Sakit yang Membuka MataÂ
Karya : Aprina Enzel Sihotang
Hujan turun sejak sore. Deras dan tak kunjung reda, membasahi atap rumah Arka yang sudah lama bocor. Ember dan baskom tersebar di beberapa sudut lantai, menampung air yang menetes dari langit-langit yang keropos. Di pojok kamar, Bu Rini batuk keras. Suara napasnya terdengar semakin berat.
"Mas... Ibu kok panas ya," bisik Dika sambil menyentuh dahi ibunya yang basah oleh keringat dingin.
Arka segera berlari ke dapur, mengambil handuk kecil dan merendamnya dengan air dingin. Ia kembali ke kamar dan menaruh handuk itu di dahi ibunya.
"Ibu... bertahan ya... Arka di sini..." ucapnya lirih, mencoba menahan gemetar di suaranya.
Tubuh Bu Rini menggigil hebat. Matanya mulai sayu, dan bibirnya bergetar tanpa suara. Saat itulah, ketakutan yang selama ini berusaha dikunci di dalam hati Arka mulai menyeruak ke permukaan. Ia panik. Ia tak tahu harus bagaimana.
"Dik, jaga Ibu sebentar. Mas panggil Pak Darto!"
Arka berlari ke rumah tetangga, tak peduli pada hujan yang membasahi seluruh tubuhnya. Pak Darto, tetangga yang sudah dianggap seperti paman sendiri, langsung sigap begitu melihat wajah pucat Arka di depan pintu.
"Cepat ! Ayo kita bawa Ibu ke puskesmas !"
Dengan bantuan Pak Darto dan istrinya, Bu Rini dibawa menggunakan sepeda motor ke puskesmas terdekat. Dika ikut digendong oleh Bu Reni, istri Pak Darto, sementara Arka duduk di boncengan belakang sambil memeluk tubuh ibunya yang lemah.