″Bos ! kenapa masih disini !, ″ tergopoh-gopoh Giman ke arah Mamat ″Latifah....Bos, Latifah kecelakaan ! ″ ucapnya di sela nafasnya yang tersengal.
Mamat berdiri dari duduknya ″Sekarang, sekarang .....dimana ? ″ Mamat tak kalah terkejutnya dengan Giman. Mawar yang ada digenggamannya terjatuh, tergeletak di tanah.
″Di rumah sakit...ikuti aku saja Bos !″ dengan berboncengan tiga mereka ke rumah sakit.
Hidup hanya menunggu kematian. Dan kita tidak akan pernah tahu kapan saat itu datang. Kata-kata Latifah terngiang-ngiang di telinga Mamat.
***
Senja nan kelabu, Mamat berdiri di sisi pembaringan Latifah di rumah sakit. Perlahan mata Latifah yang terpejam terbuka dan menoleh ke arah Mamat. Dari kedua bibirnya tersungging senyum yang melukiskan kepedihan.
″Kau.......kau........tidak membawakan mawar untukku ?. ″
Mamat menggeleng dengan senyum pedih.
″Aku tidak suka mawar...kau tahu kenapa ?, ″ Latifah menelan ludah dengan sedih dan memandang keluar jendela ″Karena aku tidak mau menjadi seperti bunga mawar, dia berduri dan kadang durinya melukai kita.″ Latifah menunjuk keluar jendela ″Kau lihat bunga liar yang tak terawat di luar pagar sana ?. Bunga itu adalah bunga dandelion.″
″Ya, aku melihatnya″ Mamat memandang ke luar jendela.
″Seharusnya kita menjadi seperti bunga liar itu, ikhlas. Kemanapun angin menebarkan biji-bijinya, dimanapun biji itu jatuh dan tumbuh ia tidak mengeluh, ia harus berjuang sendiri tanpa bantuan dan perawatan manusia hanya tergantung pada alam, kadang ia juga terinjak dan dipandang sebelah mata, bahkan kadang kehadirannya tak diinginkan, tetapi...ia tetap kuat″ Latifah meringis menahan nyeri. Mamat merasakan tikaman kepedihan di dadanya.