Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Ujung Harapan

26 Mei 2018   06:57 Diperbarui: 26 Mei 2018   07:16 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: sukawati-art.com

"Aku ingin menjadi guru," jawabku ketika ditanya tentang hobi.

"Kenapa harus guru? Guru gajinya sedikit. Kenapa tidak ingin menjadi arsitek, dokter, kontraktor, pengusaha, atau apalah yang lainnya, yang bisa menghasilkan duit banyak."

"Aku ingin menjadi guru, seperti Pak Sardi."

"Memangnya kenapa harus Pak Sardi yang menjadi contoh?

"Ia idolaku. Inspirasiku, segala hal yang kami lihat dari dia, selalu membangkitkan semangat. Penjelasannya runtut, sedikit demi sedikit, sabar dalam mendidik anak-anak, tekun, rajin dan istiqomah. Perhatiannya pada murid, bagiku sangat luar biasa. Apalagi dibandingkan dengan guru yang lainnya. Pokoknya Pak Sardi kalau mengajar selalu menyenangkan. Itulah mengapa aku suka pelajaran matematika, ya itu, dari beliau, yang menginspirasi."

Itu percakapan tujuh tahun yang lalu, ketika Guru BP menanyakan tentang cita-citaku ingin ke mana. Semua harapan dan cita-cita, aku kejar sekuat tenaga. Aku ingin mengabdi mencerdaskan anak bangsa ini. Hingga kini, aku lulus dengan predikat cumlaude  jurusan Matematika FMIPA UNESA. Sampai sekarang harapan untuk menjadi guru, tetap menyala. 

Tekadku memang sudah bulat menjadi guru. Lulus kuliyah aku sudah siap mengajar di mana saja, kapan saja. Aku siap ditempatkan di pelosok daerah, yang muridnya hanya satu. Bahkan aku siap tetap mengajar, meski tidak digaji sekalipun yang kata orang lain mustahil. Ada kenikmatan batin, di dalam mengajar. Melihat senyum  anak-anak. Melihat proses bagaimana tidak bisa menjadi bisa.

"Coba lihat dan perhatikan, siswa atau murid yang ketika awalnya tidak bisa kemudian menjadi faham materi yang kita ajarkan. Senyumnya. Mimiknya dan gerak-geriknya. Kamu akan merasakan angin segar yang entah dari mana datang, membuat hatimu semakin sejuk." kataku kepada Sari, temanku.

"Ah masak sih. Kamu lebay." bantahnya.

"Eeeh. kamu memang belum merasakan. Yang kamu lakukan hanya memasak, memasak dan memasak. Meski jadi koki. Kamu mestinya bisa juga bisa membedakan rasa, warna, dan ukuran bahan racikan makanan yang akan kamu olah. Kira-kira kurang lebihnya seperti itu, siswa yang akan kami ajar."

"Heemmm.."

"Kita membentuk, mentrasfer sekaligus mendidik. Tidak hanya menambah ilmu pengetahuan saja, tapi kita memperhatikan akhlaknya. Karena pendidikan adalah memanusiakan manusia. "

"Terus kenapa sekarang kamu tidak mengajar?"

"Itulah realita dan kenyataan Sari. Harapan dan impian yang aku kejar, tidak selamanya terwujud. Aku berusaha memahami itu."

"Masalah suami ya?"

"Sebenarnya bukan ia melarang untuk mengajar. Tapi aku lihat sendiri, kondisiku saat ini. Saya sangat repot sekali merawat dan mendidik anak.  Saya fokus untuk mengajar anak saya saja dulu, daripada saya titip-titipkan ke orang lain yang arah pendidikannya kurang jelas."

"Lalu?"

"Kamu lihat anak tentangga sebelah itu. Dimana sang anak, tak lagi rindu dan sayang kepada ibunya sendiri, anak tersebut malah lebih sayang kepada pembantunya. Kalau nangis, yang bisa menenangkan hanya pembantunya sedangkan ibunya sendiri kuwalahan. Saya tidak ingin seperti itu."

"Jadi sekarang kamu sudah tidak ingin ngajar?"

"Saya ingin tetap mengajar. Mengajar anak-anakku sendiri. Mungkin ini yang terbaik bagi saya." jawabku.

Sari menjabat tanganku, dan berpesan.

"Selamat menjadi Ibu yang baik kawan. Yang selalu punya banyak tangan untuk melakukan banyak hal. Merawat, mengasuh, mengajar, mendidik dan sabar, serta selalu berbuat yang terbaik untuk kebahagiaan rumah tangga. Aku bangga, punya teman sepertimu."

Aku pun tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun