Kabupaten Magelang, khususnya Kecamatan Ngablak, memiliki tradisi budaya yang kaya dan terus dilestarikan oleh masyarakatnya. Salah satu tradisi yang paling khas dan rutin digelar setiap tahun adalah Kirab Tumpeng, yang merupakan perwujudan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Tradisi ini tidak hanya menjadi sarana untuk bersyukur kepada Tuhan, tetapi juga mempererat hubungan sosial antarwarga dan melestarikan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.Â
Makna dan Filosofi Kirab Tumpeng
Kirab Tumpeng merupakan bentuk penghormatan kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan melalui hasil pertanian yang melimpah. Mayoritas penduduk di Ngablak bermata pencaharian sebagai petani, sehingga keberhasilan panen menjadi hal yang sangat penting bagi kesejahteraan mereka. Dengan mengadakan kirab ini, masyarakat berharap agar hasil pertanian di tahun-tahun berikutnya tetap baik dan semakin meningkat.Â
Tumpeng yang digunakan dalam kirab ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Biasanya, tumpeng dibuat dari nasi kuning atau nasi putih, berbentuk kerucut sebagai perlambang gunung yang melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran. Tumpeng ini dikelilingi oleh berbagai lauk-pauk dan hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan, serta umbi-umbian, yang mencerminkan kekayaan alam dan keberlimpahan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat Ngablak.Â
Selain itu, prosesi kirab juga menjadi bentuk penghormatan kepada para leluhur yang diyakini telah berjasa dalam membangun desa dan memberikan ilmu pertanian kepada masyarakat setempat.Â
Prosesi Kirab Tumpeng
Acara Kirab Tumpeng biasanya dimulai dari titik kumpul di desa-desa yang terlibat, seperti Dusun Sowanan lalu akan diarak keliling ke Dusun Ngablak. Warga berkumpul mengenakan pakaian adat Jawa, membawa tumpeng di atas kepala mereka sebagai simbol penghormatan dan rasa syukur. Kirab ini dilakukan dengan berjalan kaki secara beriringan sambil diiringi oleh musik tradisional, seperti gamelan.Â
Rute kirab biasanya mengarah ke tempat-tempat yang dianggap sakral atau bersejarah di daerah tersebut. Salah satu tujuan utama adalah Makam Eyang Suro Gendero, yang dipercaya sebagai tempat peristirahatan seorang tokoh penting yang turut berjuang dalam perjuangan Pangeran Diponegoro. Setibanya di lokasi, warga akan mengadakan doa bersama untuk mengenang jasa para leluhur dan memohon berkah agar desa mereka selalu dalam keadaan sejahtera.Â
Setelah prosesi doa selesai, acara dilanjutkan dengan pembagian tumpeng. Masyarakat akan duduk bersama untuk makan tumpeng dalam suasana kebersamaan yang hangat. Tradisi ini mencerminkan nilai gotong royong dan solidaritas yang masih kuat di kalangan masyarakat Ngablak.Â
Kirab Tumpeng dan Pariwisata Budaya
Selain sebagai tradisi keagamaan dan budaya, Kirab Tumpeng juga memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata. Setiap tahunnya, banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk menyaksikan keunikan acara ini. Pemerintah daerah dan komunitas budaya setempat terus berupaya untuk mengenalkan Kirab Tumpeng kepada khalayak luas agar tradisi ini tetap lestari dan semakin dikenal oleh masyarakat luar.Â