Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

31 Januari 2020

4 Februari 2020   11:27 Diperbarui: 4 Februari 2020   11:29 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Renjana, kau sesap penuh nektar dari kuncup-kuncup semara. Berhiaskan gelora, habis tak bersisa. Saujana mata kini tandus. Ranggas kau kuras semua yang tersisa. Tapi lembah surgawi menolak mati, Renjana. Masih menunggu rinai suburkan kembali, meski kau memilih pergi.

Degup detak termengah-mengah. Setelah usai, luka masih menganga tanpa darah. Rasanya baru kemarin, senyum pada rona menghias sekian dahina. Rasanya baru kemarin, sapaan rindu seiring arunika yang pertama. Mereka bilang sejalan waktu segala akan sembuh. Yang aku tahu, ia juga akan membunuh. Kau tumpas yang telah tumbuh. Kau bunuh rasa dengan segenap sungguh. Datangmu tiada sangka. Pergimu tiada banding. Kau buat aku runtuh dengan meluruh penuh.

Menguar aroma harum tubuhmu menuju senja. Temani aku dengan sebatang rokok dan secangkir dusta. Kusembunyikan kau dalam tiap aksara. Kuhidupkan kau dengan setubuh puisi nan candala. Kelak suatu hari kau baca, ingatlah hari ini. Hari kau resmi abadi, dalam tiap puisi.

Kali ini, kukutip penuh ucapmu di sore itu:
"Aku masih akan selalu sayang kamu, Renjana." 

- Jakarta, 31 Januari 2020 -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun