Mohon tunggu...
Andrian Habibi
Andrian Habibi Mohon Tunggu... Konsultan - Kemerdekaan Pikiran

Menulis apapun yang aku pikirkan. Dari keresahan atau muncul untuk mengomentari sesuatu. Cek semua akun dengan keynote "Andrian Habibi".

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mahasiswa Tidak Mengenal Penyelenggara Pemilu?

22 Januari 2019   11:48 Diperbarui: 22 Januari 2019   12:24 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia menyelenggarakan acara "Ngetren Media" pada hari Selasa, 22 Januari 2019 di ruang lobby DKPP & Bawaslu, Jln. MH. Thamrin, No. 14, Jakarta Pusat. Ngobrolin Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media (Ngetren Media) membahas Citra Lembaga Penyelenggara Pemilu di Mata Publik.

Ngetren Media DKPP ini adalah ngetren pertama pada tahun 2019. Seperti memulai awal yang baik bagi sebuah lembaga. DKPP termasuk lembaga yang cukup berhasil memberi contoh bahwa sebuah lembaga harus menjaga nalar sehat melalui diskusi.

Pembicara yang mengurai diskusi ini, antara lain: August Mellaz Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Alfitra Salamm Anggota DKPP, dan Dian Permata peneliti senior Founding Father House (FFH). Lalu ada Erik Kurniawan mengemban amanah host. Agar Ngetren Media berjalan lebih meriah dan serius tapi santai.

Diskusi citra lembaga penyelenggara pemilu memang pas untuk membaca pandangan publik. Kita harus mengetahui seberapa kuat penyelengara bekerja. Agar publik bisa menilai kinerja penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu. Apalagi situasi kekinian memunculkan dilema bagi pemilih. Seperti menerima pertanyaan apakah penyelenggara pemilu masih sanggup menjalankan asas pemilu, khususnya asas profesional, proporsional dan netralitas lembaga.

Sepanjang kita ketahui, DKPP adalah kunci penjaga semua asas bagi Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Selaku hakim penjaga marwah, etika dan kehormatan, DKPP menjadi lembaga yang kredibel untuk menyampaikan bagaimana hubungan kinerja penyelenggara dengan kasus yang disidangkan DKPP. Karena DKPP memilki kewenangan untuk memperkuat citra penyelenggara yang baik.

Erik memulai ngetren dengan pembacaan tantangan pemilu, seperti: isu sara, hoax dan sebagainya. Sehingga, membutuhkan penyelenggara kuat untuk menjaga kepercayaan publik. Apalagi penyelenggara memiliki program sosialisasi dengan berbagai jenis acara teknis. Harapannya, sosialisasi adalah menguatkan pemahaman pemilih untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu.

Dari Dian Pertama dapat kita ketahui bahwa agenda ini adalah diskusi ketiga dari rangkaian diskusi publikasi kajian SPD dan FFH. Diskusi pertama dilangsungkan di Media Center KPU. Diskusi kedua di Media Center Bawaslu dan sekarang di acara ngetren DKPP. Menurut Dian, riset SPD dan FFH dibantu oleh Kementrian Dalam Negeri.

Dian Permata mengatakan bahwa objek riset adalah mahasiswa. Karena mahasiswa bisa berpartisipasi aktif dalam penelitian. Cara penelitian dengan memberikan pertanyaan terbuka dengan tidak memberikan opsi/pilihan jawaban. Misalnya, apa kepanjangan dari KPU, Bawaslu dan DKPP? Lalu, berapa komisioner KPU, Bawaslu dan DKPP? Tahukah mahasiswa atas tagline Bawaslu?

Dari hasil umum, rata-rata jawaban mahasiswa tidak bisa menjawab dengan baik. Untuk soal jumlah anggota penyelenggara, bahkan jawaban yang tidak mengetahui jumlah tersebut. 

Bahkan soal tagline Bawaslu, mahasiswa secara mayoritas tidak mengenal atau kurang tahu dengan kalimat "Bersama rakyat awasi pemilu, bersama bawaslu tegakkan keadilan pemilu". Dalam soal citra kelembagaan, persoalan membumikan pemilu adalah kepentingan mendesak.

Terkhusus DKPP, temuan FFH dan SPD sangat menarik. Saat peneliti menanyakan kepanjangan DKPP? Bahkan ada jawaban DKPP adalah dewan kehormatan partai politik atau jawaban terbuka lain. Saat mahasiswa ditanya berapa jumlah anggota DKPP? Mahasiswa juga tidak bisa menjawab dengan baik. Dari sebaran wilayah penelitian, mahasiswa sumatera barat cukup banyak menjawab dengan benar. Tapi catatannya, tidak ada mahasiswa yang mengetahui tagline DKPP.

Dian menegaskan bahwa temuan riset memperlihatkan citra kelembagaan sangat rendah. Persepsi publik dibawah 50 persen yang mempercayai penyelenggara pemilu. Sungguh ini menjadi tantangan dan peta kerawanan bagi tiga bulan kedepan. Rendahnya kepercayaan publik dipengaruhi oleh banyak hal seperti politik uang, kardus, ott penyelenggara dan debat kandidat.

Dokpri: Ngetren Media DKPP, SPD dan FHH
Dokpri: Ngetren Media DKPP, SPD dan FHH
August Mellaz mengatakan bahwa ada kesepakatan ahli pemilu di dunia. Jika Indonesia berhasil melewati lima pemilu yang demokratis paska orde baru. Maka, Indonesia harus siap diobservasi oleh negara lain terkait demokrasi prosedural. Sehingga, apakah penyelenggara sudah siap memberikan penjelasan kepada dunia terkait wajah keberhasilan pemilu di Indonesia.

August mengatakan bahwa wajah pemilu terfokus pada pemilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sehingga semua orang termasuk penyelenggara sibuk terkait isu-isu pilpres. Bahkan, penyelenggara pemilu reaktif atas isu-isu di publik. Sehingga absen dalam hal isu-isu pemilu lain. Misalnya pendidikan pemilih, sosialisasi peta dapil dan perolehan kursi atau pemberitahuan informasi utuh kepemiluan.

Bahkan, penyelenggara pemilu menyibukkan diri pada hal-hal yang tidak mendidik pemilih. Dengan waktu yang kurang dari tiga bulan, ada persoalan penting pendidikan pemilu. Melihat dari data yang ada, pada pemilu terpisah, sudah empat pemilu demokratis tetapi surat suara tidak sah masih tinggi. Secara teoritis, satu orang dari sepuluh pemilih salah memberikan suara (mencoblos) atau sekitar 27 pemilih per TPS.

Sehingga, pemilu dengan komplesitas masalah. August melihat penyelenggara pemilu dengan satu kesatuan fungsi tidak memiliki mitigasi masalah pemilu. Bukan hanya pemilih, menurut August, penyelenggara pemilu belum cukup jelas terkait akreditasi pemantau pemilu. Bagaimana cara kerjasama Tripatrit Pemilu dengan pemantau pemilu? Bagaimana citra kelembagaan terbangun untuk meningkatkan kepercayaan publik.

Kompleksitas masalah pemilu sangat menghawatirkan. Dalam konteks pileg dengan pilpres, jumlah surat suara yang rusak cukup banyak. Apakah pendidikan pemilih kalah oleh isu pilpres? Atau kita lepas saja pemilu ini? Kita bisa anggap pemilu berjalan bebas, terserah apapun hasilnya. Kita harus mengingat, kata August bahwa pada pemilu terpisah antara pileg dan pilpres, Jatim dan Bengkulu termasuk yang besar dalam hal penyumbang surat suara yang tidak sah.

Dari sisi DKPP, Alfitra Salamm mengapresiasi hasil kajian pemilu. Dari enam provinsi dengan subjek riset mahasiswa, terbaca temuan bahwa pengetahuan mahasiswa masih rendah soal kepemiluan. Alfitra merasa ini memperhatikan. Apakah ini memang ketidakpedulian mahasiswa terhadap pemilu. Padahal pertanyaan terbuka soal teknis penyelenggara pemilu. Itu adalah bukti ketidakpedulian sumber pada pemilu.

Alfitra juga bersyukur bahwa 5 persen mahasiswa masih mengenal DKPP. Padahal enam provinsi tersebut adalah daerah dengan laporan yang rendah. Tetapi, Alfitra cukup khawatir karena salah satu wilayah riset adalah Provinsi DKI Jakarta. 

Menurut anggota DKPP ini, ada kemungkinan rendahnya pengetahuan mahasiswa atas kelembagaan DKPP. Alasannya adalah DKPP tidak memiliki struktur dari pusat sampai ke desa. Selain itu, hubungan kemasyarakatan pun cukup jauh. Karena tidak banyak mahasiswa yang melaporkan persoalan etika penyelenggara.

Padahal, DKPP pada tahun sebelumnya (2018) telah belerjasama dengan 20 lebih media daring dan cetak. Memang kebanyakan pemberitaan terkait putusan. Apakah mahasiswa memang tidak membaca informasi, pemberitaan atau tidak menonton sidang DKPP yang secara live di facebook.

Sebagai data pembanding, Alfitra mengatakan bahwa ada penelitian yang temuannya memperlihatkan 82 persen teradu merasa pelayanan DKPP cukup baik. Dari pembacaan Alfitra, bahwa rendahnya mahasiswa yang aktif secara sadar dalam kegiatan-kegiatan pemilu adalah kurangnya atraktif sosialisasi pemilu.

Informasi acara ngetren bisa dilihat pada media sosial -khususnya facebook- Sindikasi Pemilu & Demokrasi dan DKPP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun