Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.780 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 24-04-2024 dengan 2.172 highlight, 17 headline, dan 106.868 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Lagi Ada Rahasia (Nyatakanlah Sekarang)

2 November 2019   20:03 Diperbarui: 13 Maret 2020   19:36 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Lily sepasang makar putih yang indah murni. Seperti dua hati yang menyatu. Photo by Ari

Akhir tahun ini aku akan pulang. Haruskah kuberi tahu dia? Pada awal-awal aku tinggal di  benua ini, selalu kukabarkan kapan aku pulang. Namun tak pernah cocok waktunya dengan dia. Selalu saja sedang berlibur, jauh dari kota tinggalku. Mengapa aku tak mengunjuginya di rumah tinggalnya saja? Mungkin rasaku padanya tak sebesar dan sedalam itu. Dan mungkin aku hanya takut dia menolakku. Meski sangat tidak mungkin. Aku saja yang tak berani mencoba bertanya. 

Sebagai seorang teman, saling mengunjungi adalah hal wajar. Entah berapa kali dia datang ke kotaku. Meski begitu tak pernah aku mendatangi kotanya. Beberapa kali dia tanya tempat tinggalku, saat dia berada tak jauh dari komplek perumahanku. Namun tak satu jua pernah kujawab tanya itu. Aku hanya tak ingin saja dia tahu rumahku. Aneh ya. Aku hanya tak siap untuk segala kemungkinan. Bahkan jika kemungkinannya adalah dia memiliki rasa yang sama padaku. Entahlah.

"Desember ini pulang sayang?" Tanya mami padaku saat kami melakukan percakapan melalui skype. "Iya Mami, aku pulang dua Minggu. Mami mau dibawakan apa kali ini?" Aku memang terbiasa membawakan mami aneka hadiah dari benua tempat aku bekerja dan belajar. Jarang mami mengungkapkan langsung apa yang jadi inginnya. Sering kudapati infonya dari kakak perempuanku. Dan aku membawakannya sebagai kejuatan semata. 

Apakah aku harus menemui Vira? Apakah aku akan cukup berani menyapanya, bertemu langsung dan bercakap semua kisah? Iya sudah 10 tahun tidak bersua. Bahkan saat aku berangkat ke benua ini, aku tak memberinya kabar. Tahu-tahu dia kontak dan aku bilang saja sedang di luar negri. Astaga. Dia bahkan tak marah. Hanya memberiku ucapan selamat berulangkali karena bisa bekerja dan sekalian study di sini. 

Terakhir kami bertemu di kotaku. Saat dia masih bekerja di sini. Namun sekarang sudah tidak lagi. Meski begitu tak seberapa jauh sehingga bisa beberapa kali mengunjungi kotaku yang selalu kurindu. Bahkan terakhir kulihat foto-fotonya bertebaran di media sosial. Berada di beberapa sudut kotaku. Kota yang selalu membuatku rindu pun dia. Dia sudah memiliki semua rindu dan hatiku. 

Sebuah pesan privat masuk lagi di media sosialku. Undangan seminar di kotaku. Seminar adalah kesukaannya. Heran, meski sibuk bekerja, dia masih saja menyempatkan diri mengikuti aneka seminar di hari Sabtu. Sejak dulu dia memang suka belajar. Itu salah satu yang membuatku sangat mengaguminya. Wanita yang tidak hanya baik hatinya tapi cukup smart dan terpelajar. Aku lihat waktu pelaksanaan seminar. Bulan Desember. Pas waktunya aku pulang  tapi Desember kan waktu dia liburan panjang. Biasanya dia tidak di kotaku saat aku datang di penghujung tahun. 

"Angga, siapa tahu kamu pas pulang. Atau setidaknya ada keluargamu yang mungkin berminat." Pesan itu dari Vira. Baru saja aku memikirkannya, seolah dia merasa dan dia mengirimiku pesan itu.

"Thanks Vira" hanya itu jawabanku. Dia pun tak bertanya lainnya. Bulan berganti. Desember hanya tinggal di depan mata. Waktu kepulanganku ke benua kami tinggal menghitung hari. Masih tak kuberi kabar dia kalau aku akan pulang. Namun aku terus ikuti kabarnya melalui media sosialnya. Sampai aku pastikan dia akan datang pula dalam seminar itu. Akan kukejutkan dia dengan tiba-tiba datang tanpa memberinya kabar dulu. Kira-kira bagaimana ya responnya. Aku membeayangkan betapa terkejutnya dia jika bertemu denganku. 

Tapi bagaimana kalau dia tidak datang sendiri? Bagaimana kalau dia datang bersama seorang pria? Sejauh yang kulihat di media sosialnya, ku hanya melihat postingan puisi maupun karya cerpennya yang bertemakan cinta. Tak pernah kulihat dia posting foto dia bersama pria. Tak sekalipun. Itu yang membuatku merasa nyaman dan aman. 

Sabtu depan seminar itu, tepat pukul 9 pagi. Sementara aku pulang ke negaraku, benua tempat kami tinggal pada hari kamis. Jadi masih ada hari Jumat untuk kuhabiskan bersama keluargaku. Taka ada foto atau berita apapun kutuliskan di media sosialku. Ini menjadi rahasiaku saja. Kalau sampai semua tahu aku datang, akan banyak yang minta janjian ketemu. Liburanku hanya dua minggu. Tak akan cukup menemui semua teman. Jika satu kutemui, yang tidak kutemui bisa menganggap aku sombong. Serba salah aku. Maka sebaiknya tak kutemui saja semua. Aku lebih suka menghabiskan waktuku untuk bersama keluarga. 

Aku ingat, kalau dia datang seminar, meski tak ada teman, selama temanya dia suka dia pasti akan ada di sana. Aku akan bawakan dia apa ya. Sebagai hadiah setelah 10 tahun tak bertemu. Buku sajakah? Dia pengemar berat buku. Dia juga penggemar berat bunga. Dia sering bilang ingin mengunjungi salah satu negara di benua aku tinggal. Hanya karena ada taman bunga yang disebut surganya benua tempatku bekerja dan belajar kini. 

Dia selalu bilang ingin lihat bunga tulip, bunga daffodil, maupun bunga-bunga lainnya yang aku sungguh lupa nama. Bagaimana aku bisa ingat, ku bahkan tak pernah perhatikan kalau bunga-bunga itu mekar. Aku hanya akan memperhatikan pekerajaanku, pelajaranku dan buku-bukuku yang sangat banyak. Aku juga tidak merasa tertarik dengan bunga. Biasa saja buat aku. 

Atau sebaiknya kubawaksn dia coklat saja? Bukankah banyak wanita yang suka coklat. Apalagi di sini ada coklat yang sangat terkenal. Aku benar-benar bingung mau kubawakan apa. Setelah berpusing ria memikirkan oleh-oleh yang hendak kuberikan, akhirnya sudah kuputuskan.

Sabtu itu, aku datang ke ruang seminar dengan jantung berdebar. Astaga, mau bertemu dengannya saja aku merasa deg-degan begini. Sangat kencang jantungku berasa berdebar. Aku cari sosoknya di ruang seminar itu. Berharap ada kursi kosong di sebelahnya. 

Dan aku tahu tempat favoritnya. Tidak jauh-jauh dari pembicara seminar. Selalu saja begitu. Benar. Aku lihat dia di sana. Masih banyak tempat kosong. Aku memang sengaja datang lebih pagi. Ternyata dia sudah datang duluan. Kulihat dia sibuk memainkan handphonenya. Foto ruang seminar dan sebentar pasti akan update di media sosialnya. Aku hanya tersenyum. Tak juga berubah sedikitpun. Keaktifannya di media sosial sangat berbeda denganku. Namun sisi baiknya, aku jadi selalu tahu kabarnya.

Aku mendekatinya tanpa dia sadari. Karena dia sibuk dengan gadgetnya. "Boleh saya duduk di sini? Kosong kan?" Kataku tanpa menyapa namanya. Dia terdiam, mendemgar suaraku. Dia secepat kilat memalingkan wajahnya dari gadget yang dipegangnya. "Angga" hampir saja dia berteriak kalau tidak cepat-cepat kuberi kode agar tenang. Aku hanya tersenyum sumringah. Dia bahkan tak menjawab tanyaku. Hanya menatapku tak berkedip. "Oh, kursi ini sudah ada pemiliknya ya? Baiklah, aku duduk di tempat lain kalau begitu" kataku lagi saat dia masih menatapku dalam diam. 

Aku siap melangkah pergi ketika aku merasa ada yang menahanku, dia memegang lenganku. "Angga. Duduk sini saja. Kosong koq." sambil tersenyum cerah dia menjawabku. Dan ketika dia sadar sudah memegang lenganku agak lama. Dia langsung melepaskannya. 

" Eh maaf" katanya malu-malu. Aku membalasnya dengan senyuman saja. Lalu duduk di sebelahnya. "Angga kapan pulang?" Aku mengernyitkan keningku, ingin menggodanya. "Astaga, Vira, aku baru databg sudah ditanya kapan pulang? Tidak suka kalau aku datang ya?" Jawabku dengan wajah pura-pura marah. "Apa? Bukan begitu. Maksudku, kapan kamu datang dari benua barumu itu? Kamu bahkan tak mengabariku. Kalau tahu kamu akan datang kan aku bisa kerahkan semua teman untuk kita reunian kecil hari ini" katanya tak berhenti bicara. Memang Vira beberapa kali mengatur pertemuan aku dan teman-teman tapi selalu saja gagal dan ini kali pertama aku bisa akhirmya bertemu dengannya saja. 

Ada sedikit kesal yang dia pikirkan masih saja mempertemukan aku dengan teman-teman. Bukan dengan dia saja. Ini anak apa masih ga paham juga ya kalau yang sangat ingin kutemui hanya dia saat ini. Aku hanya memberinya senyum. Belum sempat kami mengobrol banyak, pembawa acara sudah naik ke podium  mengumumkan seminar akan segera dimulai. Akhirnya kami hanya bisa saling diam. Dia pun udah langsung mengeluarkan buku catatannya. Sibuk mendengarkan dan mencatat apa saja. Ini pula yang masih belum juga berubah darinya. Sejak awal aku mengenalnya. 

"Nanti ku fotokopi ya catatannya." Kataku memecahkan keheningan di anatara kami saat tiba waktunya break makan siang. Dia menatapku ceria. "Tulisanku jelek. Habis pembicaranya cepat sekali bicaranya. Daya tangkapku tak sama lagi seperti masa muda." Aku tertawa kecil. "Memang sekarang udah merasa apa?" Tanyaku. Aku tak mau mengatakan kami sudah makin menua. Dia menatapku dengan riang. Astaga tatapan itu membuat jantungku ingin berhenti berdetak karenan saking cepatnya. Aku coba untuk menenangkan diri dan memberi senyuman kecil saja. 

"Angga. Aku senang sekali bertemu denganmu hari ini. Kejutan sangat indah di akhir tahun. Bagaimana kabarmu?" Dia mengalihkan pembicaraan. "Baik. Aku sudah mendapat gelar master science ku di sana. Baru saja." Dia menepuk bahuku kencang tanda kekagetannya. Akupun sama kagetnya dengan tepukan itu. "Hei, selamat ya. Astaga. Kenapa tak beritahu aku. Kamu pasti kemaren-kemaren sangat sibuk ya. Sampai-sampai pesan-pesanku tak kau balas. Maaf aku tak tahu. " katanya dengan wajah khasnya kalau menyesal dan sedih. Aku hanya memberinya senyuman lainnya. "Inikan udah dikasi tahu. Iya agak sibuk kemaren-kemaren. Maaf ya. Jadi seperti cuek padamu." Vira hanya mengangguk. Selesai waktu makan siang. Seminar pun dilanjutkan. Kami selesai seminar sekitar pukul 3 sore. 

"Aku antar pulang ya" kataku saat menjelang waktunya pulang. "Kamu serius Angga? Tempat tinggalku kan jauh. Di luar kota." Dia masih tak percaya dan kulihat wajah terkejutnya. "Tidak apa. Sekalian aku mengunjungi saudaraku yang tinggal tak jauh dsri tempatmu" itu alasanku saja agar dia tidak menolakku. Kami bersama memasuki mobil silverku. Dia menatapnya agak sangsi. Aku tersenyum. "Kenapa? Takut? Aku bisa koq nyetir. Aman" dia hanya tertawa kecil. "Habis selama ini aku tahunya kamu selalu kemana-mana naik kendaraan umum. Lalu jalan kaki. Aku tidak tahu kalau kamu bisa nyetir." 

Aku hanya tertawa kecil. Kubukakan pintu untuknya. Sesampainya di dalam mobil aku mengambil sesuatu di jok belakang. "Untukmu Vira. Semoga suka ya" aku berikan oleh-oleh yang kupikirkan dengan sangat. "Wow, terimakasih banyak Angga. Astaga aku senang sekali. Tuhan baik sekali memberiku kejutan manis ini. Boleh aku buka sekarang?" Aku hanya mengangguk. Rasa bahagia menyelinuti hati saat aku melihatnya sangat senang.

Dibukanya kotak hadiah dariku. "Angga, it's beautiful. I like it so much." Buku kumpulan puisi karya sastrawan kenamaan. Ada juga beberapa biji bunga kemasan. Semoga saja cocok ditanam di sini. Sementara, saat ini, hadiah itu saja yang bisa kuberikan. Aku tahu, dia sangat mengagumi sastrawan penulis buku itu.

"Angga. Aku bahagia sekali. Terimakasih ya" Vira menatapku dengan  berhiaskan senyum manisnya. Aku hanya membalas dengan senyuman. Lalu, kamipun berbincang banyak hal selama perjalanan menuju tempat tinggalnya. Perjalanan lancar. Hanya sekitar 1 jam. Astaga cepat sekali. Aku berharap macet saja agar bisa lebih lama bersamanya dalam perjalanan.

"Besok masih di sini Vira? Aku jemput pagi ya. Aku menginap di rumah saudaraku di sekitar sini. Papi dan mami juga sedang ada di sini. " Aku memberanikan dirinya mengajaknya bertemu lagi.

"Iya, jam berapa? Apa aku perlu beritahu teman-teman. Agar mereka juga bisa.. " aku cepat menggeleng, "Jangan, kamu saja. Ada yang ingin kubicarakan denganmu" dia mengernyitkan keningnya. "Kenapa ga bilang sekarang saja?" Desaknya. Aku hanya menggeleng. Lalu mengantarnya sampai gerbang tempat dia tinggal. 

Aku melajukan sedan silverku ke rumah saudara sepupuku. Ada papi mami dan semua anggota keluarga berkumpul. "Besok pagi jadi ajak Vira berkenalan dengan kita?" Tanya mami. Aku mengangguk. "Sayang, jangan kau tahn-tahan lagi perasaanmu. Nyatakanlah sekarang  seandainya kamu memang mencintainya. Ajaklah dia menikah dan tinggal bersamamu." Aku hanya membalas nasehat mama dengan senyuman. Lalu berjalan menuju kamar tempat aku beristirahat.

Keesokan paginya aku jemput Vira. Setangkai mawar pink kubawa untuknya. Dia penyuka warna pink. Tak bisa dipungkiri. "Astaga, sepagi ini sudah mampir ke toko bunga demi ini?" Tanya Vira riang. Aku mengangguk. "So sweet. Ini romantis sekali. Angga. Aku suka. Makasih ya." Katanya riang. "Vira, ingat tidak, dulu kau pernah minta aku mainkan satu lagu diiringi piano untukmu?" Vira langsung mengangguk. "Sudah alama sekali itu aku mintanya. Habis aku cuman tahu darimu kalau kamu bisa main piano. Tapi kan aku tak pernah tahu sendiri. Eh, tapi koq kamu ingat saja?"

Aku membalasnya dengan senyuman saja. "Angga. Kamu tahu ndak. Cara kamu tersenyum itu masih sama seperti saat kita kenal di kampus. Saat masa-masa menempuh kuliah S1 kita. Senyum yang menenangkan. Dan aku suka melihatmu tersenyum" kata Vira enteng. Aku tahu Vira memang mudah memberi apresiasi pada seseorang begitu dia lihat hal baik dari orang itu. Hanya saja, aku heran mengapa selama ini dia tidak pernah bilang kalau dia suka senyumanku. Tahu gitu aku banyakin tersenyum aja padanya dari dulu ya. 

"Kita mau ke mana sekarang Angga?" Tanya Vira membuyarkan lamunanku. "Ke rumah saudaraku. Aku akan mainkan piano untukmu di sana. Ada papi mami juga. Mereka ingin bertemu denganmu. " jawabanku meluncur lancar sambil kuperhatikan respon Vira. 

"Apa, ka ..kamu mau perkenalkan aku dengan keluargamu. Koq ga bilang sih. Aku,.. mana pakai baju begini juga. Santai sekali bajuku. Kirain cuman mau jalan ngobrol berdua di mall. Angga, balik yuk, aku ganti baju dulu yang lebih resmi gitu" kata Vira sambil menepuk-nepuk bahuku. Aku kaget juga melihat dia sepanik itu. Menurutku bajunya udah amat sopan. Mau ganti baju apa lagi. " Itu rumahnya udah di depan mata. Udah ga apa. Kamu udah nampak cantik dan sopan koq pake baju itu." Entah mengapa pujian itu meluncur manis dari bibirku. Dia menatapku tersipu. 

Kami pun sampai di rumah saudaraku. Papi dan mami juga keluarga yang lain sudah berkumpul. "Ayok turun. Semua sudah menunggu." Dia menggeleng. Aku terkejut. "Aku, aku grogi banget nih Angga. Kamu juga apa-apaan ngenalin aku ke keluargamu tanpa pemberitahuan. " ada kepanikkan kulihat diwajahnya. Kupegang tangannya untuk menenangkan. Astaga dingin sekali. Sepanik itukah dia. 

"Santai saja. Mereka baik koq. Mereka memang sangat ingin mengenalmu sejak lama. " jelasku. "Apa maksudmu sejak lama?" Tanyanya heran. "Vira, kamu adalah satu-satunya wanita yang kucintai dari dulu. Aku mencintaimu. " tak bida lagi aku menahan rasaku. Semalaman aku sudah berdoa. Memohon Tuhan beri aku kekuatan menyatakan rasaku padanya .

"Tapi, Angga, kau tak pernah menunjukkan rasa itu padaku. Kau selama ini selalu cuek padaku. Apa mungkin kamu mencintaiku?" Tanyanya ragu-ragu.

"Karena kau selalu saja mengisahkan padaku pria-pria yang ada di hatimu. Katakan padaku. Siapa sebenarnya pria yang selalu ada di hatimu?" Aku menatapnya lembut. Dia menatapku balik masih dengan rasa cemas. "Aku .. " dia tak bisa menjawabku. "Ayok turun" kataku memecahkan keheningan.

Vira turun dari mobil. Kami masuk dan menemui keluargaku. Vira yang awalnya gugup, tapi dengan kehangatan sambutan keluargaku, dalam sekejap dia sudah bisa menyesuaikan diri. Bahkan sudah tertawa bersendau gurau bersama mamiku yang juga sama-sama penggemar bunga sepertinya. Sementara papi dan kakak perempuanku, mereka juga terlibat dengan perbincangan dengan nyaman. 

Pada akhirnya, aku mainkan pianoku bukan hanya untuk Vira, tapi juga keluargaku. Vira, dengan seluruh kisah cinta yang pernah dia kisahkan, ternyata tak lain adalah segala pelarian rasanya saja. Buatnya, pria yang selalu menetap dihatinya ternyata juga pria yang selama ini terus mendoakannya. Akulah dia. 

Aku akan segera melamarnya. Dan mengajaknya tinggal bersamaku di benua yang lainnya.  Semoga dia mau. Doakan aku ya 


Artist: Luciano Pavarotti and Celine Dion

Song: I Hate You Then I Love You

.....

Written by Ari Budiyanti

2 November 2019

#CerpenAri

Baca juga kisah sebelumnya di: rahasia-hati-rahasia-cintaku-selamanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun