“Ya. Karena tak ada cara lain kan? Kecuali—“
“Kecuali?”
“Ng..., kalau kita mau mengakui dari hal yang paling kecil hingga besar, perbedaan itu ada, seperti DNA, sidik jari hingga keyakinan beragama sebagai simbol bahwa kita manusia buatan Tuhan bukan bikinan pabrik beton, yang keras dan tidak berperasaan.”
Aku tertawa. “Ah Nenek, bagaimana kalau kita bikinan tukang ketroprak saja. Yang pedes! Kerupuknya dibanyakin!”
Nenek memandangku. Lalu tertawa. Sementara tukang ketoprak yang sedang sibuk melayani pelanggan menoleh ke arahku dan bertanya, “Mau nambah lagi, Dek?”
“Enggak!”
Nenek tertawa hingga meletakan piringnya.