Mohon tunggu...
Anton Rumandi
Anton Rumandi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hubungan Masyarakat UPN Veteran Yogyakarta

Tetap Semangat dan Sukses Selalu!

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Wajah Baru PKL Malioboro di Teras Malioboro 1

7 Juni 2022   13:15 Diperbarui: 7 Juni 2022   13:19 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peresmian Teras Malioboro 1 (satu) pada Hari Rabu tanggal 26 Januari 2022 lalu, menjadi wajah baru bagi pedagang kaki lima (PKL) Maliboro yang dulunya mengantungkan hidup di sekitaran kawasan Pedestrian Malioboro. 

Yakkk, seremoni wilujenang Teras Malioboro 1 (satu) oleh Sri Sultan HB ke X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi penanda dibukanya salah satu destinasi wisata baru DIY tepatnya di Jl. Margo Mulyo, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta yang ditujukan untuk penikmat fashion, kerajinan, dan makanan. 

Jika dilihat dari lokasinya tersebut, Teras Malioboro 1 (satu) sangat strategis dan sangat mudah dijangkau. Karena terletak di kawasan Jalan Malioboro, pusat Kota Yogyakarta sebagai destinasi wisata yang sangat terkenal di DIY, baik itu dari segi fashion, kuliner, tempat bersejarah, maupun beberapa destinasi lainnya yang dapat memanjakan pengunjung lokal, interlokal, serta wisatawan mancanegara. Jangan khawatir, untuk kalian yang berasal dari luar kota, Teras Malioboro 1 (satu) hanya memakan waktu kurang lebih 10 menit dari Stasiun Tugu Yogyakarta.

Dari Stasiun Tugu Yogyakarta kalian bisa menggunakan tranportasi umum, ojek online, becak, delman, ataupun menyewa kendaraan yang tersedia di sekitaran Stasiun Tugu Yogyakarta. 

Disarankan kalian pergi sebelum Jalan Malioboro ditutup, lebih baik pada sore hari ataupun siang hari. Karena nantinya, kalian akan kesulitan dan menempuh perjalanan yang lebih jauh, ketika pada malam hari Jalan Malioboro ditutup, khusus untuk pejalan kaki. 

Nahh apabila sudah sampai, kalian bisa memarkirkan kendaraan pribadi kalian di sekitar Ramayana Malioboro atau Pasar Beringharjo agar tidak terlalu jauh mengakses Teras Maliobro 1 (satu). 

Karena tempatnya yang sangat berdekatan dengan Pasar Beringharjo sehingga setelahnya, kalian tinggal berjalan kaki kurang lebih 100 meter sambil menikmati keindahan Jalan Malioboro. Baru dehh kalian bakal sampai dan mengeksploitasi Teras Malioboro 1 (satu) dengan rasa aman, nyaman serta gratis tentunya. Karena tidak ada pungutan biaya sepeser pun ketika kalian berkunjung ke Teras Malioboro 1 (satu). 

Setidaknya kalian hanya menyisihkan uang parkir kendaraan sebesar Rp 3.000,00 rupiah saja. Begitu halnya dengan Teras Malioboro 2 (dua) yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari Teras Malioboro 1 (satu) sehingga langsung bisa menikmati keduanya.

Kalian bisa melihat penampakan dari Teras Malioboro 1 (satu) secara detail. Bangunan yang baru berdiri selama kurang lebih 4 bulan ini terhitung sejak diresmikan, terdiri dari 3 (tiga) lantai dan beberapa space yang begitu teratur untuk para PKL. 

Rinciannya, lantai 1 (satu) khusus untuk pedagang yang menjajakan kerajinan, lantai 2 (dua) dan 3 (tiga) khusus untuk pedagang yang memperjual belikan pakaian serta di space sisi sebelah utara, lantai 1 (satu) dan 2 (dua) untuk pedagang yang menawarkan jajanan kuliner bagi pengunjung Teras Maliboro 1 (satu). 

Dari desainnya, Teras Maliobro 1 (satu) terbilang cukup megah dan menarik untuk menggaet para wisatawan yang berkunjung ke kawasan Malioboro. Dengan konsep industrial yang apik dan kekinian membuat Teras Maliobro 1 (satu) begitu menawan. 

Tentunya, sesuai dengan isinya, Teras Malioboro 1 (satu) menawarkan oleh -- oleh khas Jogja bagi para pengunjung yang ramah dikantong. Karena walaupun lebih modern secara tempat, akan tetapi para PKL tetap mematok harga yang sama ketika berjualan di sekitar Jalan Malioboro bahkan bisa lebih murah karena tidak ada biaya retribusi yang diikeluarkan kepada pengelola Teras Malioboro 1 (satu), dalam hal ini pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata DIY.

Sebagai destinasi wisata baru, pemerintah Daerah megharapkan promosi yang baik dari semua pihak khususnya, dari para PKL itu sendiri yang bercengkrama langsung dengan para pengunjung untuk memberi kesan baik dan ramah kepada mereka. 

Setidaknya dengan uji coba tidak adanya retribusi apapun selama setahun mampu memberikan keringanan kepada para PKL dan menfokuskan mereka dalam memenuhi target pemerintah Daerah tersebut terkait promosi Teras Maliboro 1 (satu). 

Mengapa promosi Teras Maliobro 1 (satu) terus digencarkan oleh pemerintah Daerah kepada para PKL? Yaaa, salah satuunya karena letak dari Teras Malioboro 1 (satu) yang diapit oleh dua pusat perbelanjaan yang lebih dulu dikenal masyarakat, yaitu Ramayana Malioboro dan Pasar Beringaharjo. 

Belum lagi toko -- toko sejenis yang berderet di sekitar jalan Malioboro, tentunya akan menyulitkan pemasaran dari Teras Malioboro 1 (satu) yang tergolong baru. Inilah yang akan sangat berdampak dari segi pemasukan para PKL itu sendiri. Sehingga butuh sinergi dan chemistry yang baik antara para pelaku usaha Teras Malioboro 1 (satu) dengan dukungan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada dasarnya, relokasi pedagang kaki lima ke Teras Malioboro 1 (satu) menjadi aksi nyata pemerintah DIY dalam menertibkan para PKL itu sendiri. Tak main-main dalam pembangunannya, pemerintah Daerah rela menghabiskan anggaran hingga 62 milliar rupiah dari APBD mereka.

Hal ini diupayakan agar kedepannya tidak ada lagi pedagang yang berjualan di sekitaran Jalan Malioboro secara bertahap. Karena sekarang ini, secara total keseluruhan pedagang kaki lima yang direlokasikan ke Teras Malioboro 1 (satu) dan Teras Malioboro 2 (dua) belum sepenuhnya atau sekitar 1800 -- an pedagang kaki lima. 

Di sisi lain, relokasi pedagang kaki lima memberikan angin segar kepada para pemilik toko sebagai pemegang hak atas tempat yang digunakan para PKL sebelumnya. 

Meskipun, pemerintah DIY mengembalikan aset mereka sekitar 5 meter tersebut untuk dikosongkan dan kembali memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki Jalan Malioboro sebagai ruang publik.

Sebenarnya, relokasi pedagang kaki lima ke Teras Malioboro 1 (satu) sempat mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak termasuk dari para PKL itu sendiri. Bahkan sebagian besar dari mereka menolak akan relokasi dari pemerintah DIY, salah satunya adalah Pak Sakir, pedagang pakaian dan Kerajinan di lantai 2 (dua) Teras Malioboro 1 (satu). 

Awalnya beliau menolak relokasi ini yang sudah terlanjur nyaman berjualan di sekitar jalan Malioboro karena dari sisi pemasukan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga di Sentolo, Kulon Progo, DIY. "sebenarnya saya gak mau mas pindah ke sini, yaa karena enak disana dulu" ucap Pak Sakir saat kami wawancarai. 

Tanggapan Pak Sakir tersebut menjadi penanda bahwa sejujurnya hati kecil para PKL menolak relokasi yang dilakukan oleh pemerintah DIY. Namun, pada akhirnya mereka bersedia untuk direlokasi karena ada perjanjian yang sudah ditetapkan sebelumnya. "yaa kami mau gak mau pindah mas, karna dulu sudah ada perjanjian dengan pemerintah. Intinya ketika mereka ingin menggunakan, ya kami siap gak harus pindah karna tanah milik pemerintah" imbuh Pak Sakir.

Akan tetapi, setidaknya dengan direlokasikannya para PKL ke Teras Malioboro 1 (satu) mengurangi masalah atau konflik terutama antar pedagang yang bersangkutan.

Walaupun sempat mendapat protes dari para PKL yang merasa sudah nyaman berjualan di sekitar jalan Malioboro. Kunci dari keberhasilan relokasi ini adalah produk hukum yang dibuat oleh pemerintah DIY melalui Walikota terkait izin berdagang para PKL.

Perjanjian ini menjadi senjata jitu sehingga dalam penertibannya tanpa diwarnai kerusuhan ataupun protes yang berarti dari pedagang kaki lima yang direlokasi. 

Seperti yang diungkapkan Pak Sakir bahwa para PKL hanya bisa menuruti aturan yang berlaku. "yaa itu tadi mas, dengan adanya surat ijin dagang dari walikota untuk berjualan disekitar Jalan Malioboro sekaligus perjanjiannya sehingga otomatis kami gak bisa ngelawan, manut mawon lah, kalo demo nanti kita malah gak dapet tempat. Jadii yaa, pemimpinannya nyuruh manut kita ya manut aja mas" ungkap pria berusia 53 tahun ini. 

Artinya, ada ketakutan dari para PKL tidak mendapat tempat relokasi nantinya apabila mereka melayangkan protes berlebihan kepada pemerintah daerah sehingga mereka terpaksa mengikuti aturan guna bertahan hidup.

Sejak peresmian Teras Malioboro yang dimulai pada tanggal 1 Februari 2022, pedagang kaki lima harus sudah memindahkan dagangannya ke tempat yang sudah disiapkan oleh pemerintah Yogyakarta. Teras Malioboro 1 (satu) berada di Gedung bekas Bisokop Indra yang terletak di Kawasan selatan Maliobro. 

Sedangkan Teras Malioboro 2 (dua) berada di lahan kosong yang merupakan bekas kompleks kantor Dinas Pariwisata utara Malioboro, tepatnya di sebelah utara kantor DPRD DIY. 

Dalam proses relokasi pedagang kaki lima di sepanjang Jalan Malioboro pastinya sangat banyak dinamika dan juga permasalahan yang ada. Melalui program baru dari pemerintah terkait relokasi para pedagang kaki lima membuat banyak hal dalam penyesuaiannya.

 Salah satunya mengenai omzet penjualan yang kami dapat informasinya dari beberapa pedagang. Mengenai omzet yang didapat setelah dipindah dari sepanjang malioboro ke Teras Malioboro 1 (satu) sekarang tidak menentu, bahkan dari salah satu pedagang souvenir yang kami temui perbedaannya sangat jauh dan tidak ada setengahnya. 

Pada dasarnya secara tempat dan penataan di sepanjang jalan malioboro dan teras sangat berbeda. Ketika di sepanjang Jalan Malioboro semua pedagang bisa terlihat oleh para wisatawan sedangkan kondisi pada Teras Malioboro 1 (satu) ini di dalam gedung bertingkat dan tidak merata. 

Biasanya pedagang-pedagang yang ramai dikunjungi para wisatawan cenderung pedagang-pedagang yang berada di lantai bawah karena bertepatan langsung dengan pintu masuk dan lebih mudak di akses. 

Sedangkan pedagang-pedagang yang berada di lantai 2 (dua) dan juga 3 (tiga) cenderung tidak se ramai pedagang di lantai 1 (satu). Untuk dapat mencapai ke lantai 2 (dua) dan lantai 3 (tiga), pengelola memfasilitasi escalator dan juga lift untuk naik ke lantai atas. 

Walaupun sudah diberi fasilitas escalator dan juga lift namun beberapa pedagang mengeluhkan tetap saja mereka yang berada di lantai atas kurang bisa menarik perhatian.

Salah satu pedagang mengatakan bahwa yang terpenting saat ini adalah bisa untuk bertahan hidup dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nya sudah lebih dari cukup. 

Berbeda ketika berjualan di sepanjang jalan malioboro, walaupun dalam sehari pun juga pasti ada yang laku barang dagangannya. Bahkan beliau juga mengatakan ketika libur lebaran kemarin (2022) juga kurang mendapatkan hasil yang memuaskan yang mana seharusnya momentum lebaran seperti itu menjadi moment yang ditunggu-tunggu para pedagang karena omzet selalu bisa lebih tinggi dari hari biasa. Beliau mengatakan bahwa yang paling krusial dalam menentukan kenaikan omzet dan juga minat dari wisatawan adalah tempat. 

Dari beberapa cerita pedagang lainnya yang juga berada di lantai 2 (dua) dan lanatai 3 (tiga) juga mengeluhkan hal yang sama. Karena kurang mudahnya keterjangkauan para pedagang di lantai-lantyai atas membuat omzet mereka tidak se bagus ketika di sepanjang Jalan Malioboro.

Pada relokasi PKL di sepanjang Jalan Malioboro yang dipindah pada Gedung bekas bioskop juga sudah disiapkan beberapa sarana dan prasarana pendukungnya. Seperti yang sudah disinggung diawal ada pun juga beberapa sarana dan prasarana yang berbeda antara Teras Malioboro 1 (satu) dan Teras Malioboro 2 (dua). 

Perbedaan yang paling nampak adalah pada bagian gedungnya. Teras malioboro 1 (satu) yang berada pada bekas Gedung bioskop yang memadai dari segi penutup Gedung dan juga beberapa akses seperti akses pada toilet dan juga watafel sudah permanen, sedangkan pada Teras Malioboro 2 (dua) dibuat dari atap yang bersifat sementara yakni menggunakan galvalume dan juga toilet beberapa toilet jauh dari lapak yang ada serta masih sedikitnya wastafel yang tersedia disana yang notabenenya Teras Malioboro 2 (dua) lebih banyak pedagang kuliner karena memang dikhususkan untuk menjual kuliner yang selama ini banyak menempati lesehan Malioboro. 

Namun dari salah satu pedagang yang kami wawancarai beliau mengatakan bahwa mengenai sarana dan prasana masih dikatakan kurang memadai karena tempat yang di sudah dibagi oleh pemerintah tergolong luas. 

Dari pihak pemerintah sudah menyediakan masing-masing satu tempat semacam kotak untuk menaruh barang dagangan dan juga sudah memetak-metakkan batas mana saja yang boleh ditambah oleh pedagang dan mana yang tidak boleh dipindahkan atau ditambah oleh pedagang. 

Selain ada yang sudah mulai berjualan, banyak pula pedagang yang masih menata lapaknya. Beberapa juga terlihat memodifikasi gerobak agar sesuai dengan kondisi lapak baru tempat berjualan.

Memang balik lagi sebenarnya kata beliau, walaupun tempat dan fasilitas yang sudah diberikan oleh pemerintah tergolong lebih luas dibandingkan di sepanjang Jalan Malioboro tetapi tetap menarik di sepanjang jalan Malioboro. Terkadang orang hanya sekadar lewat namun ada ketertarikan tersendiri sehingga spontan untuk membeli barang dagangan. 

Pada aspek terakhir dari beberapa pertanyaan yang kami ajukan, ada hal yang krusial yakni dalam pembagian lapak. Dalam pembagian lapak dari awal sudah ditentukan oleh pihak pengelola dari pemerintah. 

Sudah ada pembagian kaplingnya masing masing, namun kata beliau beberapa orang pengurus yang merupakan gabungan dari pedagang mendapat tempat yang dibawah yakni dekat dengan pintu masuk.

Di sisi lain, pemerintah juga memberikan keringana kepada para pedagang dalam pembayaran sewa tempat di Teras Malioboro 1 (satu). Dalam setahun pertama setelah dibuka para pedagang diberikan kompensasi dengan diberikan gratis, namun apabila di tahun selanjutnya pedagang masih ada yang belum sanggup membayar pemerintah juga masih memberikan kelonggaran. 

Hal ini berbeda ketika di sepanjang Jalan Malioboro, sewa tempat disana rata-rata per bulannya mencapai tiga ratus ribu rupiah belum ditambah dengan iuran koperasi yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan sewa tempat di Teras Malioboro 1 (satu). 

Namun dengan sewa tempat yang mahal di sepanjang jalan Malioboro pengahasilan pedagang juga tetap jauh lebih banyak dan menguntungkan, ujar Pak Sakir (salah satu pedagang souvenir di Teras Malioboro 1).

Namun beralih dari banyaknhya pro kontra serta dinamika dari para pedagang kaki lima yang direlokasi, tempat yang disediakan oleh pemerintah setempat juga memberikan dampak yang positif bagi para wisatawan yang berkunjung ke Malioboro. Karena mereka dapat menikmati suasana yang baru ketika berwisata sekaligus menikmati Teras Malioboro 1 (satu). Ini tentunya kembali lagi seperti yang sudah dijelaskan diawal dari pemerintah Daerah untuk mengembangkan wisata khususnya kawasan Malioboro lewat penertiban para PKL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun