Mohon tunggu...
Angelia Yulita
Angelia Yulita Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru

Penikmat matematika, buku, dan kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Trengginasnya Rara Mendut dan Perempuan Tanah Jawa Klasik

26 Mei 2020   23:00 Diperbarui: 27 Mei 2020   19:23 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perempuan jawa. (sumber: KOMPAS/Wahyu Wiedyardini)

Aku jadi bertanya-tanya pula dari mana ilham untuk menulis karakter demikian berwarnanya. Sungguh perempuan adalah tokoh utama sepanjang kisah Rara Mendut ini. Kenyataan bahwa kisah ini beredar saat belum banyak kampanye tetang kesetaraan gender membuat aku semakin kagum.

Pada akhirnya, aku rasa apakah seorang wanita mau memperjuangkan atau tidak haknya itu, tidak berarti salah satu dari jenis wanita ini patut direndahkan. Rara Mendut memang lugu, berani dan terkadang --aku cukup meyakini-- keberanian adalah anugerah Tuhan. Ada pula jenis perempuan lain yang karena didikan keluarganya, pengetahuannya, atau memang pilihannya sendiri, ia tidak memiliki keberanian itu.

Awalnya aku mengira Nyai Ajeng ini akan menjadi antagonis tapi ia menunjukkan meskipun dengan sikap taat yang apik kepada suaminya, dalam batinnya ia menghargai Rara Mendut seperti pahlawan. Hanya saja ia dan rasa cintanya pada suaminya begitu dalam, ia sangat ingin menjaga wibawa suaminya itu.

Novel Rara Mendut karya Y. B. Mangunwijaya (dokumentasi pribadi)
Novel Rara Mendut karya Y. B. Mangunwijaya (dokumentasi pribadi)
Ada pula Puteri Arumardi, salah satu isteri Panglima Wiraguna yang menjadi sahabat Rara Mendut. Ia menangis lirih dan merasa nelangsa dalam hati karena baginya beruntung sekali adiknya si Mendut itu bisa memilih untuk bersama lelaki yang ia cintai. Putri ayu ini pun punya keinginan untuk merdeka tetapi tidak dapat ia lakukan.

Setidaknya, ia memilih tidak melakukan. Lantas, apakah ia ini jenis perempuan bodoh dalam kacamata feminis? Bagiku tentu tidak! Keberanian memiliki banyak rupa dan bentuk.

Dalam ketakutannya, sang puteri bersama Nyai Ajeng membantu Rara Mendut bebas kabur bersama pujaan hatinya. Memang segala niat itu tidak jelas terlihat. Mereka hanya seperti dua wanita ningrat yang nun-inggih  pada Wiraguna.

Mungkin bisa kita berterima kasih atas keterbatasan perempuan dalam berpendapat dan berlaku karena inilah mengapa wanita berevolusi menjadi makhluk yang jauh lebih cerdas dari lelaki.

Kala Nyai Ajeng dan Puteri Arumardi harus hati-hati menjaga tutur bahasanya agar selalu menyenangkan Wiraguna, mereka dengan indahnya menanamkan akal kepada lelaki itu. Jika tidak, mungkin saja Rara Mendut sudah dipaksa kawin sejak lama.

Sang Nyai mungkin harus menggunakan kisah dewa-dewi tanah Jawa, tetapi ia berhasil. Kecerdasan dan kebijaksanaan para perempuan di buku ini sungguh menyegarkan aku.

Aku akui aku cenderung merasa mereka yang tidak berani bertindak dan bersuara sungguhlah kurang berkenan. Tapi aku sadar nyatanya aku ini seringnya hanya meperhatikan apa yang terdengar dan terlihat. Apa yang ada dalam sanubari para perempuan yang hanya diam lirih menerima perlakuan yang tidak adil padanya... Aku tidak tahu.

Namun jika di dalam hati itu baik dan bersih, perempuan sediam apapun sudah berani mempertahankan hati yang murni itu. Sebagai seorang guru, aku paham akan hal ini. Aku selalu menasehati dan mendoakan murid-muridku agar kelak mereka berani mengambil langkah besar menuju cita-cita yang tinggi dan membawa kebaikan bagi manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun