Mohon tunggu...
Anggra Yudha Ramadianto
Anggra Yudha Ramadianto Mohon Tunggu... Dosen | Peneliti | Praktisi Kesehatan

Dosen dan Peneliti di bidang Hukum Kesehatan. Praktisi Kesehatan. Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Bandung (Unisba).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Batuk Sebagai Simbol Egoisme Sosial Di Indonesia

18 Juli 2025   17:32 Diperbarui: 27 Agustus 2025   17:16 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beda halnya ketika hal itu dianggap sebagai sebuah etika. Orang akan benar-benar memahami mengapa ia harus menutup mulutnya atau memakai masker pada saat batuk. Sebab, ia sadar bahwa perilaku itu baik, karena dapat mencegah potensi penyebaran penyakit ke orang lain atau lingkungan di sekitarnya. Terlepas dimana pun ia berada, di area publik atau pribadi, perilaku itu akan tetap dilakukannya. Terlebih lagi ketika di tempat umum, ia sadar bahwa secara etika ia tidak boleh sampai menimbulkan kerugian bagi orang lain, sehingga ia akan selalu menutup mulutnya saat batuk atau bila perlu memakai masker apabila batuknya berkepanjangan.

Ternyata Memiliki Konsekuensi Hukum

Setiap orang memiliki hak asasi atas kesehatan dan hidup di lingkungan yang sehat. Indonesia sebagai negara hukum jelas memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Salah satu wujudnya adalah dengan mengakui hak ini secara tegas di dalam Konstitusi Indonesia. Dalam Pasal 28H ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Secara khusus pula, hak ini diatur dan dilindungi sebagai salah satu hak asasi manusia. Pada Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Mengenai hak yang sama juga diatur di dalam 4 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang menyatakan secara tegas bahwa setiap orang berhak hidup sehat secara fisik, jiwa, dan sosial.

Udara yang kita hirup bukanlah milik pribadi, tetapi milik bersama. Artinya, setiap orang memiliki tanggung jawab untuk menjaga kebersihan udara untuk mewujudkan lingkungan yang sehat. Salah satu caranya adalah dengan meminimalkan risiko penularan penyakit melalui udara demi melindungi kesehatan yang merupakan hak asasi orang lain.

Ketika seseorang batuk secara sembarangan, hal itu sama halnya dengan secara aktif mengkontaminasi lingkungan udara dengan partikel droplet yang berpotensi patogen. Perilaku ini tidak hanya akan membuat orang lain merasa risih dan jijik, tetapi juga berpotensi untuk mengganggu kesehatan mereka. Siapa yang pernah tahu bahwa partikel droplet yang menyebar di udara itu ternyata membawa bakteri Tuberkulosis, virus influenza, Covid-19, atau infeksi saluran pernafasan lainnya? Tidak pernah ada yang bisa memastikan.

Orang mungkin bisa saja beralasan bahwa batuk yang tengah dialaminya adalah batuk biasa. Bahkan, tidak jarang yang sudah jelas-jelas sakit malah beralasan bahwa batuknya ini tidak parah atau sudah mau sembuh. Sayangnya, daya tahan tubuh orang lain tidak peduli dengan apapun pembenaran yang terucap. Ingat, tidak semua orang memiliki daya tahan tubuh yang baik. Ada anak kecil, ibu hamil, orang lanjut usia, atau orang dengan kondisi komorbid yang bisa terdampak lebih berat apabila ternyata droplet yang disemburkan membawa penyakit menular tertentu.

Dalam konteks ini, sikap egois yang membiarkan batuk tanpa menutup mulut atau memakai masker ini tidak hanya buruk dalam kacamata etika, tetapi juga bisa menimbulkan pelanggaran hukum. Ketika sumber penularan dan akibat kerugian bisa dibuktikan, maka hal ini bisa berujung pada delik pidana atau gugatan perdata. Jadi, sebelum masuk kepada ranah hukum, cobalah mulai belajar untuk membangun kepekaan sosial. Ketika kita masih belum bisa menjadi bagian dari solusi atas permasalahan sosial yang masih menumpuk hingga saat ini, maka setidaknya jangan menjadi masalah sosial buat orang lain.

Diam Sama Dengan Membiarkan

Hal yang paling menyedihkan dari permasalahan bukan hanya menyoal batuk sembarangan, tapi diamnya orang yang berada di sekitarnya. Sebagian besar orang Indonesia berpikir bahwa mengingatkan apa yang salah sama halnya dengan membuat masalah. Pada akhirnya, menghindari potensi konflik akhirnya menjadi pilihan. Padahal, mendiamkan sama halnya dengan membiarkan. Perilaku buruk batuk secara sembarangan akan terus terjadi lagi dan lagi, karena tidak adanya kontrol secara sosial dari masyarakat itu sendiri.

Memang mengingatkan tidak harus marah. Bahkan, tidak perlu juga sampai melayangkan bogem mentah ke wajah pelaku agar sadar. Kita masih bisa mengingat secara asertif dan sopan sebagai wujud tanggung jawab sosial. Cukup dengan mengatakan, "Maaf, bisa ditutup pakai tangan pada saat batuk?" atau "Kalo Anda membawa masker, bisakah maskernya dipakai?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun