Mohon tunggu...
Andriyanie CB
Andriyanie CB Mohon Tunggu... Fiction Writer, Poetry Writer, Songwriter, Phonics Book Writer, Language and Linguistics Blogger, Shutterbug, Media Publicist for Indonesian Children's Talents

Ruang Fiksi, Puisi, dan Media Publikasi Talenta Anak Indonesia -- Follow IG: @andriyanie121

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Langit Jingga Terakhir

16 September 2025   07:02 Diperbarui: 16 September 2025   07:02 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

> "Andai suatu hari aku pergi duluan, aku cuma ingin dia tahu... aku bahagia pernah mencintainya. Itu sudah cukup."

Buku itu basah oleh air matanya. Raka menutup wajah, dadanya terasa sesak hingga sulit bernapas.

Sejak malam itu, hidupnya tidak pernah sama lagi. Ia menjalani hari-hari dengan tubuh yang ada, tapi hatinya telah hilang bersama seseorang yang tak mungkin kembali.

Adinda akhirnya memilih pergi. Ia tidak tahan dengan tatapan kosong Raka, dengan nama Lira yang terus muncul di sela-sela obrolan. Raka tidak menahan. Baginya, hanya ada satu nama yang tertanam selamanya di hatinya.

Tahun demi tahun berlalu, namun Raka tetap setia mengunjungi makam Lira. Setiap sore, ia duduk di bangku taman yang dulu pernah mereka tempati, menatap langit jingga seorang diri.

Dan di sanalah ia menyadari: hidup tanpa Lira bukan sekadar kehilangan seseorang, tapi kehilangan separuh jiwanya.

BAB 9: SENJA YANG SUNYI

Waktu berjalan tanpa bisa dicegah. Dari seorang remaja yang penuh canda, Raka kini telah menjadi pria dewasa dengan wajah yang mulai dipenuhi garis-garis lelah. Rambutnya tak lagi sehitam dulu, sebagian telah memutih.

Namun, ada satu hal yang tidak pernah berubah: kebiasaannya mengunjungi makam Lira dan duduk di bangku taman kota, tempat mereka dulu sering berbagi cerita.

Setiap sore, tepat ketika langit mulai memerah, Raka datang membawa sebuket bunga mawar putih. Ia meletakkannya di atas nisan, lalu duduk bersila sambil berbicara pelan.

"Li, hari ini kerjaanku lumayan capek. Bos masih cerewet seperti biasa. Tapi aku ingat kamu pernah bilang, jangan pernah nyerah, ya? Jadi aku bertahan. Kamu pasti bangga kan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun