Tulisan ini berangkat dari refleksi saya sebagai fotografer arsitektur selama lebih dari 7 tahun yang kini menempuh studi pascasarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, bidang Seni Penciptaan Fotografi. Melalui perjalanan ini, saya semakin memahami bahwa fotografi tidak hanya berbicara tentang estetika, tetapi juga tentang kesadaran ruang. Bahwa foto bisa menjadi cara untuk menyapa arsitektur dengan empati menangkap bukan hanya bentuknya, tapi juga maknanya.
Banyak orang memandang fotografi arsitektur sebagai pekerjaan teknis: menjaga garis tetap lurus, menampilkan bentuk ruang secara presisi, atau memastikan pencahayaan merata. Namun, bagi saya, fotografi arsitektur justru menjadi cara untuk memahami ruang dengan lebih dalam. Ia bukan sekadar dokumentasi, tetapi proses membaca ruang untuk menemukan makna di antara cahaya, tekstur, dan atmosfer yang hadir di sana.
Ruang yang difoto bukan hanya bangunan mati. Di balik setiap dinding dan jendela, selalu ada intensi manusia yang berbicara tentang bagaimana ruang itu ingin dihayati, dirasakan, dan diingat.
Dalam fotografi arsitektur, cahaya adalah bahasa utama. Ia bukan hanya alat untuk memperjelas bentuk, tetapi juga medium yang membentuk rasa. Cahaya bisa menghadirkan kehangatan, ketenangan, atau bahkan kesunyian. Dalam momen tertentu, bayangan lebih banyak berbicara daripada terang itu sendiri. Fotografi yang baik bukan hanya soal eksposur dan komposisi, melainkan tentang menemukan nada visual yang selaras dengan jiwa ruang. Karena itu, bagi saya, memotret arsitektur selalu melibatkan soal rasa dan hati bukan sekadar teknis.
Setiap ruang memiliki kisah. Arsitektur berbicara melalui material, proporsi, dan cahaya; fotografer menafsirkan melalui sudut pandang, komposisi dan waktu pemotretan. Ketika dua hal itu bertemu, lahirlah narasi visual. narasi visual ini adalah sebuah ruang yang tidak lagi statis, tapi hidup di dalam imajinasi penikmatnya. Fotografi arsitektur, pada akhirnya, adalah bentuk kolaborasi diam antara pencipta ruang dan pembaca ruang. Keduanya sama-sama berupaya menghidupkan pengalaman manusia di dalam lanskap fisik.
Dalam setiap foto, ada pertemuan antara ruang dan rasa. Di sanalah fotografi arsitektur menemukan maknanya bukan sebagai dokumentasi, tetapi sebagai cara manusia memahami tempat ia berpijak. Sekian.
-----------------------------------------------------------------------
Terra Rupa adalah studio fotografi dan videografi arsitektural berbasis di Yogyakarta dan Semarang.
Didirikan oleh Sinatrya Haryo Wibowo, S.Sn., seorang fotografer dan dosen fotografi UNNES yang saat ini menempuh studi pascasarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, bidang Seni Penciptaan Fotografi.
https://www.instagram.com/terrarupa/
https://www.instagram.com/sinatryaw/
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI