Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Harimau Jantan

31 Oktober 2019   09:19 Diperbarui: 28 Maret 2020   22:40 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan akhirnya aku dan lelaki yang menjadi tunanganku itulah yang menjadi korban nazar orang-orang tuanya, aku ingat, dulu bila ada teman lelakiku yang main ke rumah, bapak langsung marah dan melarang mereka datang lagi ke rumah  dan setelah teman lelakiku itu pulang, biasanya aku langsung dimarahi habis-habisan. Otomatis semenjak sekolah dan kuliah tak ada lelaki yang berani bermain ke rumahku.

****
Aku melihat tas kerjaku yang tergeletak di pinggir makam keramat, aku ambil dan aku buka retsletingnya untuk mencari  handphone, aku bermaksud menelepon bapakku di kota.

Ternyata handphoneku mati total, aku tidak bisa menghubungi kedua orangtuaku untuk datang ke hutan larangan tanpa aku harus meninggalkan hutan larangan ini.

Aku menangis histeris karena kesal tak tahu harus berbuat apa, tak mungkin aku meninggalkan hutan larangan, bagaimana caranya?

Harimau jantan jelmaan Lelaki sampan itu seperti tahu apa yang ada di dalam pikirkanku. Tiba-tiba dia bangkit dari duduknya, lalu berjalan di depanku, sepertinya dia mengajakku ke tepian sungai, tempat dimana sampan di tambatkan tadi.

Aku mengikuti langkah demi langkah Harimau jantan itu, masih dengan nafas tak beraturan, kulirik jam tangan di pergelangan tangan kiriku, ternyata hampir satu jam kami berjalan untuk bisa sampai ke tepian sungai ini, tempat dimana sampan yang dulu kami tinggal dengan mengikat tali di pohon yang tumbang itu.

Tangisku kembali pecah, saat menyadari ternyata sampan yang kami tumpangi itu hilang terbawa arus.

Aku terduduk sambil menangis saat menyadari satu-satunya jalanku untuk membebaskan kutukan nenek tua berkerudung bergo berwarna merah marun itu telah hilang terbawa arus.

Teringat perkataan nenek tua berkerudung merah marun itu sebelum pergi meninggalkanku, bahwa restu kedua orangtuaku, sebelum 40 hari itulah satu-satunya jalan bagi lelaki sampan itu untuk menghilangkan kutukan yang saat ini masih melekat di tubuhnya itu.

Aku dan Harimau jantan jelmaan Lelaki sampan itu terduduk di tepian Sungai Tapa, jujur saja saat ini aku begitu mencintai lelaki yang telah berubah menjadi harimau itu. Sambil terisak, di bawah langit yang menghitam, di pinggiran sungai yang airnya tengah pasang, aku tatap mata Harimau yang juga sedang menatapku itu.

"Bersabarlah aku akan membantumu menghilangkan kutukan itu," bisikku sambil mengusap bulu-bulu halus di wajah harimau jantan itu. Apapun yang terjadi, aku akan membawa kedua orangtuaku ke hadapanmu dan kita menikah agar hilang semua kutukan yang melekat di tubuhmu. Jika sampai batas waktu mereka tidak datang, maka aku bersumpah akan korbankan hidupku untuk menemanimu, di Hutan Larangan ini selamanya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun