Mohon tunggu...
April Hamsa
April Hamsa Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Blogger at https://keluargahamsa.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bayi Berat Badan Lahir Rendah, Bisakah Bertumbuh dan Berkembang Normal?

9 November 2018   23:24 Diperbarui: 7 November 2021   19:31 10458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bayi yang lahir dengan berat di bawah 2,5 kg disebut Bayi BBLR.| Koleksi pribadi

"Anaknya nangis terus tuh. Sudah, tak usah disusui lagi, bikinkan susu sapi saja!" Saran seorang perempuan paruh baya kepada ibu yang usianya tampak lebih muda. Si Ibu yang lebih muda ini tengah mendekap bayi mungilnya.

Si ibu yang lebih muda ini kemudian memandangi bayinya. Bayi yang baru dilahirkannya beberapa hari lalu itu, memang berbeda dari bayi-bayi lainnya. Tubuh bayinya kurang berisi, telapak kakinya cuma sebesar cakar ayam, pahanya semungil paha ayam, tulang dadanya agak menonjol, kulitnya keriput, dan dipenuhi bulu-bulu halus.

"Sebentar, Bu. Ini masih mau mencoba menyusui langsung," kata si ibu menyusui.

Sementara itu, si bayi kecil mulai mengeluarkan suara lemahnya. Si ibu kembali berusaha membuat si bayi menikmati Air Susu Ibu (ASI). Namun, tampaknya si bayi yang juga bermulut kecil tetap tidak bisa menyusu. Tak lama kemudian, bayi kecil itu mulai menggeliat-geliat, protes. Si ibu pun tak kuasa membendung air dari pelupuk matanya.

"Sudah, kesinikan bayimu! Ibu mau beri dia susu sapi saja. Ibu tak tega cucu ibu kelaparan!" Kalimat si perempuan paruh baya bahkan tak bisa didengarnya lagi.

Tiba-tiba, si bayi sudah berpindah ke gendongan si perempuan paruh baya. Tangisan si bayi pun secara ajaib berhenti. Si ibu menyusui yang sudah tersadar dari lamunannya, kini hanya bisa memandangi anaknya meminum cairan putih dalam botol susu dengan lahapnya. 

Bayi yang terlahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Sedikit cerita tentang bayi si ibu yang ada dalam ilustrasi di atas, bayi ini terlahir dengan berat badan kurang kurang dari 2500 gram. Bayi-bayi seperti ini biasa dikenal sebagai bayi BBLR. Bayi BBLR ini sangat berbeda dengan bayi prematur, walaupun secara fisik memiliki ciri-ciri yang mirip.

Perbedaan yang paling mendasar antara bayi BBLR dan prematur adalah pada "kapan bayi ini dilahirkan". Bayi prematur lahir di usia kurang dari 37 minggu, sedangkan bayi dengan BBLR lahir pada usia kandungan yang matang.

Penyebab bayi BBLR adalah karena terjadi kasus Pertumbuhan Bayi Terhambat (PJT) ketika si bayi masih berada dalam rahim ibu. Biasanya PJT bisa diketahui lewat pemeriksaan ultrasonografi (USG). Nanti, akan terlihat ukuran janin tidak sesuai dengan usia kehamilan ibu. Tanda bahwa ada masalah. Penyebab masalahnya ada tiga faktor, yakni si ibu, janinnya sendiri, atau karena plasentanya.

Pertama kita bahas masalah pada ibu. Ciri-cirinya berat badan si ibu tidak ideal atau terlalu kurus. Selain fisik, masalah yang disebabkan oleh ibu ini adalah karena si ibu menderita penyakit kronik tertentu, seperti hipertensi, penyakit jantung, dan sebagainya. Tak ketinggalan, kebiasaan buruk ibu seperti merokok atau minum alkohol juga bisa menjadi penyebab PJT.

Kedua, masalah terletak pada janin sendiri. Selama kehamilan mungkin si janin ini terinfeksi bakteri atau virus. Lalu, tak bisa dihindari pula takdir berupa kelainan bawaan, seperti kelainan kromosom.

Ketiga, terjadi masalah pada plasenta atau yang biasa disebut sebagai ari-ari. Plasenta merupakan organ yang memungkinkan janin menerima nutrisi dari asupan ibunya. Apabila terjadi kelainan pada plasenta, maka janin akan kesulitan mendapat nutrisi. Akibatnya, terjadi PJT. Sebagaimana kasus yang dialami oleh kenalan saya, Ibu T (28 tahun). 

Anak pertama dan sementara semata wayang Ibu T ini dulu lahir pada usia kandungan 38 minggu dengan berat 2.300 gram. Penyebabnya adalah masalah pada plasenta, tepatnya preeklamsia. Preeklamsia biasanya terjadi karena ibu hamil menderita tekanan darah tinggi dan kelebihan kadar protein dalam urine.

"Dulu BBLR karena kena preeklamsia sejak usia kehamilan delapan bulan. Sehingga penyerapan nutrisi ke baby kurang bagus. Pertumbuhan berat badan bayi saat di kandungan jadi lambat banget," tutur Ibu T.

Namun, Ibu T mengatakan bahwa kala itu kondisi urine baik-baik saja. Kadar protein cukup normal.

"Waktu itu saya cek darah dan urine. Cek urine untuk melihat kadar protein dalam urine. Karena kalau kelebihan protein itu bisa jadi salah satu penyebab preeklamsia. Tapi ternyata semua normal. Jadi penyebab preeklamsianya murni bawaan kehamilan. Waktu itu cuma direkomendasikan makan mentimun dan bed rest, serta diresepkan obat penurun darah tinggi," jelas Ibu T.

Ibu T lalu bercerita bahwa kondisi tersebut terpaksa membuatnya melahirkan secara sectio caesaria. Yakni suatu cara melahirkan di mana dokter kandungan menyayat area perutnya sedemikian rupa, setelah sebelumnya menerima suntikan anestesi epidural. 

"Kelahiran SC di minggu ke tiga puluh delapan, karena tensi sudah seratus tujuh puluh padahal baru pembukaan satu. Jadi, harus segera dilahirkan agar tensi enggak makin naik," jelas Ibu T.

Namun, tidak semua bayi yang sebelumnya mengalami PJT dalam kandungan harus dikeluarkan secara paksa. Ada pula kasus bayi yang bisa dilahirkan secara normal. Seperti pengalaman Ibu F (38 tahun). Ibu F juga mengalami masalah pada plasenta, sehingga anak keenamnya terlahir dengan BBLR. Berat badannya hanya 2200 gram saja.

"Kenapa anak BBLR? Kayaknya kurang bagus sih asupannya waktu hamil. Sejak di kandungan sudah kelihatan kecil. Ada kemungkinan plasentanya itu agak terhambat untuk menyalurkan makanan. Jadi walau sudah makan macam-macam, yang sampai ke bayi tetap terbatas," Ibu F menjelaskan mengapa janinnya kala itu mengalami PJT.

Ibu F juga menceritakan bahwa dokter kandungannya sempat berusaha memperbaiki kondisi tersebut dengan meresepkan obat tertentu. Namun, tidak berhasil membuat janinnya tumbuh sesuai usia kandungannya saat itu.

"Dia (dokter) resepin aspirin. Setauku kan bumil enggak boleh aspirin. Jadi aku tanya kenapa. Ternyata penjelasannya begitu, buat melancarkan darah ke plasenta. Emang cuma seminggu konsumsinya enggak boleh keterusan ntar bleeding jadi prematur donk," cerita Ibu F.

Maka pada usia kandungan 38 minggu, ibu F melahirkan bayinya secara persalinan pervaginam.

Masalah yang terjadi ketika bayi dilahirkan dengan BBLR

Baik bayi BBLR yang lahir secara sectio caesaria maupun pervaginam, biasanya punya masalah. Pertama, masalah menyusui yang saya ceritakan pada saat saya memulai artikel ini.

Ibu T dan Ibu F sama-sama mengalami kesusahan menyusui ketika awal-awal kelahiran bayi mereka. Mulut bayi yang kecil, serta kondisi fisik dan psikis yang lelah setelah melahirkan, membuat proses menyusui bayi BBLR tidak mudah.

"Anakku ada tongue tie sebenarnya. Tapi saat itu aku dan suami enggak mau tindakan dulu, yakin aja si anak pasti bisa nyusu. Sampai sekarang alhamdulillah masih lancar nyusunya. Lidahnya juga makin panjang kalau aku lihat," cerita Ibu T.

Sekadar informasi, tongue tie adalah kasus di mana ada kelainan berupa kondisi frenulum atau jaringan tipis atau tali di bawah lidah bayi terlalu pendek. Frenulum yang pendek ini membuat bayi kesusahan menggerakkan lidahnya ke sisi-sisi lain. Sehingga, bayi-bayi dengan tongue tie akan susah mendapatkan puting payudara ibunya. Akibatnya, bayi susah mendapat asupan ASI.

Apabila ibu menginginkan bayinya lancar menyusu maka ada beberapa pilihan tindakan, antara lain:

1. Menggunting jaringan tipis yang melekat ke dasar mulut (frenotomi atau insisi).

2. Berlatih menyusu terus. Sebab lidah bayi memang bisa diibaratkan sebagai karet gelang. Awalnya kaku, namun jika berlatih menyusu terus atau diregang-regangkan secara perlahan dan konsisten, maka lidah pun akan jadi lentur.

Ibu T memilih cara kedua. 

Lain Ibu T, lain Ibu F. Sejak awal melahirkan bayi sampai sekarang bayinya telah berusia 9 bulan, Ibu F masih susah menyusui. Sehingga, bayi Ibu F menerima ASI sekaligus susu formula (sufor) dengan botol dot.

"Sampai sekarang dicobakan menyusu masih belum bisa. Memang waktu dirawat di rumah sakit ya otomatis saat itu (diberi) sufor karena ASI-nya belum keluar banyak. Kan enggak ada stimulasi," kata Ibu F.

"Jadi, sampai sekarang kadang sufor berbicara kalau neneknya enggak sabar nunggu pumping. Tapi sekarang (soal asupan nutrisi) terbantu sih dengan MPASI. Apalagi dia lumayan lahap. Tapi tetap harus sedia (ASI perah) kapan pun," sambung Ibu F.

Masalah kedua adalah masalah pertumbuhan anak. Untuk pertumbuhan anak, sebenarnya bayi dengan BBLR bisa tumbuh menyamai bayi yang lahir dengan barat badan normal (2500- 4000 gram. Syaratnya adalah tercukupi kebutuhan nutrisinya.

Bayi BBLR berisiko mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangannya. Sumber: Pixabay.
Bayi BBLR berisiko mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangannya. Sumber: Pixabay.
Dokter Spesialis Gizi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr. Diana Sunardi, M. Gizi, Sp. GK (dr. Diana), mengatakan bahwa makanan terbaik bayi dengan kasus BBLR tetap ASI. Meskipun mulutnya kecil, dr. Diana mengatakan bahwa bayi dengan BBLR tetap bisa menyusui. Apabila ada kendala maka dokter anak biasanya akan memberikan solusi cara pemberian ASI-nya.

"Umumnya tetap bisa. Insya Allah sukses kok (menyusuinya). Tetapi kalau ada kendala, maka dokter anak akan memberikan saran dan solusi cara pemberian ASI-nya. Baru ketika ada kendala lebih dari bayi atau ibunya misal ada indikasi, bisa ditambah sufor. Saya sering lihat di apotek ada susu khusus bayi BBLR," jelas dr. Diana.

Pemberian ASI perah ini bisa dilakukan dengan beberapa macam alat:

1. Botol dot/ botol susu. Cara ini sangat tidak disarankan oleh dokter anak maupun konselor laktasi.

2. Pemberian ASI dengan sendok, softcup feeder, selang NGT, dll.

Masalah ketiga ada pada perkembangan anak, khususnya perkembangan motorik.

"Sekarang (bayiku) belum bisa duduk sendiri. Jadi mau screeningyang itu dulu. Kemungkinan butuh terapi ya," cerita Ibu F.

Ibu F menceritakan kepada saya bahwa bayinya mengalami keterlambatan perkembangan motorik, yakni belum bisa duduk meski anaknya sudah berusia 9 bulan.

Menurut dr. Diana kasus keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak seperti itu, kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor gizi. 

"Bila status gizinya tidak diperbaiki, maka pertumbuhan dan perkembangan organnya menjadi tidak sempurna atau optimal," kata dr. Diana.

Penyebab lainnya adalah stimulasi dari orang tua. Tanpa gizi dan stimulasi yang bagus, maka perkembangan anak cenderung tidak sesuai dengan milestones.

Masalah keempat adalah masalah psikis ibu. Baik Ibu T dan Ibu F sempat merasa bersalah ketika melahirkan anak dengan BBLR.

"Sedih, enggak tega lihat bayi kecil banget. Dan merasa bersalah. Pernah kena baby blues ringan. Cerita dan nangis-nangis ke suami. Suami menenangkan dan ngasi motivasi lembut yang masuk banget ke pikiran dan perasaan. Jadi baby blues tidak kurang dari tiga hari saja. Setelah itu happy banget ada baby sampe sekarang," kata Ibu T yang bayinya kini berusia lima bulan.

Bisakah bayi dengan BBLR tumbuh dan berkembang sesuai milestones?

"Anak BBLR bisa sekali dan harus tumbuh dan berkembang sama seperti anak-anak lain yang terlahir dengan berat badan normal," kata dr. Diana optimis.

Dr. Diana kemudian menjelaskan bahwa untuk pertumbuhan dan perkembangannya, kuncinya ada pada asupan nutrisi yang diterima oleh bayi. Untuk pertumbuhan, sesuai penjelasan sebelumnya, prinsipnya adalah pemberian asupan nutrisinya. Asupan nutrisi pada bayi BBLR pada prinsipnya sama seperti makanan dan minuman yang diberikan kepada bayi dengan berat lahir normal. Meski demikian, memang untuk kasus tertentu ada teori tentang perhitungan asupan nutrisi anak BBL R ini.

"Dokter anak atau dokter spesialis gizi kliniknya akan memberikan preskripsi atau resep untuk asupannya," jelas dr. Diana.

Agar bayi BBLR bertumbuh dan berkembang normal. Sumber gambar: Pixabay.
Agar bayi BBLR bertumbuh dan berkembang normal. Sumber gambar: Pixabay.
Selain asupan nutrisi, hal yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah memonitor milestones bayi/ anak. Mengutip buku Bayiku Anakku: Panduan Praktis Kesehatan Anak yang ditulis oleh dr. Purnamawati S. Pujiarto, SpAK, MMPed (dr. Wati), terdapat empat area besar perkembangan anak yang bisa dilihat:

1. Kemampuan "mengatur" tubuh (motorik kasar).

2. Kemampuan manipulatif dan penglihatan (motorik halus).

3. Kemampuan bahasa dan pendengaran.

4. Kemampuan sosial, kemahiran pemahaman, kemampuan komunikasi.

Keempat area tersebut perlu diperhatikan oleh orang tua. Sehingga apabila "insting" orang tua mengatakan ada sesuatu yang tidak beres, bisa segera berkonsultasi ke dokter anak.

Dalam buku yang sama, dr. Wati juga menyarankan agar anak sehat, maka penting melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (12 bulan pertama), memperhatikan kesehatan gigi anak, dan melakukan imunisasi.

Satu lagi faktor yang perlu diperbaiki adalah kondisi psikis ibu. Berikut adalah caranya:

"Ya ditanyakan dulu keluhan ibu, apa yang dia rasakan, apa yang dipikirkan, dicemaskan, dan lain-lain. Intinya mengajak ibu mengenali perasaannya. Lalu, menerima perasaan itu, menerima keadaannya yang baru, dan lain-lain. Setelah menerima baru merelakan. Intinya diselesaikan dulu emosinya," saran Ibu Fahrunnisa M.Psi seorang di Layanan Psikolog salah satu Puskesmas di Yogyakarta. 

Dengan berbagai tindakan seperti itu, maka harapan bayi BBLR untuk bisa berkembang dan bertumbuh normal, masih ada.

April Hamsa

Catatan: Beberapa foto di artikel dan video diambil dari pixabay.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun