Mohon tunggu...
Aprilia NurmalaDewi
Aprilia NurmalaDewi Mohon Tunggu... ASN

Abdi negara, ibu dua putra, penyuka fiksi romantis dan fiksi traveling yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tamu Untuk Kim Jun

5 Maret 2025   13:07 Diperbarui: 5 Maret 2025   13:07 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kim Jun dan persiapan suneung. Sumber: https://media.easy-peasy.ai/

Kim Jun bukanlah murid terbaik di sekolah, tetapi ingatannya sangat tajam dan terang benderang mengenai apa pun itu termasuk wajah seseorang. Maka ketika ada yang meragukan ingatannya, Kim Jun pun menjadi penasaran.

Itulah yang terjadi ketika Ibu Kim Jun membawa seorang tamu ke apartemen mereka. Seorang guru les Bahasa Inggris untuk persiapan suneung*, ujian masuk universitas di Korea Selatan yang menegangkan.

Kim Jun menggaruk-garuk kepala mencoba mengingat pertemuan lain dengan guru les barunya. Dia yakin pernah melihat pria tampan itu sebelumnya. Namun, Ibu Kim Jun bersikeras bahwa guru les itu adalah orang yang belum pernah mereka temui atau kenal sebelumnya.

Kim Jun setuju bahwa kemampuan Bahasa Inggris-nya begitu lemah sehingga ibunya memanggil guru privat ke rumah dan bersikap berlebihan terhadap hal itu. Untuk perkara Bahasa Inggris itu dia setuju, tetapi dia tidak setuju jika pria itu adalah orang asing.

Suatu siang, guru les Bahasa Inggris-nya menelepon dan Ibu Kim Jun terlihat gugup.

"Guru Bahasa Inggris itu akan datang, belajarlah dengan baik. Ibu akan keluar untuk berbelanja."

Selalu seperti itu. Ibu Kim Jun akan terburu-buru meninggalkan rumah dengan berbagai alasan saat guru les menelepon dan mengatakan akan segera datang. Mungkin sang ibu bosan berdebat dengannya tentang siapa sesungguhnya pria guru les tampan itu sehingga setiap kali guru les itu tiba di apartemen mereka, Ibu Kim Jun akan buru-buru mengatakan dia punya banyak urusan.

"Apakah menurutmu Bahasa Inggris-ku sangat payah sehingga ibuku malu berada di sekitarku saat jam les privat?"

Pria yang menjadi guru les privat Kim Jun hanya tersenyum. Dia meyakinkan Kim Jun bahwa sikap ibunya wajar saja.

"Aku rasa bukan hanya ibumu yang bersikap berlebihan menghadapi suneung. Itu wajar."

Guru les privat Kim Jun tampak cukup bijaksana. Dia juga teman bercerita yang menyenangkan.

"Kau punya waktu 45 menit untuk mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris. Aku pikir 45 menit cukup. Kau siswa yang cerdas."

Untuk kali pertama dalam hidupnya, Kim Jun disebut cerdas oleh seseorang.

"Bahkan ibuku tidak mengatakan aku cerdas." Kim Jun tersenyum kecut, memainkan pensil di tangannya.

"Tidak semua orang tua mudah memuji anaknya."

"Kalau begitu, kau pasti sering memuji anakmu. Dia sangat beruntung."

Guru privat Kim Jun mengernyitkan dahi. "Tidak, tidak seperti itu."

"Kalau begitu dia juga anak yang sama sialnya dengan aku." Kim Jun tertawa. Guru privat-nya tersenyum kecut.

Pembicaraan selalu mudah untuk Kim Jun dan guru privat-nya. Sejak itu, akan lebih baik jika Kim Jun sendiri yang mengangkat telepon.

"Kau tidak perlu menghubungi ibuku lagi. Kau bisa langsung meneleponku mengenai jadwal les agar ibuku tidak perlu bersikap berlebihan."

Guru les privat itu mengiyakan. Kim Jun berharap ibunya sedikit lebih tenang.

*

"Guru les privat akan datang hari ini? Apakah dia tiba sebentar lagi atau akan sedikit terlambat?" Ibu Kim Jun mencecar putranya dengan pertanyaan. Rupanya perempuan itu masih merasa panik padahal dia tidak perlu lagi mengangkat telepon guru privat.

Kim Jun menggaruk-garuk kepalanya. "Kenapa Ibu selalu seperti itu? Pergilah berbelanja atau mengambil pakaian di binatu. Terserah Ibu saja."

Ibu Kim Jun mendekati sang putra lalu mengusap kepalanya. "Aku hanya gugup karena hari ujianmu akan tiba."

"Ibu bisa memilih Universitas Korea atau Seoul. Aku akan berusaha keras. Lagipula guru privatku bilang aku anak yang cerdas."

Ibu Kim Jun beranjak. "Baiklah aku sudah menyiapkan kudapan untuk kalian. Aku akan keluar sebentar. Mungkin kau benar, aku akan sekalian menjemput pakaian di binatu."

Kim Jun menatap punggung ibunya hingga menghilang di balik pintu. "Aku akan mendapat nilai Bahasa Inggris terbaik. Ibu lihat saja nanti."

*

Guru privat Kim Jun menutup buku kisi-kisi ujian di hadapannya. Dia tampak bersemangat.

"Apakah menurutmu aku akan lulus? Apakah nilai Bahasa Inggrisku tidak akan mengecewakan Ibu?"

Pria di hadapan Kim Jun mengangguk tegas. "Aku pikir kau sudah sangat siap. Besok atau lusa, bagaimana kalau kita bertanding basket saja?"

Mata Kim Jun berbinar-binar. "Sungguh-sungguh seperti itu? Aku tidak perlu belajar lagi?"

Guru privat-nya mengangguk sekali lagi.

"Baiklah. Tapi aku lebih suka bermain catur. Basket membuatku kelelahan. Mungkin karena tubuhku tidak tinggi."

"Menurutku kau cukup tinggi."

"Kata Ibu aku cukup tinggi tetapi tidak setinggi ayahku."

"Oh, ya, aku tidak pernah melihat ayahmu. Apakah dia juga gugup sehingga pergi meninggalkan rumah seperti ibumu?" Guru privat itu mungkin bergurau tetapi air wajah Kim Jun berubah seketika.

"Aku tidak pernah bertemu ayahku. Dia meninggalkan kami sejak lama."

Guru privat menghela napas. "Aku minta maaf. Aku pikir selama ini, ayahmu sedang bekerja atau mengunjungi suatu tempat."

"Ibu tidak menikah setelah ditinggalkan Ayah." Kim Jun tiba-tiba terkekeh. "Sangat canggung menyebut kata 'ayah'. Aneh."

Guru privat mengusap wajahnya. "Untuk itulah ibumu selalu ingin yang terbaik. Dia pasti ibu yang hebat."

Kim Jun menatap langit-langit ruangan seperti mencoba mengingat-ingat. "Selain kepanikannya yang tidak beralasan, Ibu adalah perempuan dengan sejuta keistimewaan."

Guru privat menatap Kim Jun lekat-lekat. Anak laki-laki itu meneruskan kalimatnya.

"Dia menjadi karyawan di pagi hari lalu mengurus anak sepanjang hari. Masakannya lezat dan dia pandai matematika. Hanya saja, menurutnya, untuk pelajaran Bahasa Inggris, kaulah yang terbaik."

Ucapan Kim Jun membuat guru privat tersedak. Segera diraihnya segelas air untuk meredakan. "Bagaimana dengan catur?"

Kim Jun mengetukkan jari telunjuknya ke permukaan meja. "Catur? Akulah yang terbaik."

*

Sore itu langit mendung dan cuaca sangat dingin. Ibu Kim Jun tampak kewalahan memegang payung dengan satu tangan dan membawa sekantong bekal di tangan lain. Dia tergesa-gesa menuju sekolah Kim Jun. Untunglah hari itu suasana kota sepi, seperti biasa saat suneung berlangsung.

Kim Jun berangkat sejak pukul enam pagi karena khawatir terlambat mengikuti ujian. Hari sudah sore dan sebentar lagi ujian selesai.

"Kau bawa kue beras ketannya?" Seorang pria menyambutnya di depan pagar sekolah Kim Jun.

"Park Jung Hoon, kau datang tepat waktu," ujar Ibu Kim Jun sambil mengatur napasnya.

"Aku bahkan berdoa di kuil sebelum ke sini."

Ibu Kim Jun tertawa. "Kau ke kuil sekarang? Penjara mengubahmu."

Mendengarnya, pria bernama Park Seung Hoon itu tersenyum kecut. "Aku ingin nilai Bahasa Inggrisnya sesuai harapan. Aku yakin dia bisa."

"Kim Jun memujamu."

"Itu berarti rencanamu berhasil?"

Ibu Kim Jun menganggukkan kepala.

"Apakah kita akan memberitahunya hari ini?"

"Tentang apa? Bahwa ayahnya dipenjara karena dituduh membunuh tanpa alasan?" Ibu Kim Jun menatap pria itu, bertanya-tanya.

Pria di hadapannya menunduk dalam. Tidak menjawab.

"Kim Jun senang karena kau membuatnya belajar dengan santai. Dia juga bilang kau tampan dan pandai bermain catur."

Pria itu memandang jauh ke depan, memerhatikan satu per satu siswa yang keluar.

Ibu Kim Jun mendekati pria itu. "Maafkan aku, jika hasil ujian Kim Jun baik, maka pertemuan kalian cukup sampai hari ini saja. Aku takut dia benar-benar mengingat dan mengenalimu."

Mata pria itu berkaca-kaca. "Terima kasih sudah mengizinkan kami bertemu, meski rupanya tidak ada jalan untuknya menerimaku kembali."

Dari jauh, Kim Jun tampak berlari cepat sambil melambaikan tangan. "Hebat, Tuan Park sungguh hebat. Semua soal terasa mudah dan aku bisa mengingat semua yang kau katakan," kata Kim Jun bersemangat.

Kim Jun memeluk sang guru. "Tapi aku masih merasa benar-benar mengenalmu. Kenapa misteri itu tidak juga bisa terpecahkan?" lanjutnya.

Pria bernama Park Jung Hoon itu bergeming sesaat, tubuhnya seketika dingin. "Lupakan saja. Yang pasti nilai ujianmu sangat baik dan itu artinya inilah pertemuan terakhir kita, Kim Jun."

Ibu Kim Jun menjadi kikuk, rasanya dia ingin segera pergi dari sana, mengambil pakaian di binatu atau membeli sesuatu di pasar, apa saja. Sementara Kim Jun dan pria itu hanya saling menatap.

*

Catatan:

Suneung: Ujian masuk universitas di Korea Selatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun