Mohon tunggu...
Arif Maulana
Arif Maulana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Melihat Dari Bawah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seorang Penulis yang Telah Hilang

27 Januari 2022   15:11 Diperbarui: 27 Januari 2022   15:20 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada setiap dinding yang selalu sepi akan membawa zaman terus mati tak menemukan peradaban, ingatan itu terus mambawa pesan akan satu hal yang pudar dari pendidkan dan mengapa kita berada disana. Setiap kali ada pesan yang dicerna dari pengetahuan maka nalurinya adalah mengulang untuk di tuliskan, bahkan ini pun terjadi pada masa pra sejarah dimana manusia purba mencoret-coret dinding tempat tinggal mereka sebagai ingatan yang akan disimpan.

Tapi tak ada yang bisa menyangkal bahwa dunia sudah bergeser kepada hal yang lebih praktis, kemampuan untuk melahirkan kecerdasan sudah di bawa arus teknologi, bukan juga pertanda ini adalah kematian peradaban, namun kita harus bersiap bahwa dunia telah berkali-kali mengandung dan melahirkan peradaban baru. Peradaban yang tanpa kita sadari sebagai anak kandung generasi manusia masa depan dan kita yang ikut serta membesarkannya, mengasuhnya, memberinya makan dan yang paling tragis sebagai mana seorang anak yang membangkan kepada ayah dan ibunya bahwa peradaban baru juga tak jarang membangkang kepada orang tuakandung mereka, generasi melenial yang terbunuh harus mengikuti kehendak mereka.

Masa lalu memang selalu menghadirkan rindu, sebabnya sejarah hadir sebagai air dikala kehausan kita terhadap apa yang semestinya kita ingat, jika sejarah tak pernah di tulis, sebenarnya manusia sudah punah sebelum ilmu pengetahuan itu tumbuh dan berkembang.

Laksana penyakit bahwa setiap kemajuan juga beriringan dengan munculnya penderitaan. Setiap bangsa harus berperang guna menuju era baru kehidupan, sekarang peperangan telah usai, namun penderitaan lahir dengan cara pertikaian yang lain oleh kecerdasan manusia sebagai ambisi kemujuan peradaban manusia berikutnya.

Dan kita adalah korban dari banyak perkelahian, namun sekali lagi, orang-orang harus berterimakasi kepada sejarah yang telah di tulis, sebab disana manusia mengerti batas, antara kebengisan dan norma-norma yang harus kita pertahankan. Namun sayang beribu kali disayangkan, manusia justru menderita sebab tak membaca sejarah. Sejarah bukan lirik lagu yang diiringi irama music untuk kenikmatan, untuk mewakili perasaan galau atau yang sedang dimabuk asmara, sejarah adalah ilmu yang hanya mampu difahami dengan menyelami samudra pengetahuan, mengapa dunia ada, dan mengapa manusia begitu menderita. Sejarah adalah tulisan yang harus kita rawat sebagaimana sebuah kecambah yang kita tanam.

Hari menjelang siang, angin berlalu seperti kendaraan melintasi jalanan, debu-debu berterbangan membaur bersama hirupan nafas, dan  daun-daun yang sudah tua gugur dari pohonya. Pukul 11:00 seorang anak duduk di pinggiran sebuah toko, menunggu seseorang datang dan ingin mengadu sebanyak-banyak nya tentang kecemasanya, tak lama kemudia seorang pria datang dan membuka pintu toko, sebuah toko buku yang hampir tak dikunjungi selain pemiliknya dan seorang anak laki-laki yang duduk di bangku sekolas kelas dua SMA. Anak laki laki itu selalu berada disana di toko buku itu untuk membaca, bercerita dan tak jarang seperti hari ini pada jam pelajaran sekolah dia justru berada disana, di toko buku itu.

"bang Harun, mengapa kau terlambat membuka toko buku mu hari ini?"

"tak mengapa, aku sudah tahu bahwa hanya kau yang selalu hadir kesini, ahahahaha"

Harun menjawab dan membuka pintu toko yang berada di tengah keramian orang namun selalu sunyi di kunjungi, sabab membaca bukan kebutuhan pokok, apalagi membeli buku, itu adalah hal paling sia-sia yang dilakukan manusia saat ini, jangankan masyarakat umum, mereka yang terlibat dalam sistem pendidikan entah itu guru atau pelajar tak pernah tahu kenapa kita harus membeli buku. Buku adalah kesia-sian yang menghabiskan uang untuk sesuatu yang tak selalu kita genggam, yang tak selalu kita gunakan, buku adalah hal aneh disaat semua meresa pelajaran adalah tanggung jawab guru tanpa pelajar semestinya terlibat untuk melihat apakah apa yang diajarkan adalah benar atau mencari referensi lain atas pengetahuan yang disampaikan pada jam-jam pelajran.

"kenapa kau tak masuk sekolah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun