″Tenanglah Latif. Kamu luka dan tubuhmu banyak mengeluarkan darah. Jangan bicara lagi.″
Latifah mengeleng.
″Kau lihat bunga-bunganya kan ? meski liar ia juga bisa memberi arti buat kita. Saat berbunga, ia juga tidak memilih untuk siapa bunganya, setiap orang berhak menikmati wangi dan warna-warninya. Ia tulus.″ latifah diam sejenak, mengumpulkan seluruh kekuatannya, keheningan meliputi kamar yang serba putih itu.
″Selama disini aku belajar dari bunga liar itu, belajar ikhlas dan ridho pada ketentuan Allah yang diberikan padaku. Jadilah ....seperti bunga liar itu. Hidup adalah pilihan, dan alangkah indahnya kalau pilihan Allah adalah pilihan kita.″
″Aku mau, aku janji Latif. Tapi.....bantu aku ya ?.″
″Mungkin aku tidak bisa.″
″Kenapa ?. Kenapa Latif ?, jangan pernah putus asa terhadap rahmad Allah. Kamu akan sembuh, insya Allah. Kita akan belajar bersama-sama.″
Latifah mengangguk dengan senyum getir.
***
EPILOG
Dua hari kemudian Latifah pulang ke rahmatullah, setelah berjuang menahan lukanya yang terlalu parah. Kematian yang diperkirakan dokter lima bulan lagi ternyata datang lebih cepat. Ia tidak dapat memenuhi janjinya pada Mamat tetapi ia sudah meninggalkan banyak pelajaran berharga baginya untuk menjadi bunga liar.