Saya terkejut, tiba-tiba anak itu sudah berdiri di depan pintu. Tidak memakai alas kaki. Wajahnya bulat, telinganya agak melebar, dan pipinya tembem, tapi mulutnya menyamping ke kiri, terus melengkung ke atas sedikit.Â
Terlihat seperti mengejek. Ketika ia mulai bicara, seakan-akan mengolok orang di depannya. Kalau orang yang tidak biasa bertemu dengannya, kontan akan marah. Ia menunjuk-nunjuk tempat di atas. Belum sempat saya memahami apa yang dia sampaikan. Ia langsung lari.
Saya terpaku melihatnya. Membuyarkan anganku untuk melanjutkan sebuah tulisan. Sementara laptop saya tutup. Dan kembali melihat aktivitas anak kecil itu barangkali bias menjadi inspirasi. Atau paling tidak menyelami lebih dalam mengapa dia seperti itu.
Saya ikuti dia, saya telusuri. Tepat di halaman rumah Pak RT. Saya lihat ia bermain dengan anak-anak yang menurut saya tidak seusianya. Bicaranya a i u, mirip orang bisu. Kadang air liurnya menetes, dibiarkan saja tanpa berusaha diusap. Kemudian berteriak.Â
Lalu berlari lagi. Muter-muter. Â Saya heran lalu bertanya kepada orang di sekitar itu. Ibu yang sedang mengasuh anaknya sambil main hape.
"Dia sebenarnya umurnya berapa, Bu?"
"Maaf, ada apa Pak?" Ibu menatap saya, sambil meletakkan hapenya dan membetulkan posisi duduknya.
Sembari menunjuk anak itu. Saya mengulang lagi.
"Dia sebenarnya umurnya berapa,?"
"O. Si Doel umurnya sekitar dua puluh lima tahun."
"Terus, kenapa ia masih bermain dengan anak kecil?"