Essi 91 - Lima Bandara Antar-bangsa
Tri Budhi Sastrio - Kasidi
Ada banyak perbedaan antara Indonesia dan Polandia,
bahasa dan budaya,
Gaya dan warna, dan juga bendera walau untuk yang satu
ini hanya berbeda
Letak posisi saja sementara warna persis sama, hanya
putih dan merah saja.
Kalau Indonesia menyebut merah putih bendera pusaka
sedangkan Polandia
Mungkin akan menyebutnya putih merah bendera
kembalinya sebuah bangsa.
Bangsa ini memang bangsa yang pernah hilang begitu
saja seabad lamanya
Sebelum akhirnya berhasil merdeka dan kembali masuk
ke dalam peta dunia.
Sebuah perjalanan yang cukup aneh dan mendebarkan
banyak hati rakyatnya.
Bayangkan saja sebuah negara digempur dan diporak-
porandakan tiga negara
Jadi sasaran banyak bom dan serangan sementara mereka
tidak tahu apa-apa.
Hampir serupa negara indah di lintasan khatulistiwa yang
juga entah mengapa
Tiga setengah abad lamanya menjadi kancah permainan
para penjajah kaya
Dan sebagai akibatnya penduduknya yang ramah serta
kaya senyum dan tawa
Harus menderita karena ulah para pengelana berkuasa
pencari pala dan lada.
Merah putih, putih merah, warna yang sama karenanya
akan tidak masuk logika
Jika tidak bisa menjadi sahabat seia-sekata meskipun
letaknya sangat berbeda
Yang satu di lintasan khatulistiwa yang satu hampir saja
mendekati kutub utara.
Karenanya lagu ke Polandia aku yang Indonesia pergi
untuk jadi dosen di sana
Mungkin pantas digubah walau harus sama dengan lagu
Koes Plus ke Jakarta.
Perjalanan perdana ke negara Eropa tentu saja pantas
dinikmati oleh siapa saja
Karena banyak kesan terekam begitu saja dan sayang jika
dibuang tak berguna.
Banyak jalur tetapi saya melintasi lima bandara
internasional mulai dari Juanda.
Sebagai peraih utama penghargaan bandara terbersih di
Indonesia, ini bandara
Tentu saja mengagumkan meskipun ada terlalu banyak
makelar berkarya di sana.
Di bandara ini hanya ada suguhan air, kereta dorong dan
toilet gratis, selebihnya?
Harus membayar jika ingin mendapatkannya, kemudian
pindah bandara di Jakarta.
Lebih besar, lebih ramai, tetapi selain kereta dorong dan
toliet tampaknya tak ada
Yang cuma-cuma di ini bandara, bahkan terminal internet
gratis pun belum nyata.
Koran dan majalah gratis dibagikan cuma-cuma tetapi ini
kan karena Lufthansa.
Changi Singapura, paling tidak di tempat transitnya,
meskipun pemeriksaannya
Terlalu ketat dan tidak masuk logika, tapi air dan
terminal internet gratis tersedia.
Kesan mewah dan hebat juga terasa walau ini negara tak
lebih besar dari Jakarta.
Berikutnya harus singgah di bandara internasional
Munich yang juga luar biasa.
Besar, luas, megah, hanya anehnya di tempat ini tak ada
terminal net cuma-cuma,
Akibatnya yang tidak membawa laptop ya tidak bisa apa-
apa, tetapi jika bicara
Tentang minuman hangat seperti latte, cappucino, dan
coklat semuanya ada
Tersedia melimpah dan cuma-cuma, jadi bagi para
pecinta kopi dan variannya,
Bandara internasional Muenchen bolehlah dijadikan
rujukan pembanding nyata.
Koran majalah juga tersedia melimpah walau sebagian
besar Jerman bahasanya.
Sayangnya matahari hanya terlihat ketika pesawat dari ini
kota tinggi di angkasa,
Selebihnya hanya abu-abu, hujan gerimis, salju, dan
anginnya dingin luar biasa.
Bandara internasional berikutnya di Poznan, tiga ratus
kilometer dari Warsawa.
Kotanya cukup besar -- hanya saja sepi -- sedangkan
bandaranya kecil-kecil saja.
Buktinya ketika mendarat hanya terlihat dua pesawat dan
pesawat jet Lufthansa
Dapat berputar begitu saja di landasan pacu sebelum
menurunkan kami semua.
Dari kota yang universitasnya punya 50 ribu mahasiswa
masih ada banyak cerita.
Bukan hanya tentang gereja-gereja tua tetapi juga tentang
bahasa dan budaya
Yang memang seperti itulah tempat peradaban
mengendap sejak dahulu kala.
Essi 91 - tbs/kas -- SDA15022012 -- 087853451949
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI