Itu sebab perjuangan merealisasikan NZE tak hanya perjuangan terkait program yang bersifat tangible. Banyak hal yang bersifat intangible. Budaya atau kebiasaan yang sudah lekat dalam kehidupan masyarakat adalah salah satunya.
Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Juga berlaku di hampir sebagian besar negara di dunia. Karena itu, menurut Pak Dadan, "Dalam melaksanakan program NZE dibutuhkan penanganan yang bersifat holistik dan berkesinambungan."
Terlebih, saat melihat tingkat risiko di masa depan. Dibutuhkan langkah konkret berupa road map. Peta jalan itu harus dapat dilihat progresnya. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun.Â
Menurut Pak Dirjen, saat ini pemerintah menargetkan bisa menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri. Realisasi pencapaian ditetapkan pada tahun 2030.Â
"Sebenarnya, persentase itu  bisa bertambah apabila dibantu oleh negara lain. Target penurunan bisa mencapai 41 persen," tambahnya.
Langkah Strategis Menuju NZE
Target itu diyakini dapat tercapai. Tentu dengan menjalankan beberapa strategi yang telah disusun oleh pemerintah. Misal, melalui pemanfaatan sumber energi baru atau optimalisasi sumber energi baru terbarukan (EBT) untuk pemenuhan kebutuhan industri. Termasuk dalam hal ini: bahan bakar nabati.Â
Menurut beliau, jika hal ini konsisten dilakukan, maka capaian produk akhir dari suatu industri yang lebih bersih akan memiliki daya saing tinggi. Terutama di pasar internasional.Â
Langkah selanjutnya adalah upaya untuk mengoptimalkan sumber energi listrik untuk sektor transportasi dan lainnya. Salah satu langkah penting adalah mengembangkan kendaraan berbasis baterai atau kendaraan listrik. Hal ini tentu tidak dapat dijalankan sendiri oleh  pemerintah. Harus ada sinergi dengan pihak swasta
Upaya lain adalah dukungan dan komitmen seluruh elemen bangsa. Keberhasilan terhadap NZE tidak dapat dilakukan oleh satu institusi saja. Gerakan bersama amat penting.Â
Menurut Pak Dadan, Net Zero Emission ini artinya bukan sama sekali tidak ada emisi, tapi jika masih ada emisi harusnya ada yang menyerap. Â "Prinsipnya, itu yang akan kita lakukan. Sehingga misalnya dari sektor ESDM tidak bisa nol emisi, maka dicarilah pasangan untuk bisa menyerapnya," tuturnya.