Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

The String Theory: Upaya Menjelaskan Hakikat Realitas dengan Dawai yang Bergetar

6 Juli 2025   07:00 Diperbarui: 6 Juli 2025   03:51 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: String Theory Explained: A Basic Guide to String Theory - 2025 -(www.masterclass.com)

Pernahkah kita membayangkan bahwa seluruh alam semesta, termasuk diri kita, bintang-bintang, hingga ruang dan waktu, bukan terdiri dari partikel-partikel kecil seperti bola kecil, melainkan dari benang-benang halus yang bergetar? 

Inilah gambaran berani yang diajukan oleh teori dawai atau String Theory. Teori ini bukan hanya salah satu gagasan paling radikal dalam fisika modern, tapi juga membuka pintu untuk merenungkan makna realitas itu sendiri.

Teori dawai menyatakan bahwa dasar semua materi dan gaya dalam alam semesta adalah dawai satu dimensi yang sangat kecil, bergetar dalam berbagai pola. Getaran-getaran inilah yang menciptakan sifat-sifat fisik seperti massa, muatan listrik, dan gaya-gaya alam. 

Meskipun rumit secara matematis, teori ini membawa daya tarik filosofis dan spiritual yang mendalam, memperlihatkan bagaimana ilmu pengetahuan bisa menjadi jembatan menuju pemahaman tentang eksistensi kita yang lebih luas.

Awal Mula: Dari Dunia Partikel Menuju Benang Getar

Teori dawai bermula dari upaya fisikawan pada akhir 1960-an untuk memahami partikel-partikel hadron, seperti proton dan neutron, yang merupakan penyusun inti atom. 

Saat itu, Gabriele Veneziano secara tidak sengaja menemukan rumus matematika yang cocok untuk menjelaskan perilaku partikel-partikel ini. Namun, rumus tersebut ternyata sesuai dengan gambaran tentang dawai bergetar, bukan partikel titik.

Fisikawan seperti Yoichiro Nambu, Leonard Susskind, dan Holger Nielsen membawa gagasan ini lebih jauh. Mereka memperlihatkan bahwa partikel-partikel bisa dianggap sebagai dawai satu dimensi yang bergetar dalam ruang. 

Setelah beberapa dekade mengalami perkembangan, pada 1984 teori ini memasuki fase baru yang disebut revolusi dawai super. Puncaknya terjadi pada 1995 ketika Edward Witten memperkenalkan konsep M-theory, yang menyatukan berbagai versi teori dawai menjadi satu kerangka yang lebih luas.

Dimensi-Dimensi Tersembunyi yang Mengatur Semesta

Teori dawai membuat kita memandang alam semesta secara sangat berbeda. Ia mengatakan bahwa realitas tidak hanya terdiri dari tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu, tetapi memiliki 10 hingga 11 dimensi. 

Dimensi tambahan ini tidak terlihat karena mereka melipat dan menggulung dengan sangat rapat dalam bentuk geometri rumit yang disebut Calabi-Yau manifold. Bentuk lipatan dimensi ini menentukan bagaimana dawai bergetar, dan akhirnya menentukan macam partikel serta kekuatannya dalam dunia kita.

Dawai sendiri bisa berbentuk terbuka (memiliki dua ujung) atau tertutup seperti cincin kecil. Mereka juga berinteraksi melalui objek lain yang lebih besar, disebut brane, yang bisa berdimensi lebih tinggi dari dawai itu sendiri. Brane ini diperkirakan bisa sebesar alam semesta kita, atau sekecil partikel subatom.

Antara Ilmu dan Filsafat: Makna yang Lebih Dalam

Di balik kerumitan persamaan matematisnya, teori dawai menawarkan pandangan filosofis yang sangat menarik tentang hakikat realitas. Dalam filsafat Jepang, ada konsep mujo, yaitu ketidakkekalan segala hal. Getaran dawai yang terus berubah mencerminkan prinsip ini, bahwa realitas tidaklah statis, melainkan selalu bergerak dan berubah.

Selain itu, teori ini mendukung pandangan bahwa yang paling mendasar dalam alam semesta bukanlah benda-benda itu sendiri, melainkan hubungan dan struktur matematis yang mengatur mereka. Ini dikenal dalam filsafat ilmu sebagai realisme struktural.

Dengan menyebutkan adanya dimensi yang tidak bisa kita lihat, teori dawai juga menyoroti keterbatasan indera manusia. Ini menggemakan pandangan dalam filsafat Timur bahwa apa yang kita lihat hanyalah permukaan, sedangkan realitas sejati tersembunyi di baliknya.

Lubang Hitam dan Fuzzball: Menjawab Misteri Kosmos

Teori dawai juga memberikan jawaban terhadap misteri terbesar dalam fisika modern, salah satunya adalah lubang hitam. Dalam relativitas umum, lubang hitam digambarkan memiliki titik singularitas, tempat di mana hukum fisika yang kita kenal berhenti berlaku. Tapi teori dawai mengganti gambaran ini dengan konsep fuzzball, yaitu bola dawai yang bergetar dengan sangat kompleks.

Fuzzball ini mampu menerangkan bagaimana informasi yang jatuh ke dalam lubang hitam tidak benar-benar hilang, melainkan tersimpan dalam getaran dawai. Hal ini menyelesaikan paradoks informasi lubang hitam, yang sudah bertahun-tahun membuat pusing para ilmuwan.

Multiverse: Alam Semesta yang Tak Terhitung Jumlahnya

Salah satu implikasi paling menakjubkan dari teori dawai adalah kemungkinan adanya multiverse, yaitu banyak alam semesta dengan hukum fisika yang berbeda-beda. Menurut teori ini, cara dimensi tambahan menggulung dapat menimbulkan banyak sekali kemungkinan, masing-masing menciptakan semesta yang unik.

Ini memunculkan pertanyaan eksistensial: Jika ada banyak alam semesta dengan berbagai versi diri kita, apa arti dari identitas kita? Apakah pilihan kita masih bermakna jika semua kemungkinan telah terjadi di semesta lain? 

Beberapa ilmuwan memakai prinsip antropik untuk menjawabnya, yaitu bahwa kita ada di alam semesta karena hanya di tempat ini kondisi kehidupan memungkinkan, bukan karena alasan khusus lainnya.

Dua Sudut Pandang: Relativitas dan Dawai

Ketika ilmuwan mencoba memahami alam semesta, mereka menemukan bahwa dunia ini bisa dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda namun saling melengkapi: teori relativitas umum dan teori dawai. Teori relativitas umum, yang dikembangkan oleh Albert Einstein, fokus pada gambaran besar alam semesta. 

Teori ini menjelaskan bagaimana gravitasi mempengaruhi gerakan planet, bintang, dan galaksi. Relativitas menggambarkan ruang dan waktu sebagai sesuatu yang bisa melengkung karena pengaruh massa dan energi benda-benda besar.

Sebaliknya, teori dawai mencoba menjawab pertanyaan tentang apa yang terjadi pada skala terkecil di alam semesta, jauh lebih kecil daripada atom. 

Dalam teori dawai, realitas tidak hanya terdiri dari empat dimensi (tiga ruang dan satu waktu) seperti yang kita kenal, tetapi bisa memiliki sepuluh bahkan sebelas dimensi. Dawai yang bergetar di dimensi ini membentuk partikel dan gaya-gaya dasar yang ada di alam semesta.

Walaupun tampak membahas hal yang berbeda, kedua teori ini ternyata saling melengkapi. Teori dawai tidak menggantikan relativitas, tetapi justru menyempurnakannya. 

Dalam skala besar, getaran dawai membentuk ruang-waktu seperti yang dijelaskan oleh relativitas umum. Keduanya bersama-sama membantu kita memahami gambaran utuh tentang bagaimana alam semesta bekerja, dari yang paling besar hingga yang paling kecil.

Antara Sains dan Spiritualitas: Mungkinkah String Mempengaruhi Kesadaran?

Beberapa ahli mencoba menyambungkan teori dawai dengan konsep kesadaran. Mereka berpendapat bahwa mungkin struktur paling dasar dari realitas ini juga berhubungan dengan kesadaran manusia, membentuk sebuah jalinan keterhubungan antara pikiran dan materi. 

Meski hal ini masih sangat spekulatif dan jauh dari pembuktian ilmiah, gagasan ini memperkaya diskusi filosofis tentang tempat manusia dalam alam semesta.

Menariknya, beberapa tradisi spiritual, seperti kepercayaan suku Kadazandusun di Asia Tenggara, juga berbicara tentang keterhubungan kosmik yang mencerminkan apa yang digambarkan secara ilmiah oleh teori dawai.

Penutup: Semesta yang Bergetar Seperti Simfoni

Pada akhirnya, teori dawai memperlihatkan kepada kita bahwa alam semesta ini mirip dengan sebuah orkestra kosmik, di mana dawai-dawai kecil bergetar dalam harmoni yang menciptakan partikel, gaya, dan bahkan ruang dan waktu. 

Meskipun teori ini masih jauh dari pembuktian eksperimental, ia tetap menjadi salah satu upaya paling berani dalam sejarah manusia untuk memahami hakikat realitas.

Lewat teori dawai, kita belajar bahwa dunia tidak sesederhana yang terlihat. Realitas lebih mirip simfoni yang kompleks, bukan sekadar tumpukan partikel kecil. Dan dalam usaha memahami simfoni itu, manusia menunjukkan sifat terbaiknya: rasa ingin tahu, imajinasi, dan keberanian untuk bertanya tentang makna keberadaan kita di jagat raya ini.

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun