Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semarak Budaya Literasi di Lingkungan Mahasiswa

7 Desember 2023   22:30 Diperbarui: 7 Desember 2023   23:00 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana outing class, dokumentasi penulis 

Berbicara tentang literasi berarti berbicara tentang dunia bacaan, dunia tulis menulis, dunia informasi serta kemampuan kita mengolahnya. Di era keterbukaan saat ini dibutuhkan peran generasi muda untuk turut andil dalam berliterasi. Generasi muda atau pemuda saat ini pada umumnya berada di lingkungan kampus. Sehingga kampus menjadi sentra literasi dan pengelolaan literasi agar berliterasi dapat tumbuh subur demi masa depan generasi yang lebih baik.

Minimnya tingkat literasi kalangan mahasiswa saat ini berdampak besar terhadap peningkatan publikasi buku ber ISBN di masa yang akan datang. Ini menjadi sebuah problem bagi kita semua. Mahasiswa aktif saat ini akan menjadi pemimpin, pengajar, orang-orang yang berpengaruh di manapun berada dan apa pun profesinya. Namun jika tingkat literasi di dunia kampus akan memberikan dampak buruk pada peningkatan publikasi termasuk publikasi buku yang ber-ISBN.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, tentunya perlu ada upaya mengorganisir kelompok studi, himpunan mahasiswa, atau bahkan mahasiswa penyuka buka yang selalu menyepi dan menyendiri di perpustakaan. Mereka membutuhkan teman berdiskusi, tidak hanya dengan berdiskusi dengan buku bacaan dan laptop. Tetapi mereka butuh diarahkan oleh penggerak yang paham akan arah situasi kedepannya.

Menyemarakkan budaya literasi di lingkungan kampus tidaklah mudah dan juga tidak sesulit yang dibayangkan. Mahasiswa butuh supporting, contoh, serta medium. Ketiga medium tersebut tentu dapat digerakkan oleh penggerak literasi. Hanya saja terkadang penggerak literasi yang ada sedang dalam kondisi survive. Mereka butuh asupan buku, mereka butuh amunisi penggerak, serta mereka juga  butuh power agar tidak mudah tersingkirkan oleh kepentingan kampus serta kepentingan organisasi intra dan ekstra kampus yang terlalu mementingkan budaya kolonial.

Sementara dalam berliterasi, dalam menulis, serta berbagi, kita tidak terlalu membutuhkan hal tersebut. Penggerak literasi berbeda visi dengan penggerak organisasi kampus. Mereka tidak bermusuhan dan juga tidak sejalan. Penggerak literasi hanya butuh ruang diskusi, lapak buku, serta ruang imaginer. Di beberapa kampus maju, hal tersebut sudah diantisipasi, misalnya mereka menyediakan layanan perpustakaan yang cukup memadai. Perpustakaan dengan berbagai ruang yang ada, ruang baca, ruang imaginer, ruang ibadah, cantin jujur, serta hal-hal yang membuat orang betah dalam mencari sesuatu hal berbeda yakni di perpustakaan.

Penggerak organisasi, biasanya sedang disibukkan dengan kegiatan kepemimpinan. Hal tersebut cukup positif untuk kepentingan serta kebutuhan generasi mendatang agar dapat mengisi ruang-ruang politik. Hanya saja terkadang di kampus-kampus kecil, organisasi semacam ini terlalu ekslusif. Sehingga tidak ada ruang bagi orang tertentu yang tidak tergabung pada organisasi intra dan ekstra kampus. Kedua jenis organisasi ini juga bukan menjadi penghmbat, bahkan di awal saya katakan akan, orang-orang semacam ini akan memiliki previlage tersendiri nantinya.

Namun melihat kecenderngan teknologi informasi saat ini bahwa generasi pemuda dituntut untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuna mereka dengan berbagai medium. Medium yang dimaksud dapat melalui jurnal, media cetak, online serta dengan perbukuan. Perbedaan yang menonjol di antara medium informasi pengetahuan lainnya, buku memiliki penciri tersendiri bagi kalangan akademik. Buku diidentikkan dengan penulis. Sementara jurnal diintentikkan dengan peneliti. Sementara kebutuhan pasar masyarakat konvensional di masa yang akan datang tidak hanya buku digital atau media online, tetapi yang menjadi kebutuhan adalah buku teks yang dapat diakses secara mudah, disimpan rapi bahkan dapat mengisi ruang-ruang kosong baik di kantor, di rumah dan di berbagai tempat lainnya.

Olehnya itu saat ini kita perlu menjadi penggerak dan memulai hal tersebut. Mengelola komunitas literasi, menjadi contoh (role model), dan menghadirkan layanan medium penulisan. Sehingga jika ketiga itu jalan mak, mahasiswa akan secara perlahan membukkan berbagai pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk buku ber-ISBN.

Andi Samsu Rijal

Pegiat Litesi di Makassar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun