dan materialistik. Ketakwaan murni menjadi hak prerogatif-Nya untuk menentukan kadar kualitasnya. Manusia hanya mampu mengenali gejalanya. Karenanya, puasa dapat digunakan sebagai jalan takwa dengan melihat gejala yang tercermin dalam pola sikap dan perilaku manusia.

Bulan Ramadhan menghadirkan saat-saat untuk  menggapai puncak spiritual manusia baik secara vertikal maupun horizontal. Vertikal artinya hubungan manusia secara total "ke garis atas", kepada Allah SWT, yang dalam dimensi tauhid disebut hablumminallah, sedangkan horisontal artinya bagaimana spiritual manusia tadi mendasari dan terejawantah dalam interaksi sosialnya berdasar rasa kemanusiaan yang tinggi, hablumminannas.

Bersebab manusia berada dalam situasi sosial inilah, maka dibutuhkan strategi tertentu untuk dapat eksis menjalin hubungan kemanusiaan yang baik. Pondasinya adalah tata perilaku diri yang baik pula. Hal itu tidak mudah, apalagi budaya manusia modern yang sangat pragmatis materialis menjadikan kepentingan individu setiap manusia sebagai tujuan dan tak jarang mengabaikan kepentingan orang di sekitar. Orang-orang perlu bersekolah, kuliah, berpolitik, bertani, berdagang, sebagai bagian dari pengabdian terhadap hidup, namun kesemuanya itu ada dalam ranah duniawi. Terkadang, hal ini lebih mendominasi seluruh pemikiran, sehingga berpotensi melupakan tujuan hakiki dari penciptaan manusia. Kehidupan di dunia yang sejatinya hanyalah mampir ngombe, diubah oleh manusia menjadi ngebrok [Jawa], tinggal dan bukan singgah, tidak meneruskan perjalanannya.

Ungkapan populer, "jangan mencari sesuatu secara mati-matian yang sesuatu itu tidak bisa dibawa mati", memberi tafsir bahwa dalam konteks manusia zaman modern sekarang ini yang begitu sibuk memperebutkan jabatan, harta, pangkat tinggi, membuat gedung-gedung megah, mall-mall, industri dengan nilai komersialisasi yang 'wah', sejatinya tidak akan ada artinya karena semuanya tidak akan diikutsertakan di liang lahat saat manusia itu mati. Yang justru diikutsertakan adalah kebajikan atau amal baik yang dilakukan semasa hidup di dunia. Hal inilah yang mengandung nilai esensial tinggi.

GAS dan REM

Berpuasa, sejatinya mendidik pribadi manusia untuk mengenali 'mekanik' [mesin yang bekerja dalam dirinya]. Dalam diri manusia terdapat REM sebagaimana mesin kendaraan bermotor. Maksud dari REM di sini adalah dengan puasa manusia dididik untuk menahan laju hasrat dan nafsu duniawi, khususnya manusia modern yang lekat dengan materialistik dan hedonistik dengan membangga-banggakan keduniawian belaka. Dalam diri manusia terdapat dimensi lain dari 'mekanik', yakni GAS. Maksudnya orang-orang nge-GAS langkahnya untuk berlomba-lomba mencari uang, menumpuk harta, memperkaya diri-sendiri, sikut sana-sikut sini demi kepentingannya tercapai, korupsi, menghalalkan segala cara, tanpa mengindahkan aturan, itula produk khas dari manusia modern yang kapitalis, materialis, dan hedonis. Semua itu akan berbahaya jika tidak dibarengi dengan REM karena bisa blong, artinya bisa kebablasan hingga bisa sebabkan 'kecelakaan'. Karenanya sangat dibutuhkan REM. Alat penahan laju. Dengan berpuasa, manusia diajak untuk nge-REM laju duniawi yang tak terkendali. Dengan puasa, ketakwaan itu mewujud dalam tindakannya yang mampu mengelola diri. Sebagaimana ungkapan  Cak Nun "puasa adalah pekerjaan menahan ditengah kebiasaan menumpahkan. Mengendalikan ditengah tradisi melampiaskan. Ekonomi-Industri-Konsumsi itu mengajak manusia untuk melampiaskan, sementara agama mengajak manusia untuk menahan dan mengendalikan".

Datangnya bulan suci Ramadhan dalam era modern sekarang ini selalau 'disambut' meriah dan gegap gempita dengan aneka iklan sirup, minuman, makanan, suplemen, dan sebagainya, begitu sesak dan riuh menghiasi media cetak maupun elektronik. Hingga ada pameo "salah satu tanda datangnya bulan puasa adalah iklan sirup dan sarung di televisi". Kondisi yang demikian  menglahirkan budaya konsumeris dan hedonis, orang saling berlomba, bahkan dengan membanding-bandingkan milik pribadinya dan milik orang lain. Sarung mahal merk terkenal melirik sarung yang murahan dengan sebelah mata. Orang berbondong-bondong pergi ke pusat perbelanjaan mall, supermarket, minimarket, pasar tradisional untuk membeli barang-barang seakan takut esok tidak kebagian. Banyak yang membeli kebutuhan pokok melebihi hari-hari biasanya, membeli dan mengkonsumsi daging dan susu meningkat drastis dengan dalih untuk menjaga daya tahan tubuh biat kuat dan tidak lapar saat menjalankan ibadah puasa.

Sayangnya, perilaku demikian sudah mentradisi, bahkan mungkin juga disadari [tapi kemudian diabaikan] bahwa itu bertentangan dengan prinsip dasar puasa, yakni menahan. Puasa mendidik diri agar merasakan kehidupan orang-orang yang tak mampu. Puasa berfungsi sebagai REM yang mengendalikan GAS. Fitrah penciptaan manusia adalah dibekali secara given oleh-Nya. Tergantung bagaimana manusia mampu mengelola potensi fitrah itu apakah untuk kerusakan atau kebaikan, apakah untuk melajukan GAS hedonisme dunia atau untuk nge-REM sekuat mungkin agar sampai di 'tujuan' dengan selamat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun