Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Antara Sirop dan Kopi Hitam

7 Mei 2019   07:58 Diperbarui: 7 Mei 2019   08:17 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : Pixabay

Waktu sudah menunjukkan pukul 11:00 malam. Toko sudah mulai sedikit sepi. Hanya ada dua pelanggan yang tengah mengantri di depan meja kasir. Tempat aku berdiri selama hampir lima belas jam ini.

Dan, aku menarik nafas panjang ketika semua selesai. Hari yang melelahkan.
Setelah selesai menghitung uang hasil lembur hari ini, aku mencatat laporan dan menyerahkan ke Bu Lisa, manager toko.

Semua anak-anak kemudian disuruh berkumpul. Tentu saja, bu Lisa akan membagikan THR kami. Lelah kami akhirnya terganti oleh senyuman. Anak-anak saling berbisik, tentang apa dan berapa jumlah yang akan didapat. Jumlah kami tak banyak. Hanya ada dua belas anak. Dan kedua belas anak ini adalah karyawan dua shift sekaligus. Biasanya kami akan terbagi menjadi dua bagian. Enam orang masuk shift pagi, enam lagi masuk shift siang. Dengan shift bergantian setiap akhir pekan. Tapi tidak untuk hari ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami akan dipersatukan dalam doubleshift yang melelahkan. Kadang-kadang kami harus bergantian tugas, namun tetap saja kami kelelahan. Sebab orang-orang di luar sana, banyak berdatangan untuk berlomba memborong barang-barang belanjaan.

Tiba saatnya, kami akan mendapat jatah THR yang dijanjikan. Satu persatu dari kami dipanggil untuk masuk ke ruang manager. Yang sudah mendapat bagian, harus menunggu yang lain. Sebab setelahnya akan ada tradisi salam-salaman. Kurang afdhal memang. Kami belum juga bersimpuh ke emak bapak, tapi malah harus lebih dulu ke mereka. Tapi ya sudahlah tak mengapa.


***


"Aku pulang duluan," seruku pada teman-teman saat tradisi salam-salaman dan tangis-tangisan selesai.

Tentu saja, aku teringat Ali yang menungguku sejak tadi. Di mana dia? Apa dia pulang?

Mataku melirik ke sana ke mari, mencari sosok berkemeja abu-abu.

"Mohon maaf lahir batin, sayang."
Aku tersentak mendengar sebuah suara yang muncul tiba-tiba dari sisi kananku. Tepat saat aku tengah melongok ke arah kiri. Laki-laki itu, ah, suka sekali membuatku terkejut dan kesal.
"Kamu tadi di mana?" tanyaku memonyongkan bibir.

"Di hatimu sayang," balasnya lebai.

Sontak aku memukul pantatnya. Kulihat dia merintih sedikit kesakitan. Aku memang memukulnya dengan tenaga yang lumayan besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun