Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ayam

27 Mei 2018   09:56 Diperbarui: 27 Mei 2018   10:03 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tokopedia.com/vlartgallery/

Seekor ayam mengeluh. Entah kenapa atau mungkin karena sudah bosan menjadi ayam terus menerus. ia curhat kepada temannya.

"Kenapa kita terlahir menjadi ayam, yang selalu menjadi korban keganasan manusia. Kenapa Tuhan tidak menjadikan kita menjadi manusia saja, bisa kemanapun, bebas, tidak terkurung di kandang terus menerus. Bisa jalan-jalan ke mall, wisata, atau kuliner kemanapun. Sedangkan kita setiap hari makan dedak dan jagung saja. Bosan." katanya sambil memuntahkan butiran jagung di paruhnya.

"Dilihat dari segi bentuk tubuh, kita memang ada kemiripan dengan manusia. Berjalan di atas dua kaki. Tapi apa daya, tangan ini, berubah menjadi bulu semua. Yang katanya sayap tapi tidak bisa terbang, bisanya hanya loncat-loncat. Tidak seperti burung bisa terbang tinggi ke manapun ia pergi. Tapi kalau itu disebut tangan, kenapa tidak bisa memegang seperti manusia, makan dengan tangan, mana ada tangan cuma bulu, tidak ada jari-jarinya, sehingga hanya paruh ini saja yang berfungsi untuk makan. Makanan selalu di atas tanah. Tidak bisa dihidangkan di atas meja. Ah jijik." lanjutnya sambil mengepak-ngepakkan sayap.

Kukuruyuk.. kururuyuk..

"Setiap kali kita memanggil-manggil tidak ada  yang mengerti. Oleh manusia hanya bisa diartikan pertanda waktu shubuh, padahal itu juga berarti minta makan, minta minum, minta keluar dari kandang, dan lain sebagainya. Dasar manusia budek. Emangnya kita ini dianggap alarm."

Kukuruyuk.. kururuyuk..

"Terkadang kita dijadikan dunia hiburan. Kita disuruh bertarung mati-matian. Saat waktunya jadi pemenag. Tetap yang untung manusia, dapat uang. Yang berjuang ayam, yang mendapat ucapan selamat manusia. Coba manusia mikir, apa seperti itu masak akal," keluhnya.

Tiba-tiba datang pemilik ayam. Masuk kandang dan membersihkan kotoran ayam, mencuci tempat minuman, membuang makanan yang tersisa dan menggantinya yang baru. Kemudian dia mengecek di petarangan, tak ada satu buti telur pun yang dijumpai.

"Bangsat.!" pemilik ayam itu memaki.

"Sudah diberi makan tiap hari, tiga kali sehari, minum dan dibersihkan kandangnya, masih saja tidak mau bertelur. Ayo coba kurang apa. Dasar memang ayam tidak pernah berpikir, tidak tahu balas budi. Tidak mengerti harga sembako naik. Jagung dan dedak pun tak ketinggalan ikut meroket. Besok kalau kamu tidak mau bertelur, saya sembelih semua", teriaknya sambil menunjuk-nunjuk semua ayam di kandang. 

Entah karena mengerti bahasa manusia atau takut ancaman. Kontan saja, semua ayam mendadak berhenti dan kaget, setelah itu kembali lagi seperti semula, berkokok dan muter-muter.

Lalu pemilik ayam itu mengeluh.

"Kalau diatur begini terus, lama-lama aku bisa bangkrut. Uang keluar terus, sedangkan tak ada satupun yang bisa dijual. Mending jadi ayam saja, tidak perlu berpikir, kerjanya hanya makan. Enak jadi ayam, makanan sudah ada yang menjamin, minuman disediakan, tempatnya dijaga, dan tahinya ada yang bersihkan. Sebaliknya, mana ada yang mau bersihkan kotoran manusia, boro-boro ayam mau membersihkan, manusianya sendiri saja ogah."

Setelah lama mengeluh. Ia lalu melamun dan mulai berimajinasi.

"Andai ada di negeri dongeng, salah satu telur ayamku ada yang telur emas. Saya bisa jual, milyaran. Setelah itu bangun rumah mewah, beli mobil dan cari istri cantik. Duh, asyiknya jadi kaya raya. Kaya karena ayam."

Grubyakk...!!

Lamunannya buyar. Ada salah satu kandang ayam ambruk.

"Aalamak...! Betapa sial nasibku, sudah tidak punya ongkos, sekarang malah kandangnya rusak." pemilik itu tambah kesal, langsung ia pergi meninggalkan kandang begitu saja.

"Bertelur dulu, entar saya perbaiki," pesannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun