Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.780 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 24-04-2024 dengan 2.172 highlight, 17 headline, dan 106.868 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mulai dari Pengalaman Membaca dan Menulis Puisi hingga Akhirnya Bergabung di KSI

3 Juli 2020   08:36 Diperbarui: 3 Juli 2020   11:58 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Puisi adalah sebuah karya seni hati yang terangkai dalam bait-bait yang indah. Setidaknya itu definisi puisi bagi saya pribadi. Kata indah memang sangat subyektif. Bagi saya sebuah puisi bisa sangat indah, namun bagi orang lain puisi tersebut bisa saja dianggap biasa-biasa saja. Itu sah-sah saja. Saya pun tidak ingin memperdebatkannya.

Puisi selalu dapat menghibur hati saya dalam segala suasana. Kala hati sedang senang maupun susah, membaca puisi tetap menyenangkan. Ada dua buku kumpulan puisi yang menjadi koleksi pertama saya. Satu buku puisi berbahasa Indonesia, berjudul Puisi Baru, Sutan Takdir Alisjahbana.

Dokpri
Dokpri
Satu buku puisi lainnya dalam bahasa Inggris berjudul The Lion Book of Christian Poetry compiled by Mary Batchlor. Buku ini adalah hadiah seorang teman waktu saya meninggalkan kota Surabaya untuk kembali bekerja di sebuah kota tak jauh dari kampung halaman.

Dokpri
Dokpri
Kedua buku puisi ini menjadi bacaan saya selama bertahun tahun dan berulang-ulang. Sampai saya menulis di Kompasiana dan mulai mengenal banyak rekan Kompasianer yang membuat buku puisi. Selanjutnya beberapa buku puisi karya mereka menjadi koleksi saya.

Itu adalah sekelumit pengalaman saya yang berkesan dengan membaca puisi. Pengalaman saya berikutnya adalah tentang menulis puisi. Sudah sejak saya berada di bangku SMP, saya menulis puisi. Tidak terlalu banyak puisi saya di masa muda.

Perjalanan usia mengiringi perjalanan menulis puisi. Saya lebih giat berpuisi setelah saya tinggal jauh dari keluarga saat saya sekolah di luar kota. Waktu itu saya masih anak SMA. 


Puisi-puisi mulai tertuang di buku harian saya. Saya sajalah yang membaca koleksi puisi tersebut. Menulis sendiri dan dibaca sendiri.
Kebiasaan menulis puisi dalam buku harian terus berlanjut sampai saya kuliah di Surabaya. 

Banyak sekali karya-karya saya dan semuanya adalah puisi hati. Puisi hati yang keluar sepenuhnya dari lubuk hati. Tentang apa saja. Waktu kuliah, puisi-puisi saya banyak berisi untaian doa mengenai pergumulan kuliah saya.

Setelah lulus kuliah dan bekerja, saya mulai berani menuliskan puisi-puisi saya di media social. Berawal dari facebook  hingga akhirnya menulis di blog pribadi. Tentu saja tidak semua puisi saya publish untuk konsumsi umum. Saya memilih dan memilah, mana puisi yang ingin dibaca bebas.

Ada kendala yang saya hadapi dengan mengunggah puisi saya di media sosial facebook. Seorang teman kenalan saya "protes" pada salah satu puisi saya bertema kematian. Ini hanya sebuah refleksi saja karena waktu itu saya baru saja menghadiri upacara pemakaman seorang yang sangat saya hormati.

Demi untuk menjaga relasi, saya hapus puisi saya dari facebook. Saya tidak mau menjadi batu sandungan terhadap teman saya tersebut. Saya tahu, kalau tidak dihapuspun itu hak saya bukan. Bukankah itu facebook saya. Kalau tidak mau baca, ya jangan follow facebook saya. Gampang kan?

Tapi sebagai penulis puisi waktu itu, saya tetap menghargai pendapat steman saya tersebut, demi menjaga persahabatan kami, hilanglah puisi tersebut dari wall facebook saya. Tapi saya tetap saya simpan puisi tersebut dan saya unggah di blog pribadi.

Kendala berikutnya dalam berpuisi di blog pribadi, ternyata yang baca hanya saya saja. Eh, koq jadi sama seperti saya menulis di buku harian ya. Itu pikiran saya. Tapi tetap aja saya menulis puisi di blog bertajuk Ari Budiyanti.

Saya tidak ingat kapan mulai memberi label Puisi Hati Ari Budiyanti pada setiap puisi karya saya. Bahkan saya berani membuat page pribadi yang isinya khusus puisi saya, nama page saya juga sesuai label puisi saya Puisi Hati-Ari Budiyanti.

Menulis puisi di Kompasiana menjadi sebuah kebiasaan baru bagi saya. Mulai 1 Desember 2018, saya, atas meotivasi kakak kelas di kampus, mulailah berpuisi di Kompasiana sampai kemaren tanggal 30 Juni 2020. Saya sangat menikmati puisi-puisi saya ketika dibaca dan dikomentari rekan pembaca. Ada perasaan baru yang saya rasakan. Ternyata menyenangkan.

Kalau mengenai pengalaman puisi hanya dibaca saya sendiri atau sedikit pembaca juga sudah saya alami sebelumnya. Saat saya menulis puisi di buku harian dan blog pribadi. Semua proses perjalanan berpuisi ini saya nikmati. Saya hanya terus menulis mengikuti kata hati saya saja hingga menjadi karya-karya puisi hati Ari Budiyanti.

Peristiwa penting dan indah lainnya yang saya alami dua minggu terakhir ini adalah bergabung di group KSI. KSI singkatan dari Komunitas Sajak Indonesia. Ada banyak pemuda-pemudi yang usianya mungkin separuh usia saya, aduh ketahuan kalau saya tak muda lagi ya, sangat potensial menulis puisi. Mereka begitu bersemangat.

Tiap pagi, siang, sore, malam bahkan pernah sampai dini hari, ada saja yang membagikan sajak atau puisinya. Keren ya. Semangat dan energi mereka luar biasa. Saya jadi berasa "sarapan, makan siang dan makan malam" menu puisi indah. Saya juga dong ikut berbagi puisi-puisi saya dengan anggota KSI.

Saya akui, saya banyak belajar dari anak-anak muda ini. Mereka memberikan puisi-puisi dengan aneka tema dan pemilihan diksi yang beragam. Ada beberapa yang membuat karya puisi dalam bahasa daerah. Ada juga yang berpuisi dengan gabungan beberapa bahasa. Dhuh keren sekali, batin saya. Saya sungguh punya harapan besar pada KSI ini.

Mereka juga memberi saya motivasi tersendiri dalam berpuisi. Mereka suka membaca puisi-puisi karya saya untuk bahan bacaan. Setidaknya itu sumbang sih saya di dunia literasi karya sastra Indonesia.

Saya selama ini tidak pernah berpikir muluk-muluk. Sangat sederhana motivasi saya dalam menulis puisi, hanya mencurahkan isi hati dalam kata-kata. Berbagai peristiwa dalam kehidupan menjadi inspirasi. Baik alam, emosi, para bintang idola saya, film drakor, dan masih banyak lagi.

Jadi kalau Anda sekalian baca karya puisi saya, semoga bisa menikmatinya saja ya, jangan pernah "take it personally" atau jangan di ambil hati. Jarang sekali saya menulis tentang orang-orang terdekat, sebagian besar adalah hasil renung diri dan imajinasi. Sama seperti kalau saya menikmati karya puisi, tentu saja hanya menikmatinya saja. Pelajaran berharga apa yang bisa saya ambil dari puisi tersebut, sebatas itu saja.

Kepada karya puisi para rekan muda di KSI, saya juga selalu membaca habis semua puisi yang mereka buat. Saya apresiasi sebisa saya. Jika ada puisi yang saya tidak pahami maksudnya, akan langsung saya tanyakan ke penulis. Meskipun saya bebas saja menafsirkan puisi mereka sesuka saya. Itu kan hak pembaca. 

Tapi saya pribadi memilih berdiskusi langsung dengan para penulis puisi ini. Ini salah satu cara saya menjalin relasi dengan anak-anak muda pencinta karya sastra puisi.

Hal menarik yang ingin saya ceritakan untuk menutup kisah saya adalah mengenai ketertarikan mereka untuk mencoba menulis di Kompasiana seperti saya. Ada yang minta bimbingan langsung cara membuat akun di Kompasiana, ada juga yang berusah sendiri.

Saya dengan senang hati membagikan aneka tips menulis yang banyak ditulis oleh Pastor Bobby  (demikian saya menyapa Beliau) di Kompasiana dalam akun Ruang Berbagi. Karena saya sendiri belum pernah menulis tips menulis puisi untuk orang dewasa. Semoga suatu saat nanti ya.

Saat ini, saya hanya merasa bisa berbagi tips menulis puisi untuk anak-anak karena keseharian saya memang sebagai guru SD. Jadi saya hanya menulis tips puisi untuk anak-anak. Dan mengherankan lagi, artikel tersebut jadi pilihan editor dengan keterbacaan sangat wow buat saya. Karena tulisan saya jarang sekali mendapat view sebanyak itu.

Dokpri, hasil screenshot
Dokpri, hasil screenshot
Waktu melihat angka cantik dalam artikel 5 tips Sederhana menumbuhkan Minat Anak Menuliskan Puisi Mereka Sendiri, segera saya abadikan, viewnya mencapai 1111. Empat angka 1 berejejer manis dengan cantik dan mengagumkan buat saya pribadi. Sekian kisah saya yang ternyata cukup panjang ini. Semoga Anda berkenan membaca sampai selesai.

Kapan-kapan saya tuliskan beberapa aktivitas menarik di Komunitas Sajak Indonesia. Tunggu tulisan-tulisan saya berikutnya.


Mari terus berbagi kebaikan melalui tulisan. Salam literasi

Written by Ari Budiyanti
3 Juli 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun