Tahun ini UKMPDD mulai agustus 2025 ditiadakan, diganti sistemnya menjadi model baru.
Ada usulan model ujian kompetensi untuk dokter dan dokter gigi yang beredar, yaitu versi Kemenkes dengan mengganti format UKMPPD dimana ujian soal dengan model MCQ-CBT menjadi SCT sekaligus mengganti model kelulusan seorang menjadi dokter Umum dan Dokter Gigi.
Kesepakatan Pertemuan Kemenkes, Konsil Kesehatan, Kolegium Dokter dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) Kamis, 26 Desember 2024 (10.00-12.00 WIB)
- Ukom di masa transisi akan dilaksanakan dengan mekanisme lama (PNUK akan mengumumkan pelaksanaan Ukom Februari di Januari 2025).
- Akan diterbitkan SE dari Ketua Kolegium Kesehatan Indonesia perpanjangan masa transisi untuk dokter dan dokter gigi untuk ukom bulan Februari dan Mei 2025. PIC Tim Dukungan Kolegium.
- Kemenkes Bersama Kemendikti, AIPKI, PNUKMPPD, melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Ukom, dan menyusun SOP penyelenggaraan Ukom berdasarkan UU 17 tahun 2023. PIC Ditjenakes dan Kolegium Dokter, Dokter Gigi.
- Uji coba pelaksanaan Ukom dengan metode baru, akan dilaksanakan bulan Agustus 2025 dan pelaksanaan ukom dengan metode baru akan dilakukan bulan November 2025.
- Data retaker dari PNUKMPPD bisa diterima setelah sekretariat UKMPPD menerima surat dari plt. Dirjen Nakes.
Landasan perubahan ini sebenarnya terjadi akibat huru - hara pembubaran perangkat kelengkapan organisasi profesi terutama IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yaitu Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Kolegium Dokter Indonesia (KDI) oleh Presiden dan Kementerian Kesehatan melalui KEPRES Kepres Nomor 69/M Tahun 2024 tertanggal 11 Oktober 2024 tentang pemberhentian keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia dan anggota Konsil Masing-Masing Tenaga Kesehatan, serta pengangkatan pimpinan KKI sebagai amanat dari UU No 17/2023.
Pembubaran ini mengakibatkan pembentukan Konsil dan Kolegium baru dibawah kemenkes, bukan organisasi profesi lagi yaitu Konsil Kesehatan Indonesia dan Kolegium Kesehatan Indonesia, yang semuanya dibawah Kemenkes. Hal ini tentu saja merebut kewenangan lembaga PNUKMPPD dalam pelaksanaan ujian kompetensi yang sebelumnya dipegang organisasi profesi menjadi dibawah pemerintah, dalam hal ini pelaksana adalah Kemenkes dan Kemendiktisaintek.
Uji coba pelaksanaan model baru, yaitu dengan model SCT akan dilaksanakan bulan agustus 2025, dan diberlakukan pada bulan november 2025.
Apa itu SCT?
Script Concordance Test (SCT) adalah metode evaluasi yang dirancang untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinis dalam situasi ketidakpastian. Berbeda dengan format soal pilihan ganda (Multiple Choice Question/MCQ), SCT tidak meminta peserta untuk mencari satu jawaban yang benar dari beberapa opsi. Sebaliknya, peserta diminta untuk menilai bagaimana informasi baru memengaruhi sebuah hipotesis klinis atau keputusan medis.
Mengapa Soal Uji Kompetensi diubah menjadi SCT?
Perubahan format soal menjadi SCT bertujuan untuk:
- Mengukur Kemampuan Berpikir Klinis:Â SCT lebih menilai cara peserta menggunakan pengetahuan mereka dalam situasi nyata yang kompleks dan penuh ketidakpastian, mirip dengan kondisi di dunia klinis.
- Meningkatkan Relevansi Praktis:Â Dibandingkan MCQ yang cenderung mengukur hafalan, SCT fokus pada penerapan pengetahuan dalam pengambilan keputusan.
- Menilai Keberpihakan pada Pendapat Ahli:Â Penilaian SCT didasarkan pada konsensus dari para ahli klinis, sehingga memberikan gambaran yang lebih akurat tentang penguasaan kompetensi klinis peserta.
- Mendukung Pengembangan Kompetensi Lanjutan: SCT membantu mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan di lapangan dengan lebih baik.
Struktur Soal Script Concordance Test (SCT):
Soal SCT dirancang untuk mengevaluasi pengambilan keputusan klinis dalam situasi yang tidak pasti. Format soal SCT terdiri dari beberapa komponen utama berikut:
1. Skenario Klinis (Case Vignette)
- Deskripsi singkat tentang situasi pasien yang mencakup keluhan utama, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, atau informasi relevan lainnya.
- Informasi ini memberikan konteks dasar yang menjadi titik awal untuk penilaian peserta.
2. Hipotesis atau Keputusan Klinis
- Sebuah pernyataan awal yang mengandung hipotesis atau keputusan klinis yang perlu dinilai pengaruhnya oleh peserta.
- Biasanya berupa kemungkinan diagnosis, tindakan diagnostik, atau pengobatan.
3. Informasi Baru
- Tambahan informasi yang disajikan setelah hipotesis awal, seperti hasil pemeriksaan penunjang, gejala tambahan, atau respons terhadap pengobatan.
- Informasi ini bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruhnya terhadap hipotesis awal.
4. Skala Jawaban
Peserta diminta memberikan penilaian berdasarkan skala untuk menunjukkan pengaruh informasi baru terhadap hipotesis atau keputusan klinis. Skala yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
Contoh Soal SCT
Sistem Skoring
- Sistem pemberian skor untuk metode ini unik, disebut aggregate scoring
- Perbedaan pemberian skor ini, ditujukan untuk mengakomodasi konteks ketidakpastian.
- Jawaban panel ahli digunakan sebagai dasar sistem pemberian skor
Lalu bagaimana dengan Skema kelulusan baru dokter umum?
Alternatif Kelulusan Uji Kompetensi
Alternatif 1 :Â Penyelesaian semua persyaratan Lulus Ujian Pasien oleh FK+ Lulus SCT oleh Kolegium.
Hasil Gelar Dokter, Sertifikat Profesi, Sertifikat Kompetensi
Alternatif 2 :Â Penyelesaian semua persyaratan FK, Lulus Ujian Pasca SCT oleh Kolegium
Hasil :Â Gelar Dokter, Sertifikat Profesi
Alternatif 3:Â Penyelesaian semua persyaratan FK, Lulus Ujian Pasien, Belum Lulus SCT oleh Kolegium
Hasil :Â Gelar Dokter, Sertifikat Profesi dan mengulang SCT sesuai batas waktu. Selama mengulang SCT bisa bekerja untuk pekerjaan non klinik atau bisa melanjutkan 52.
Alternatif 4 :Â Penyelesaian semua persyaratan di FK, Lulus Ujian Pasien oleh FK, Â Tidak lulus SCT sampai batas waktu 5 kali
Hasil :Â Gelar Dokter, Sertifikat Profesi melanjutkan karir di berbagai bidang Non Klink
Alternatif 5 :Â Penyelesaian semua persyaratan, Lulus ujian Pasien oleh FK, Tidak Lulus SCT sampai batas waktu (6 kali pembimbingan modul oleh Kolegium sesuai topik terkait ketidaklulusan, Ujian Kasus oleh 3 Penguji (maksimal 3 kali)
Hasil :Â Gelar Dokter, Sertifikat Profesi, Â Sertifikat Kompetensi setelah dinyatakan lulus) atau bila tetap tidak lulus Ujian Kasus oleh 3 Penguji 3 kali, hasilnya Gelar Dokter, Sertifikat Dokter dan bisa melanjutkan karir di berbagai bidang Non Klinik
Jadi Simpel nya :Udah selesai urusan di FK, lulus ujian lokal (pasien/ OSCE) di kampus, sudah dapat gelar dokter, dapat sertifikat profesi, sementara jika ingin menempuh jalur klinisi harus lulus ujian SCT dari Kolegium.
Secara pendapat pribadi, saya tidak mendebatkan bentuk soal, tapi masalah skema kelulusan. Ini lumayan berbahaya karena masyarakat awam akan sulit membedakan. Sampai saat ini banyak sekali praktek klinik yang masih menerima mahasiswa yang ga lulus - lulus ujian kompetensi untuk menjalankan praktek di kliniknya (dalam bahasa anak kedokteran ini disebut : ngamen ). Banyak sekali malpraktik yang terjadi, dan masyarakat tidak terbiasa mengecek STR (Surat Tanda Registrasi) dari dokter tersebut.
Hal ini justru membahayakan di lapangan. Aturan resmi terkait skema kelulusan dan SCT pun masih belum keluar, baru surat edaran untuk pelaksanaan ujian di masa transisi hingga periode bulan Mei 2025.
Mari kita menantikan perubahan yang mungkin akan terjadi kedepan, sejalan dengan perjuangan organisasi profesi memperjuangkan kembalinya Kolegium dan Konsil agar independen.
Mari menunggu dan bersabar. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI