Mohon tunggu...
Andika Hilman
Andika Hilman Mohon Tunggu... Dokter - Story-Writer and Content Specialist | Clerkship Doctor

Surabaya, 1995

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Reincarnation #3: Pertemuan Pertama

9 Juli 2014   08:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:54 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

(Kisah ini terinspirasi dari Running Man episode 130: Reincarnation, dengan pengubahan)

Hamparan karpet hijau memenuhi lapang pandang Gilang. Sawah yang berundak-undak dilaluinya tanpa lelah. Angin dari atas gunung turun ke kaki, menemani aliran sungai yang deras mengalir. Gilang sedari tadi menyusuri sungai di pinggir sawah itu. Matanya fokus dan hatinya sangat bersemangat.

"Mari, Bu!" katanya menyapa seorang ibu yang sedang bercocok tanam di seberang sawah.

"Nggih, monggo, Mas," jawab ibu tersebut ramah. Begitulah cara menjawab sapaan yang lumrah di daerah sini. Biasanya cukup dengan berkata seperti itu kita bisa kembali melanjutkan apa yang sedang kita kerjakan. Namun melihat Gilang yang sedang celingak-celinguk ibu tersebut penasaran. "Lagi cari apa toh, Mas?"

"Ini, Bu, lagi cari kunci," jawab Gilang setengah berteriak karena tempatnya dan ibu tersebut cukup jauh.

"Kunci rumah? Mau ibu bantu carikan?"


"Oh iya nggak apa-apa, Ibu. Terima kasih," jawab Gilang sambil tersenyum. Di sini, itu tandanya penolakan, meski Gilang berkata 'iya'. Ibu itu pun mengerti dan menjawabnya dengan tersenyum juga. Setidaknya ia sudah cukup sopan telah menawarkan bantuan. Formalitas.

Formalitas yang indah.

Setelah lama mencari di sawah sampai menceburkan diri ke sungai, akhirnya Gilang menemukan apa yang ia cari. Kunci itu berada di dekat sebuah batu di sekitar air terjun. Ia melihatnya karena pantulan sinar matahari ke kunci tersebut. "Aha, kuyakin ini kuncinya!" katanya dalam hati,"Setelah ini aku bisa langsung ke kota untuk membuka harta karun tersebut. Katanya sih ada imbalannya. Semoga banyak lah! Aku mau berternak sapi" Gilang lalu segera kembali ke rumahnya. Ia tidak mau menghabiskan waktu terlalu lama di desa. "Semoga aku tidak kalah cepat dari 6 orang lainnya," batinnya.

***

Kota yang disebut-sebut oleh Gilang letaknya tidak jauh dari kaki gunung lokasi rumahnya. Tepatnya berada di Selatan kota. Saat itu, bertepatan saat Gilang menemukan kuncinya, di Utara kota seorang perempuan juga menemukan kunci yang serupa. "Yes!" ucapnya kegirangan,"Ada di sini kau rupanya!" Perempuan itu bernama Melodi. Ia adalah seorang anak konglomerat pemilik pabrik kayu. Ia menemukan kunci tersebut di hutan kecil di belakang rumahnya. "Terlalu gampang deh, Kak Myuk!" Melodi berbicara sendiri,"Kukira akan sesusah apa. Hmm... Mungkin karena aku memang ahli menemukan barang?" katanya bangga pada dirinya sendiri. "Hmm.... Semoga di balai kota nanti akan ada sesuatu yang seru menanti. Kalau begitu aku akan segera ke sana!" ucapnya lalu lari pulang ke rumah.

Beberapa saat kemudian Melodi pun keluar rumah dengan menaikki kuda. "Hati-hati ya, nak!" salam ibunya dari balik pagar rumahnya.

"Siap!" katanya lalu tersenyum.

Perjalanannya menuju balai kota ia tempuh tidak terlalu lama. Terang saja, ia memacu kudanya dengan sangat kencang. Rupanya Melodi bersemangat sekali mendapatkan tugas rahasia ini. Ia memarkir kudanya di depan pintu balai kota, mengikatnya di dekat kuda-kuda lain di sana. Melodi tidak menyangka kalau ternyata di balai kota ada banyak orang. Ia belum pernah ke sana sebelumnya. Di depan balai kota banyak orang yang berjualan. Beberapa orang terlihat masuk ke balai kota. Oh bukan, ternyata mereka masuk ke dalam museum di sampingnya. Balai kota sendiri merupakan sebuah bangunan yang besar dan luas. "Mungkin ini dua kali luas rumahku," gumamnya yang terkagum-kagum dengan karya arsitektur gaya Belanda yang ada di depannya, padahal rumahnya sendiri pun tidak kalah luas. "Wah, aku belum pernah ke museum nih! Mampir dulu nggak ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Melodi akhirnya berjalan menuju pintu museum. Tepat sebelum ia masuk, ia mengurungkan niatnya. "Masuk tidak ya? Ah, kembali ke balai kota saja dulu deh!" pikirnya. Tiba-tiba, seorang pria keluar dari museum. Kepalanya pun terhantam oleh pintu yang terbuka.

"Aduh!" keluh Melodi.

"Oh, maafkan saya," kata pria tersebut.

Melodi lalu melihat orang yang menabraknya. Ia tidak kenal dengan pria tampan berkulit sawo matang yang agak kumal tersebut. "Iya, maaf, saya yang salah," ucap Melodi.

"Tolong hati-hati kalau berjalan ya, Mbak. Permisi, saya mau lewat," kata pria tersebut tegas. Ia sepertinya terburu-buru karena Melodi begitu saja ditinggalkannya.

"Ih, siapa sih, kok nggak tahu diri banget!" kata Melodi dalam hati. Ia memperhatikan pria itu. "Tunggu, d pergi ke balai kota? Jangan-jangan ia salah satu dari 7 agen rahasia! Wah kalau begitu aku harus cepat menyusulnya,"kata Melodi lalu mengikuti pria tersebut ke arah balai kota diam-diam.

***

Dengan motor tua yang ia pinjam dari sahabatnya di desa, Gilang pergi ke balai kota dengna sangat cepat. Pada jaman tersebut, motor masih dianggap tabu dan tidak lebih baik dari kuda. Namun hari itu Gilang mengendarainya secepat kuda di atas gurun pasir, begitu katanya. Gilang pun parkir di dekat kuda-kuda yang juga terparkir di sana. Sama seperti Melodi, ia juga baru pertama kali ke balai kota. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah museum di samping balai kota. "Masuk dulu ah!" ujarnya pada dirinya sendiri.

Museum tersebut berisi banyak peninggalan jaman kerajaan. Beberapa ada yang berupa alat perang, ada juga  yang cuma perabotan rumah biasa, ada prasasti dan lain sebagainya. Walaupun tidak sekolah, Gilang sangat tertarik dengan sejarah. Beberapa kali ia meminjam buku pada temannya di pinggir kota. Ia tampak senang sekali pergi ke museum.

"Eh iya, aku harus segera pergi ke balai kota! Aku tidak boleh berlama-lama di sini!" katanya. Gilang pun buru-buru pergi keluar museum. Karena ceroboh, saat membuka pintu museum ia mengenai kepala seorang perempuan. Ia bingung mau bilang apa. Akhirnya ia pun meminta maaf sekedarnya dan segera meninggalkan perempuan tersebut. Beberapa langkah setelah menjauh, Gilang bergumam dalam hatinya,"Cantik juga perempuan itu. Siapa  dia ya?"

Simak kisah sebelumnya di sini: The Reincarnation #2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun