Mohon tunggu...
Andika Indra Purwantoro
Andika Indra Purwantoro Mohon Tunggu... Dokter Umum

Dokter Umum, Chief Nasional Program Internsip Dokter Indonesia Angkatan 1 Tahun 2025 Penulis Buku "Membentuk Karakter Muslim Zaman Now:" Ketua Lokus Kesehatan Pusat KAMMI 2017-2019 Ketua PD KAMMI Kota Pontianak 2017-2019 Tutor UKMPPD, SCT Instruktur Pelatihan Kesehatan Editor di Medical Research Team, Medresearch dan Solusi Belajar Kedokteran Pimpinan Redaksi Majalah IQRO Khatulistiwa 2013-2015 Pimpinan Redaksi Koran Aksi 2015 Instagram : dokter.andikaip

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Format Baru Kurikulum Pendidikan Dokter Umum di Indonesia

2 April 2025   08:00 Diperbarui: 1 April 2025   13:59 2286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang terbanyak sekarang itu adalah 34 kali artinya kira-kira sudah 8 tahun setengah kalau setiap tahun dia mengikuti empat kalidia mengikuti dan belum lulus. 

Ini yang mungkin harus kita pikirkan. 

Kita harus mempunyai keberanian untuk bisa lebih tegas mengatakan bahwa mereka-mereka Apakah memang layak untuk menjadi seorang dokter." ujar beliau.

1000 lebih retaker terancam DO, sementara di lapangan karena klaim BPJS yang suka telat & lagi sedikit, mengakibatkan layanan primer berupa klinik - klinik swasta justru mengambil banyak orang yang belum menjadi dokter untuk memberikan pelayanan di klinik mereka dengan alasan lebih murah dan jika ada masalah tinggal ditendang dari klinik daripada mengambil yang sudah jelas lulus jadi dokter. Mereka pun tidak berani menuntut balik klinik, karena yang mereka lakukan juga illegal dan melanggar hukum. Hal inilah yang menyebabkan upah dokter menjadi sangat murah, bahkan per pasien BPJS itu dihargai 1000/pasien, jauh lebih murah daripada tukang parkir yang dihargai 2000/motor. Kenapa dibayar murah tapi tetap ada yang ngisi? Inilah alasannya.

4) Dilema pemisahan lulusan jalur klinisi dan non klinisi

Pada agustus 2025, UKMPPD akan berganti format, dan pola pengeluaran ijazah juga berubah.  Lalu bagaimana dengan Skema kelulusan baru dokter umum berdasarkan usulan dari Kolegium yang baru dibentuk Kemenkes?

Alternatif Kelulusan Uji Kompetensi
Alternatif 1 : Penyelesaian semua persyaratan Lulus Ujian Pasien oleh FK+ Lulus SCT oleh Kolegium.
Hasil Gelar Dokter, Sertifikat Profesi, Sertifikat Kompetensi
Alternatif 2 : Penyelesaian semua persyaratan FK, Lulus Ujian Pasca SCT oleh Kolegium
Hasil : Gelar Dokter, Sertifikat Profesi
Alternatif 3: Penyelesaian semua persyaratan FK, Lulus Ujian Pasien, Belum Lulus SCT oleh Kolegium
Hasil : Gelar Dokter, Sertifikat Profesi dan mengulang SCT sesuai batas waktu. Selama mengulang SCT bisa bekerja untuk pekerjaan non klinik atau bisa melanjutkan 52.
Alternatif 4 : Penyelesaian semua persyaratan di FK, Lulus Ujian Pasien oleh FK,  Tidak lulus SCT sampai batas waktu 5 kali
Hasil : Gelar Dokter, Sertifikat Profesi melanjutkan karir di berbagai bidang Non Klink
Alternatif 5 : Penyelesaian semua persyaratan, Lulus ujian Pasien oleh FK, Tidak Lulus SCT sampai batas waktu (6 kali pembimbingan modul oleh Kolegium sesuai topik terkait ketidaklulusan, Ujian Kasus oleh 3 Penguji (maksimal 3 kali)
Hasil : Gelar Dokter, Sertifikat Profesi,  Sertifikat Kompetensi setelah dinyatakan lulus) atau bila tetap tidak lulus Ujian Kasus oleh 3 Penguji 3 kali, hasilnya Gelar Dokter, Sertifikat Dokter dan bisa melanjutkan karir di berbagai bidang Non Klinik

Pola pengeluaran pemisahan ijazah menjadi 2 seperti yang disampaikan salah satu pihak (sertifikat Profesi dan Kompetensi)  merupakan praktik berbahaya. Masyarakat tidak paham sertifikat profesi dan sertifikat kompetensi. Jadi Simpel nya :Udah selesai urusan di FK, lulus ujian lokal (pasien/ OSCE) di kampus, sudah dapat gelar dokter, dapat sertifikat profesi, sementara jika ingin menempuh jalur klinisi harus lulus ujian kompetensi dari Kolegium.

Mereka tidak paham lah kalau mereka membawa dengan sertifikat profesi saja praktik sebagai seorang dokter di daerah-daerah kan bisa membahayakan padahal yang bersangkutan belum lulus sertifikat kompetensi. 

Sampai saat ini banyak sekali praktek klinik yang masih menerima mahasiswa yang ga lulus - lulus ujian kompetensi untuk menjalankan praktek di kliniknya (dalam bahasa anak kedokteran ini disebut : ngamen ). Banyak sekali malpraktik yang terjadi, dan masyarakat tidak terbiasa mengecek STR (Surat Tanda Registrasi) untuk menilai apakah yang jaga klinik itu dokter atau dokter gadungan.

Mungkin masih banyak lagi dilema dan permasalahan yang ada berkaitan dengan format baru pendidikan kedokteran di Indonesia.
Mari kita menantikan perubahan yang mungkin akan terjadi kedepan, sejalan dengan perjuangan organisasi profesi memperjuangkan kembalinya Kolegium dan Konsil agar independen dan mampu menjaga kualitas lulusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun