Mohon tunggu...
Andriyanie CB
Andriyanie CB Mohon Tunggu... Fiction Writer, Poetry Writer, Songwriter, Phonics Drill Books Writer, Language and Linguistics Blogger, Shutterbug

Ruang Fiksi dan Puisi -- Follow IG: @andriyanie121

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kamar Nomor 1

18 September 2025   15:58 Diperbarui: 18 September 2025   15:58 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: OpenAI)

Audy baru saja pindah ke kos dua tingkat itu, memilih kamar nomor 1 di lantai bawah karena dekat pintu masuk dan praktis untuk ke kampus. Dari kamarnya, ia tidak bisa melihat tangga yang berada di bagian tengah kos, tapi para penghuni sering memperingatkan:

"Hati-hati di tangga, sering ada yang muncul, terutama malam-malam sepi."

Tangga itu terbuat dari beton dingin, warnanya kusam, dan menimbulkan suara langkah berat saat diinjak.

Malam itu, Audy tidur lebih awal. Tapi mimpi buruk datang tanpa diundang. Di dalam mimpi, ia berada di kamar nomor 1, di tembok yang berbatasan dengan toilet. Dari balik tembok itu terdengar keramaian, tawa, dan bisikan yang tak kasat mata. Audy merasa tersedot ke dalam keramaian itu, berada di dunia lain yang hampa dan menakutkan.

Tiba-tiba, muncul sosok tinggi besar dengan mata merah menyala, menatapnya tanpa ampun. Jantung Audy berdegup kencang, kaki terasa berat, napasnya tercekat. Ia berlari, tapi sosok itu terus mendekat. Dengan jeritan yang tercekat di tenggorokannya, Audy terbangun, tubuh basah oleh keringat dingin.

Sejak malam itu, Audy takut tidur sendirian. Setiap malam, ia selalu memposisikan tubuhnya menghadap tembok kamar, berjaga-jaga kalau ada yang mendekat. Rasa takutnya tak pernah hilang. Bahkan suara lirih dari tangga tengah kos, atau bisikan samar dari lantai atas, membuat hatinya berdebar. Teman-teman kosnya sering bercerita tentang wanita berambut panjang yang muncul di tangga tengah itu---dan Audy sadar, mimpi buruknya hanyalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih gelap.

Hari demi hari, ketakutannya meningkat. Setiap malam, bayangan merah itu kembali muncul dalam mimpi, mengintai dari sudut kegelapan. Audy mulai merasa, kos itu bukan sekadar tempat tinggal---tapi gerbang ke dunia lain, yang selalu menunggu malam tiba.

Suatu malam, Audy tidak menutup mata. Tubuhnya menegang, tangan menggenggam selimut, mata menatap tembok yang berbatasan dengan toilet. Suara lirih mulai terdengar, lebih jelas, lebih dekat, seperti langkah di lantai kamar mandi. Napas Audy tersengal, tapi ia menahan diri, bertekad untuk tidak lari.

Tiba-tiba, dari sudut gelap kamar, muncul bayangan tinggi besar dengan mata merah menyala. Sosok itu berdiri menatapnya, diam tapi mengancam. Audy merasa darahnya membeku. Jantungnya seakan berhenti berdetak.

Lalu terdengar suara perempuan panjang, serak, dari arah tangga tengah kos:

"Audy... jangan lari... ikutlah..."

Sosok mata merah itu bergerak perlahan, mendekati tembok kamar yang berbatasan dengan toilet. Audy menutup mata, menahan napas, berharap ini hanya mimpi lagi. Tapi ketika membuka mata, sosok itu ada di depan pintu kamar, matanya menatap lurus ke arah Audy.

Dengan keberanian yang tersisa, Audy berlari menuju pintu. Saat tangannya menyentuh gagang pintu, sosok itu menghilang begitu saja, meninggalkan udara dingin yang menusuk kulitnya. Nafas Audy tercekat, keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.

Ia menyadari sesuatu: sosok itu bukan sekadar hantu yang menakutkan. Ia ingin Audy menyadari rahasia kos itu. Esok harinya, Audy mulai menyelidiki: bertanya pada penghuni lama, menelusuri arsip kos, bahkan menengok ruang kosong di lantai atas yang lama ditinggalkan. Perlahan, ia menemukan bahwa tangga tengah kos adalah jalan bagi dunia lain untuk menembus dunia nyata, dan bayangan mata merah itu adalah penjaganya.

Sejak malam itu, Audy belajar tidak lagi hanya lari dari ketakutan. Ia mulai memahami pola penampakan, mendengar bisikan, dan perlahan menemukan cara agar sosok itu tidak lagi mengganggu tidurnya. Kos itu tetap menakutkan, tapi Audy tidak lagi merasa sendirian di malam-malam gelap. Ia belajar, terkadang keberanian adalah menatap ketakutanmu sendiri, bahkan saat itu menatapmu balik.

Setelah bertahun-tahun menempuh studi, Audy akhirnya lulus. Ia memutuskan untuk pindah dari kos nomor 1 itu, meninggalkan tangga tengah yang selalu dihuni bisikan lirih dan bayangan mata merah yang menakutkan. Ia menata hidup baru, berharap kenangan gelap itu bisa ikut tertinggal di kamar lama.

Namun, meski jasadnya telah menjauh, bayangan itu tidak pernah benar-benar pergi dari ingatannya. Setiap kali menutup mata, ia masih melihat sekilas mata merah itu, mendengar bisikan lirih yang samar. Audy tahu, meski kos lama hanyalah sebuah tempat di masa lalu, pengalaman itu telah meninggalkan jejak yang tak bisa hilang.

Dan dengan kesadaran itu, Audy melangkah ke kehidupan baru---tetap waspada, tapi lebih kuat. Kos lama mungkin telah ditinggalkan, tetapi bayangan itu tetap hidup dalam ingatan, selamanya menjadi bagian dari malam-malamnya yang gelap.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun