Sepekan mengikuti program Seminar on Investment and Trade Promotion under RCEP di Shanghai, kegiatan cukup padat, tersusun rapi, jadwal dilaksanakan sangat disiplin. Tidak ada aktivitas pribadi pada pukul 09.00-17.00. Semua difasilitasi. Kelas, wisata, belanja, serta kunjungan ke industri dan expo.
Namun, tentunya kita punya keinginan sendiri untuk berkegiatan sendiri. Pagi sebelum sarapan saya biasa keliling di sekitar hotel, melihat-lihat pusat olahraga. Di seberang hotel, hampir semua jenis olahraga ada tempat trainingnya. Saya sempat berkeliling di training center tenis meja. Saya mikir, pantas selalu juara China. Ada sekolah sports, universitas sports, fasilitas lengkap.Â
Investasi besar-besaran dan tidak tanggung-tanggung untuk olahraga. Saya yakin tidak dikorupsi proyeknya. Saya juga biasa lari atau sekadar jalan kaki keliling. Sore saya biasa ke minimarket (untuk sekadar beli mi asal Indonesia) atau ke masjid.Â
Baru hari ini keluar agak jauh tanpa dipandu. Tujuannya Nanjing Road. Sekitar 11 km dari hotel kami. Konon tempat ini adalah yang teramai di Shanghai. Banyak turis dari berbagai negara, Arab, Afrika, beberapa Eropa, dan tentunya Asean. Pusat belanja barang-barang mewah, bermerk, tapi harga relatif lebih murah dibanding di Indonesia. Meski menurut saya tetap saja mahal.
Pas kelas selesai langsung bersiap berangkat. Biar cepat sampai kita naik DiDi (Gocarnya China). DiDi bagian dari aplikasi pembayaran terbesar di China, Alipay. Harganya lumayan mahal sekitar 49 Yuan kalau dirupiahkan 100k lebih. Saya berdua sama Mas Triadi.
Mas Triadi ini fungsional madya di Kemendagri. Salah satu timnya adalah di pengendalian inflasi daerah. Yang rapat setiap Senin itu. Beliau pernah ke Mamasa dalam rangka supervisi. Cuma kami berdua yang cowok yang lain cewe-cewek keren semua. Ada dari Setneg, Kemenkeu, Bappenas, dan yang paling muda dari Kemendag. Semuanya lulusan luar negeri S2-nya, kecuali 1 yg bentar lg juga berangkat ke luar negeri.
Kembali ke Mas Tri, dia cukup tahu banyak daerah karena sudah sering interaksi dengan Pemda. Kami cerita kalau udara Shanghai saat ini mirip-mirip seperti Mamasa di Sulbar. Pas dicek memang benar, saat siang hari suhunya sama 20-22c. Saat malam dan pagi hari lebih dingin dari itu.
Oiya, China itu sangat luas wilayahnya. Pada umumnya ada 4 musim. Saat sekarang ini musim semi di mana di beberapa tempat bunga-bunga bermekaran, banyak turun hujan ringan yang cukup lama. Kami dibekali payung ke mana-mana. Sebentar lagi masuk musim panas. Setelah itu akan masuk musim gugur, diikuti musim dingin.
Kembali ke Nanjing Road. Perjalanan dengan DiDi sekitar 45 menit. Setelah itu mobilnya langsung pergi, aplikasi gagal bayar padahal. Mas Tri bayar pakai kartu debit yang tersambung ke aplikasi Alipay tapi gagal bayar terus. Mulai panik. Jangan sampai gara-gara uang 100k kita bermasalah kepulangannya. Dicoba terus tapi baru berhasil besoknya setelah dibantu pendamping kami (panitia).
Nanjing Road kami keliling mencari pesanan istri Mas Tri. Sepatu. Tapi gagal beli karena edisi terbatas. Harga jelas cocok karena lebih murah. Katanya di Jakarta sekitar Rp2 jt lebih, di sini kalau dirupiahkan sekitar 1,4 juta. Tapi barangnya tidak tersedia. Ada tapi sepertinya gak cocok warnanya atau ukuran.
Komunikasi kita lebih banyak pakai google translate. Kadang ada juga penjaga toko yang bisa bahasa Inggris. Kami masih keliling untuk sekadar melihat-lihat dan membeli sesuatu yang harganya terjangkau. Buat anak-anak.
Pulang pakai Shanghai Metro. Sebelumnya cari informasi stasiun pemberhentian. Keren banget sih transportasi publik ini. Cakupan terpanjang di dunia secara total (800+ km), menghubungkan pusat kota, bandara, stasiun kereta, dan area suburban. ((deepseek))
Beli tiket bisa melalui aplikasi. Kami beli tiket single journey. Memasukkan uang tunai ke mesin tiketnya. Harga tiket murah, hanya 4 Yuan sudah bisa menjangkau banyak sekali stasiun. Bandingkan saat berangkat menggunakan DiDi tadi yang mencapai 49 Yuan. Kereta cepat sekali datang, fasilitas nyaman ber-AC, ramah disabilitas, ada toilet di setiap pemberhentian (stasion).Â
Kecepatan kereta bisa mencapai 400 km/jam. Kami tiba di pemberhentian terakhir hanya sekitar 30 menit, itu sudah termasuk jalan kaki berganti kereta. Kemudian jalan kaki lagi ke hotel sekitar 7 menit. Besok-besok mungkin bisa pakai Metro aja kalau keluar, pikirku.
Saya perhatikan semua fasilitas dan kenyamanan yang diberikan, berapa uang, yah, untuk investasi itu. Ditambah lagi pemeliharaan untuk menjaga kenyamanan dan kebersihan. Saya yakin, sekali lagi, ini tidak dikorupsi proyeknya. Kalau pun dikorupsi mungkin kecil sekali.
Saya jadi teringat materi di kelas dalam buku Xi Jinping, bagaimana dia berhasil mengatasi kemiskinan dan memberantas korupsi. Menjadikan pemerintahannya, salah satu yang terbaik di dunia. (*)
Semoga dimudahkan bercerita lagi, cerita yang menarik..:)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI