1. Kereta Suci dan Danau Pemurnian
Salah satu aspek paling menakjubkan dalam pemujaan terhadap Ertha adalah prosesi kereta sucinya. Dalam ritual tersebut, kereta yang ditutupi kain putih dan ditarik oleh sapi betina akan diarak mengelilingi desa. Tidak ada yang boleh menyentuh kereta kecuali pendeta wanita yang ditugaskan khusus untuk melayani sang dewi.
Setelah prosesi selesai, kereta dan para pelayan dibawa ke danau suci untuk dimandikan. Namun, setelah ritual pemurnian itu, mereka yang telah menyentuh kereta dianggap tidak boleh hidup lagi karena telah bersentuhan langsung dengan kekuatan ilahi.
Mereka kemudian dikorbankan dengan ditenggelamkan di danau, sebuah tindakan yang dianggap sebagai “pengembalian” kepada bumi. Ritual ini mencerminkan pandangan bahwa kekuatan bumi bersifat sakral dan tidak dapat disentuh sembarangan.
2. Tanah Sebagai Tempat Damai
Ketika Ertha berkeliling, semua bentuk peperangan dan permusuhan harus berhenti. Ini menunjukkan bahwa bumi bukan hanya tempat berpijak, tetapi juga ruang damai dan perlindungan. Tradisi ini memperlihatkan pemahaman mendalam bahwa keharmonisan manusia tidak dapat dicapai tanpa menghormati bumi sebagai pusat kedamaian.
3. Pohon, Batu, dan Mata Air Sakral
Suku-suku Jermanik memandang unsur alam seperti pohon tua, batu besar, dan mata air sebagai tempat tinggal roh bumi. Mereka percaya bahwa kekuatan Ertha mengalir melalui unsur-unsur tersebut.
Tempat-tempat ini menjadi pusat pemujaan dan persembahan, serta digunakan untuk mencari pertanda atau ramalan. Ritual sederhana seperti menaruh persembahan di bawah pohon atau berbicara kepada batu dipercaya dapat memperkuat hubungan spiritual dengan bumi.
4. Perayaan Musiman dan Ramalan Alam
Dalam perayaan Yule, titik balik matahari musim dingin, masyarakat menyalakan api unggun dan mengucap doa kepada bumi. Api dianggap sebagai lambang kehidupan yang akan kembali setelah musim dingin.